NovelToon NovelToon
Aku Masih Normal

Aku Masih Normal

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Terlarang / Cinta Seiring Waktu / TKP / Kontras Takdir / Bercocok tanam
Popularitas:863
Nilai: 5
Nama Author: Ruang Berpikir

Anzela Rasvatham bersama sang kekasih dan rekan di tempatkan di pulau Albrataz sebagai penjaga tahanan dengan mayoritas masyarakat kriminal dan penyuka segender.

Simak cerita selengkapnya, bagaimana Anz bertahan hidup dan membuktikan dirinya normal

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ruang Berpikir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

3_Maaf

Barisan rapi telah tercipta, para peserta berdiri dalam posisi istirahat ditempat. Raut wajah masing-masing dari peserta tidak lagi bisa bersahabat “izin ndan, keberangkatan kami lusa, kenapa hari ini kami masih harus berbaris seperti ini lagi? Bukannya hari ini kami beristirahat.”

“Kenapa kamu ikutan Al? Bukannya kamu takut, tidak ingin ikut?” Tanya Anz.

“Tidak mungkin aku membiarkan wanita keras kepala yang aku cintai ini seorang diri di sini, nanti siapa yang akan menjaganya? Siapa yang akan menghapus air matanya dan siapa yang akan memeluknya jika ia berada dalam ketakutan dan kesedihan.”

“Aku bisa jaga diriku sendiri tahu,” ucapnya cepat.

“Tahu,” jawab Albert dan kepalanya yang dianguk sekali “tidak selamanya kau bisa menjaga dirimu sendiri sayangku.”

Anz diam tidak menjawab pertanyaan malah beralih mengatakan topik lain “ayo kita makan, setelah itu istirahat.”

Pembinaan disertai kekerasan tercipta, mengatasnamakan pendidikan. Empat puluh lima hari telah terlewatinya waktu, dari tiga puluh empat peserta, tertinggal sepuluh peserta lagi. Kondisi yang cukup menyedihkan, kulit menggelap disertai lebam pukulan di seluruh tubuh. Dua puluh empat peserta yang telah gugur, dimakamkan ditempat, dengan seadanya pemakaman, sekedar jasad tertimbun tanah.

Peserta tersisa membentuk barisan tiga baris lima saf, berdiri tegap, mengangkat tangan, memberi tanda hormat pada salah satu rekan mereka lagi, yang baru saja selesai dimakamkan. Genangan air dari kelopak mata menutupi pandangan mereka pada dua puluh empat gundukan tanah, dihiasi batu serta kayu bertuliskan ukiran nama dan daerah asal peserta.

Panitia dari setiap daerah satu per satu pada berpulangan ke daerah tugas mereka, jika peserta yang dibawanya telah gugur. Sebelas panitia yang tersisa berdiri berhadapan dengan para pesertanya menatap datar para pesertanya itu.

Komandan dari panitia itu yang merupakan panitia yang membawa Anz, berjalan, mengelilingi para peserta “tidak ada diantara kalian yang bisa pulang sebelum misi kami terselesaikan,” menunjuk kearah laut “walaupun kalian mati sekalipun.”

“Binatang,” lirih Anz tanpa sadar.

“Peserta satu, Anz. Lirihan Anda terlalu keras,” berjalan cepat menarik pipa karet sepanjang lima puluh senti meter yang tersimpan diantara sabuk tali pinggangnya dan melayangkan pipa tersebut kearah punggung Anz.

“Akh,” lirih Anz merasakan kebas dan perih kembali diarea punggungnya.

Komandan panitia itu tersenyum dan menatap dalam mata Anz “ketahanan tubuhmu cukup bagus, hanya kau perempuan yang tersisa. Aku rasa kaki kau itu  memberi izin untuk kau bertugas di pulau Albrataz.” Komandan panitia itu kembali berjalan mengelilingi para peserta “kebutuhan yang dibutuhkan pulau Albrataz sudah cukup, sepuluh orang, kalianlah pesertanya.”

Delapan peserta lainnya diam seluruh bahasa, menikmati ketakutan, kesedihan akan ancaman dengan keterbungkaman yang terus menerus yang dilakukan mereka. Sedangkan Anz “apa kalian sengaja membunuh teman-temanku? Lantas mengapa kalian membuka formasi tiga puluh empat jika yang kalian butuhkan hanya sepuluh?” menekan setiap kata, menatap tajam komandan panitia, dan air mata Anz yang sudah mulai menetes setetes demi setetes.

Komandan panitia itu kembali berjalan mendekati Anz, berdiri dekat, yang kemudian menaikkan paksa dagu Anz dengan pipa karet yang digenggamnya “nona Anzela Rasvatham, Anda tidak perlu repot-repot bertanya apa dan mengapa. Justru pertanyaan apa berasal dari saya, apa alasan nona medaftarkan diri. Padahal, nona bisa mencari tahu penempatan tugas kalian nanti dan lagi tidak mudah bertahan sampai dititik ini, hanya yang memiliki kecerdasan, ketahanan dan keberanian yang layak berada disini,” menurunkan pipa karet dari dagu Anz dan mengangkat tangannya, menepuk bahu Anz dan mencengkramnya kuat.

Anz berdesis sakit.

Albert bertugas sebagai danton peserta, melihat Anz sang kekasihnya diperlakukan seperti itu menggigit gigi gerahamnya kuat, melirik sekilas pada Anz dan kemudian melirik tajam pada komandan panitia. Komandan panitia itu tersenyum sinis menatap Albert “pasangan bodoh,” lirihnya.

Komandan panitia itu, berjalan kembali dan berdiri tiga langkah di depan barisan “sekedar pemberitahuan, belum ada negara yang bisa memiliki pulau Albrataz tersebut, masyarakat disana hidup hanya sekedar hidup. Alasan kalian ada disini adalah menjinakkan masyarakat disana dan ambil kekuasaan kepemilikan pulau itu,” ucapnya tegas dan matanya yang berkeliling menatap satu persatu para peserta “kami tidak memaksa kalian mendaftar namun sekarang kalian sudah lulus dan sudah berada di tangan kami, jangan harap kalian bisa kembali sebelum misi kami tercapai,” padangan mata mengarah pada Anz tajam “kami perlu mendidik kalian yang terpilih dan menyisakan yang tersisa untuk menyelesaikan.”

“Pembunuh,” lirih kompak Albert dan Anz.

Komandan panitia dan panitia lainnya terkekeh bersamaan.

“Izin ndan,” ucap salah satu panitia kepada komandan panitia dan menatap sekilas komandannya yang kemudian beralih menatap para peserta “misi yang kalian jalankan nanti tidak ada hubungannya dengan negara, kalian bekerja pada kami, berarti kalian tawanan kami.”

Albert mengepal kuat tangannya dan hendak melayangkan kepalan tangannya itu dengan berujar lantang “Kurang aaaa,” ucap Albert terputus kala tendangan keras menghantam perut bagian ulu hatinya.

Tubuh Albert terseret dan terjatuh, terduduk jauh ke belakang. Albert memegang perut atasnya kuat dengan terbatuk-batuk, cairan kental berwarna merah keluar dari mulutnya. Anz segera beralih keluar dari barisan, membantu Albert.

“Kau urus itu pacarmu. Kepada yang lain silahkan beristirahat, lusa kalian akan diberangkatkan ke pulau.”

Tidak ada jawaban dari delapan peserta lainnya. Mereka langsung terduduk ditempat, pandangan mata mereka kosong tidak tahu harus bertindak apa.

Salah satu dari peserta itu, mendekati Albert dan menyodorkan selembar daun segar “makan ini,”

“Apa ini?” Tanya Anz.

“Daun,” jawabnya enteng.

“Kauuu,” teriak Anz geram.

Albert mengambil daun tersebut dan memakannya pelan. “Tolong antar aku ke tenda.”

Anz mengangguk mengerti lantas berdiri, memapah Albert memasuki tenda yang kemudian Albert dan Anz tidur bersama di satu tandu kecil yang lebar delapan puluh cm dan panjangnya seratus delapan puluh cm “Al, maaf. Maafkan aku yang tidak mendengarkan nasehatmu.”

Albert tidak menjawab, hanya bisa memeluk dan mengusap pucuk kepala Anz pelan.

Suara lirihan isakan tangis terdengar “Anz, kau menangis sayang?”

“Maafkan aku, Al.”

“Tidak perlu meminta maaf. Ini adalah takdir diatas pilihan kita sendiri. Kita dan mereka, teman-teman kita akan terbebas dari jeratan para manusia gila itu. Kita akan mencari solusi dan jalan keluar dari permasalahan ini. Kita akan pulang bersama-sama. Sudah yaaa,” menghapus air mata Anz “sudahlah jangan menangis lagi. Kekuatanku ada di kamu, apapun yang kamu rasakan, aku akan ikut merasakan.”

Dalam dekapan pelukan itu, Anz mengangguk mengerti.

“Istirahat ya,” ujar Albert sembari mencium pucuk kepala Anz lagi.

...***...

Kegelapan langit tanpa adanya matahari yang menyinari. Bulan sabit bersanding dengan para bintang diantara awan dilangit sana.

1
Không có tên
Ceritanya bikin merinding, ga bisa lepas ya!
_Sebx_
Seneng banget nemu cerita sebaik ini, terus berkarya thor!
AcidFace
Jangan tinggalkan aku bersama rasa penasaran, thor! 😩
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!