Sequel " SEMERBAK WANGI AZALEA"
Zara Aisyah Damazal masih menempuh pendidikan kedokteran ketika dia harus mengakhiri masa lajangnya. Pernikahan karena sebuah janji membuatnya tidak bisa menolak, namun dia tidak tau jika pria yang sudah menjadi suaminya ternyata memiliki wanita lain yang sangat dia cintai.
" Sesuatu yang di takdirkan untukmu tidak akan pernah menjadi milik orang lain, tapi lepaskan jika sesuatu itu sudah membuatmu menderita dan kau tak sanggup lagi untuk bertahan."
Akankah Zara mempertahankan takdirnya yang dia yakini akan membawanya ke surga ataukah melepas surga yang sebenarnya sangat di cintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 7 : Pernikahan Azura
Zara sudah duduk di kursi bersiap makan malam. Tidak lama berselang, Ezar pun datang dan duduk di depan Zara.
Zara berdiri dan mengambilkan piring untuk Ezar.
" Ini pertama kalinya saya melayani seseorang di luar keluarga saya dok. Jadi saya belum tau kebiasaan anda seperti apa." Kata Zara sembari memegang piring di tangannya.
" Kalau begitu berikan piringnya padaku, biar aku saja."
" Umi mengatakan, setelah kau menikah, surga ada di tangan suamimu, jadi layani suamimu sebaik mungkin, carilah pahala sebanyak banyaknya dari ibadah terpanjang yang kau jalani."
Deg...Ezar membatu. Apa ini? Itu yang ada di pikirannya.
" Jangan terlalu dramatis, aku sudah pernah bilang jangan samakan pernikahan ini dengan pernikahan kedua orang tuamu."
Zara hanya tersenyum menanggapi perkataan Ezar." Walau begitu, kita tetaplah dua orang yang sudah di satukan dalam satu ikatan yang sah dan halal di mata agama dan hukum negara, jadi selama aku berada di rumah ini, jangan menghalangi saya untuk memperbanyak pahala dengan melayani anda."
Kembali Ezar terdiam. Gadis yang selalu dia anggap bocil ini ternyata punya mindset yang di atas rata rata.
Ezar jadi penasaran dengan keluarga Brawijaya, Zayn yang sangat misterius dan Zara yang penurut adalah sesuatu yang terasa sangat istimewa di matanya.
" Jadi berapa centong nasi yang harus saya isi di piring anda dok?" tanya Zara kemudian membuyarkan lamunan Ezar.
" Dua saja."
Zara melakukan apa yang di katakan Ezar. Lalu mengambilkan beberapa lauk setelah Zara bertanya dulu sebelum menaruhnya di atas piring.
Ezar terus memperhatikan cara Zara melayaninya. Cukup unik menurutnya.
Tujuh tahun dia menjalin kasih dengan Ghina, tidak pernah sekalipun Ghina memperlakukannya bak raja. Atau mungkin saja karena status Ghina yang berbeda dengan Zara.
Setelah memberikan piring pada Ezar yang sudah penuh dengan nasi dan lauk, Zara kemudian mengambil gelas dan menuangkan air hingga tiga perempatnya. Gelas itu kemudian di letakkan di sisi kanan Ezar.
Barulah setelah melayani semua kebutuhan Ezar, Zara mengambil nasi dan memindahkan di piringnya.
Setiap pergerakan sekecil apapun yang dilakukan Zara tak luput dari mata elang Ezar. Caranya Zara makan tidak kasak-kusuk seperti orang pada umumnya, Dia tampak sangat tenang dan terlihat sangat anggun. Untuk gadis seusianya, Ezar pikir sulit untuk bisa menemukan yang seperti Zara.
Kembali Ezar teringat dengan kata kata Syamil siang tadi. Dokter muda itu memuji Zara dengan mengatakan kalau Zara adalah paket komplit. Dan Ezar rasa itu tidak salah, tapi masih terlalu dini untuk menyimpulkannya
" Lusa acara pernikahan kakak sepupu saya, maukah dokter datang?" Tanya Zara hati hati, meski berstatus suami, tapi komitmen di awal pernikahan sedikit memberatkannya.
" Jam berapa?"
" Siang dok."
" Baiklah."
" Terima kasih."
Ezar kembali menatap Zara yang tertunduk setelah mengucapkan terimah kasih. Makan malam sudah selesai sejak sepuluh menit yang lalu tapi mereka masih juga belum beranjak.
Untuk beberpa saat tidak ada lagi pembicaraan, hingga Zara lebih dulu pamit masuk ke dalam kamarnya. Ezar masih di tempat. Dia masih duduk sembari membalas pesan Ghina.
Ponsel Ezar berdering, ternyata Ghina tidak puas berkomunikasi hanya melalui pesan WhatsApp. Ezar tersenyum, lalu mengangkat panggilan tersebut.
" Aku kangen." Kata Ghina.
" Kau pikir aku tidak."
" Kapan kau akan ke sini?" Tanya Ghina manja.
" Nanti ya, aku lagi sibuk, bulan depan juga aku harus masuk ke Brawijaya."
" Benarkah?"
" Iya, dokter Adam memintaku secara langsung."
" Baguslah, ku harap setelah residensi ku selesai, aku bisa bergabung dengan mu."
" Semoga saja. Aku sudah mentransfer ke rekeningmu."
"Terima kasih sayang."
" Kau tidak perlu berterima kasih, kau bukan orang lain bagiku. Ucapan itu tidak sepantasnya kau katakan."
" Baiklah."
" Kamu di mana?" Tanya Ezar.
" Di rumah sakit, aku ada shift malam. Ini lagi di ruang NICU."
" Ya sudah, besok kita lanjutkan lagi, aku takut kamu sibuk."
" Ok."
Panggilan berakhir. Ezar pun melangkah masuk ke dalam kamarnya.
Zara memandangi Ezar yang hilang dari balik pintu. Dia yang awalnya sudah masuk ke dalam kamar, terpaksa keluar karena lupa membawa air minum masuk ke dalam kamarnya.
Gelas bening ia pegang kuat di kedua tangannya sembari mendengar pembicaraaan Ezar dan seseorang di telpon.
" Mungkinkah itu kekasihnya?" Gumam Zara masih berdiri mematung, melupakan niatnya yang ingin ke dapur.
" Ah kenapa juga aku memikirkannya."
Zara melanjutkan langkahnya, menuangkan sejumlah air putih ke dalam gelas kemudian kembali ke kamar.
*
*
Dua hari kemudian.
Sesuai janji, Ezar benar benar meluangkan waktunya dan menemani Zara ke acara pernikahan sepupunya.
Pernikahan yang sangat megah di sebuah hotel berbintang.
Azura mengenakan pakaian yang terlihat anggun dan elegan.
Ezar baru pertama kali bergabung dengan keluarga besar oma Afya. Selama ini dia memang menetap di London jadi tidak terlalu akrab dengan keluarga Brawijaya.
Sepanjang acara, Ezar terus berada di samping Zara, terkadang menggenggam tangannya, terkadang merangkul pinggangnya. Entahlah, apa memang karena dia menyukainya atau hanya sekedar pencitraan di tengah keluarga besarnya.
Karena semenjak datang, oma Afya selalu memperhatikan interaksi Ezar dan Zara. Mungkin ingin memastikan cucu nya memperlakukan istrinya dengan baik.
Perlakuan Ezar yang tiba tiba berubah otomatis membuat Zara risih. Apalagi ini untuk pertama kalinya ia bersentuhan dengan laki laki lain di luar abi dan Zayn.
Itu jelas terlihat dari raut wajahnya yang terkadang memasang senyum aneh. Terlebih jika Ezar merapatkan tubuhnya, Zara seperti lupa caranya bernafas.
Melihat Zara datang bersama Ezar, Nadia dan Izel datang menghampiri. Nadia memeluk Zara dengan erat sembari menangis. Izel pun tampak berkaca kaca memandangi wajah Zara.
Ezar bingung, dia melepas genggaman tangannya karena kini Zara di monopoli oleh dua orang yang masih asing baginya.
Dan tiba tiba saja, Izel memeluk Ezar.
" Maaf Karena tidak hadir saat kalian menikah."
" Iya tidak apa apa." Ucap Ezar sungkan.
Sementara Nadia mengusap lembut wajah Zara yang juga sudah basah dengan air mata.
" Aunty tidak pernah menyangka jodohmu akan datang secepat ini."
Zara tersenyum di tengah isak tangisnya.
" Aunty berharap kalian bahagia sayang."
" Terima kasih aunty."
" Tak ku sangka kau mendahului Azura." Nadia mengulum senyum.
" Hanya berselang beberapa hari saja.." Lanjut Zara.
" Ya sudah kamu nikmati waktumu."
" Iya aunty."
Ezar menghampiri Zara." Mereka siapa?"
" Mereka adalah uncle dan aunty ku dok. Uncle Izel adalah kakak umi, mereka tinggal di Australia."
" Pantas aku baru melihatnya."
Zara dan Ezar menghampiri abi dan uminya yang sedang duduk bersama keluarga Pradipta.
" Bagaimana pengurusan berkasnya nak Ezar?"
" Sisa menunggu persetujuan dari pusat dok."
" Abi, panggil abi. Ini bukan di rumah sakit Zar."
" Iya, abi." Ujarnya terdengar sangat sungkan.
" Aku butuh bantuan di departemen thorax kardiovaskular. Beberapa bulan terakhir ini operasi semakin banyak, dan tenaga ahli tidak mencukupi. Kau tau sendirikan, aku tidak terlalu punya bayak waktu untuk melakukan operasi."
" Iya abi, ku rasa itu tidak akan lama lagi."
" Syukurlah."
Kedua dokter beda generasi itu terus berbincang seputaran dunia medis, sementara umi Aza hanya duduk tenang menyimak perbincangan keduanya.
Izel datang dan memanggil Adam untuk ikut dengannya, Tinggallah Ezar berdua dengan umi Aza, karena Zara sejak tadi sudah menghilang, berbaur dengan keluarga besar lainnya.
Ezar sedikit risih ketika hanya bersama dengan umi Aza. Umi Aza yang pendiam di tambah penampilannya yang anggun mampu membuat Ezar mati kutu.
Namun itu tidak berlangsung lama, karena umi Aza mengajaknya berbicara.
" Bagaimana kabarmu nak?"
" Baik,,ibu, maksud saya umi."
" Alhamdulillah." Umi tersenyum dari balik cadarnya." Bagaimana dengan Zara? Apa dia merepotkan mu?"
" Ti..tidak umi." Jawab Ezar gugup.
Mungkin berbicara berjam jam dengan abi Adam akan lebih baik ketimbang dengan mertua perempuannya ini. Entahlah, dia sangat canggung.
" Umi mewakili Zara minta maaf padamu, dia masih sangat muda dan tiba tiba dia harus menikah dan menjadi seorang istri, umi pikir dia belum bisa bersikap dewasa dalam mengambil keputusan, umi hanya meminta, tingkatkan lah sedikit saja rasa sabarmu, bimbinglah dia, dia masih butuh banyak belajar."
Ezar membisu.
Belum sempat menjawab, Zara datang dan memeluk uminya.
" Umi...." Ucapnya sembari menciumi pipi kanan dan kiri uminya, dia seakan tidak peduli jika ada Ezar yang duduk di sebelah umi Aza.
" Jangan seperti anak kecil, kamu tidak malu sama suami mu." Tegur umi.
Seketika Zara kembali ke mode diam.
Hal yang sangat sulit dia lakukan.
...****************...
dasar, ezar si mesum😂