Novel ini terinspirasi dari novel lain, namun di kemas dalam versi berbeda. Bocil di larang ikut nimbrung, bijaklah dalam memilih bacaan, dan semua percakapan di pilih untuk kata yang tidak baku
-Entah dorongan dari mana, Dinar berani menempelkan bibirnya pada mertuanya, Dinar mencoba mencium, berharap Mertuanya membalas. Namun, Mertuanya malah menarik diri.
"Kali ini aja, bantu Dinar, Pak."
"Tapi kamu tau kan apa konsekuensinya?"
"Ya, Saya tau." Sahutnya asal, otaknya tidak dapat berfikir jernih.
"Dan itu artinya kamu nggak boleh berenti lepas apa yang udah kamu mulai," kata Pak Arga dengan tegas.
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon An, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
"Kemarin itu diriku di kuasai sama obat perangsang yang harusnya Arin minum, Pak. Nggak ada unsur kesengajaan, Pak!"
"Ya memang benar kayak apa yang kamu bilang. Bukan disengaja, Dinar."
"Aku mencintai Mas Vano, Dinar gak mau pernikahan yang Dinar baru aja mulai kandas..,gimana sama orang tuaku? orang-orang desa? Nggak, Aku pasti gak akan bisa berdiri tegap sama berjalan kalau semua orang tau," Isaknya ketakutan.
Dinar benar-benar merasa tertekan dengan takdir yang telah berlalu. Dia benar-benar tidak tau semuanya akan serumit ini.
"Ok lah, kalau itu yang kamu mau, Bapak akan berenti dan gak akan bilang apapun. Anggap aja semua itu angin lalu, selesai kan?"
Mendengar Pak Arga, jujur Dinar ada sedikit perasaan lega. Wanita itu menatapnya penuh harap, "Apa Bapak bersungguh-sungguh?" Tanyanya memastikan ulang.
"Iya, benar.., tenang aja." Dinar tersenyum lega.
"Makasih Pak! Terimakasih. Dinar bahkan gak tau harus bilang apa lagi buat berterimakasih sama Bapak!"
"Tunggu, Bapak belum selesai ngomong. Ya memang benar, tapi semua gak gratis!"
"Maksud Bapak?" Pak Arga menghela napas, dia memajukan langkahnya, kemudian tersenyum. Jujur, dengan posisi mereka dekat, membuat Dinar berdebar.
Jika sedekat ini, bagaimana dia tidak semakin gugup? Beliau memang pria berusia 35 tahun ke atas. Bisa di katakan pria yang dulu menikah muda dan kini sebagai duda matang, kaya, dan tampan.
Mungkin, incaran perempuan banyak di luaran sana. Tapi Dinar tidak segila itu mengagumi visual mertuanya sendiri.
Dinar merasakan sebuah tangan meraih pinggangnya, dan menariknya mendekat. Tubuh Dinar terhuyung ke arahnya.
Kedua tangannya memegang bahu Pak Arga, dengan jarak mereka yang hanya beberapa centi, membuat jantung Dinar di buat tidak karuan.
"Seperti yang kamu bilang sebelumnya. Lepas kamu memulainya, maka kamu gak bisa berenti gitu aja, Dinar."
Deg!
Bulu halusnya menjadi berdiri. Dinar hampir saja tidak bisa bernapas karena lupa cara untuk bernapas tiba-tiba.
"A-apa yang Bapak bilang barusan?"
"Mau apapun itu, kamu bakal ngerti nanti."
Dia akhir kata-katanya, Pak Arga tersenyum tipis. Tangannya melepas rengkuhan pinggang Dinar, lalu pergi begitu saja.
Dinar berdebar kencang. Gila! Dia hampir kesetrum rasanya. Apa yang baru saja pria itu katakan masih terngiang di kepalanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah percakapan singkat mereka, Pria atau Laki-laki matang itu masih seperti biasanya. Tidak ada yang berubah, Tapi Dinar masih belum mengetahui apa yang di maksud pria itu kemarin.
Dinar menatap Pak Arga di atas meja makan, dan sibuk bertanya-tanya dengan pikirannya sendiri. Arin yang melihatnya menatap sang Ayah merasa aneh, kemudian mencoba menegur.
"Mbak..," Dinar sedikit terkejut.
"Iya Rin, kenapa dek?"
"Mbak aneh banget deh..,”
"Aneh? Aneh kenapa Rin?"
"Ya aneh.., ngapain coba liat Bapak terus dari tadi? Naksir ya sama Bapak?" Candanya.
Uhuk! Uhuk..,!
Dinar terbatuk-batuk mendengar candaan Arin yang membuat Dinar kaget. Pak Arga yang mendengar Dinar batuk, menatapnya, dan memberikan segelas air putih pada Dinar.
"Minum!" Dengan gugup, Dinar menerima gelas berisi air putih itu dan mulai meneguk.
Arin terkekeh melihatnya, "Kaya ke ngapain aja sih..., Mbak. Pake kaget segala, maaf deh bercandaku keterlaluan. Aku sih enggak bakal mikir aneh-aneh, toh Bapak udah anggep Mbak Dinar anak sendiri, iya kan Pak?"
"Mbak Dinar juga aku anggep keluarga. Mana ada Bapak naksir sama Mbak, atau jangan-jangan sebaliknya? Ngaco itu mah kalau-pun bener!" Pak Arga menatapnya sejak tadi, semakin membuat Dinar gugup saja.
"Oh iya Pak. Arin mau ngomong sesuatu ini sama Bapak!"
Pak Arga, yang menatap Dinar beralih ke arah Arin. "Mau ngomong apa?"
Adik iparnya itu tampak tersenyum lebar, "Ituu.., mau minta izin sama Bapak..,"
"Izin apa?"
"Arin boleh nggak ikut Catrine liburan staycation ke luar kota?"
"Nggak!"
"Kok nggak boleh sih, Pak?!" Murungnya.
"Kamu lupa malam itu? Hampir aja kamu di lecehin karna kebodohan kamu itu, terus sekarang malah mau pergi ke luar kota? Pokoknya Bapak gak izinin!"
Arin merengek mendengarkan jawaban Pak Arga. "Bapak mah..,"
"Sekalinya enggak boleh ya enggak!"
Setelah mengatakannya Pak Arga terlihat pergi dari sana. Arin sudah terlihat berkaca-kaca menatap punggung Pak Arga yang menghilang.
"Bapak selalu ngekang Arin! Padahal ada Catrine juga.., ih kesel!" Sungutnya.
Setelah mengatakannya, Arin pergi dengan keadaan kesal membuat Dinar menghela napas, karena mulai mengenal sikap adik iparnya itu.
...BERSAMBUNG, ...
Dinar sll membayangkan sentuhan lembut pak arga sll memabukan dan sll ketagihan sentuhan mertuanya...
Pak arga sll memperlakukan dinar sangat so sweet dan romantis bingit dan sll nyaman berada di dekat pak arga....
lanjut thor..