"Karena kamu yang menggagalkan acara pernikahan ini, maka kamu harus bertanggung jawab!" ucap pria sepuh didepannya.
"Bertanggung jawab!"
"Kamu harus menggantikan mempelai wanitanya!"
"APA?"
****
Bagaimana jadinya kalau seorang siswi yang terkenal akan kenalan dan kebar-barannya menjadi istri seorang guru agama di sekolah?!?
Yah dia adalah Liora Putri Mega. Siswi SMA Taruna Bangsa, yang terkenal dengan sikap bar-barnya, dan suka tawuran. Anaknya sih cantik & manis, sayangnya karena selalu dimanja dan disayang-sayang kedua orang tuanya, membuat Liora menjadi gadis yang super aktif. Bahkan kegiatan membolos pun sangatlah aktif.
Kalau ditanya alasan kenapa dia sering bolos. Jawabnya cuma satu. Dia bolos karena kesetiakawanannya pada teman-teman yang juga pada bolos. Guru BK pusing. Orang tua juga ikut pusing.
Ditambah sikapnya yang seenak jidatnya, menggagalkan pernikahan orang lain. Membuat dia harus bertanggung jawab menggantikan posisi mempelai wanita.
Gimana ceritanya?!!?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cahyaning fitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 : Sah
"SAH?"
"SAH!" Gema suara para saksi bergema di ruangan saat acara pernikahan mereka berlangsung.
Sekilas, air mata Liora jatuh membasahi pipinya. Ia belum bisa menerima kenyataan bahwa ia kini sah menjadi istri guru agamanya sendiri, yang terkenal galak dan judes .
"Menikah di usia semuda ini, dan dengan guru agamaku pula," gumamnya dalam hati sambil menunduk.
Agam, dengan lembut menyematkan cincin di jari manis Liora yang gemetar. Kemudian, dengan penuh perhatian, ia letakkan telapak tangannya yang hangat di atas kepala Liora, seraya membacakan doa yang lembut terdengar di telinga. Liora, dengan mata tertutup, mencoba menguatkan hati. Sensasi yang aneh menyelimuti dirinya saat doa itu terlantun, namun dia mengusir perasaan itu, bertekad untuk tidak menyerah pada emosi semata.
Pernikahan itu cukup tertutup, hanya dihadiri keluarga inti dan beberapa orang penting saja. Namun begitu acaranya berjalan dengan mulus tanpa hambatan, meski tidak ada pesta pernikahan besar digedung mewah. Karena memang itu keinginan dari kedua belah pihak, mengingat status Liora yang masih bersekolah dan belum lulus.
Cincin pernikahan yang rencananya akan dipakai di pernikahan Agam dan Sarah yang batal, kini sudah melingkar cantik di jari masing-masing. Beruntungnya cincin yang dipakai Liora muat di jari manisnya, bahkan terlihat begitu mewah dan elegan dipakai gadis itu. Liora hanya menunduk menatap cincin di jari manisnya.
"Mau dibawa ke mana hidup gue, Ya Allah...! Papa dan mama tega banget. Bang Sat juga ikut-ikutan. Bukannya bela adek sendiri, malah setuju-setuju aja!" batin Liora dengan perasaan gamang. Mereka bahkan hanya menikah siri, yang dihadiri oleh beberapa orang saja. Tidak ada pesta mewah, pesta impian gadis itu.
"Kamu lapar?" tanya Agam. Namun yang ditanya sengaja memalingkan muka. Pura-pura tidak dengar.
Agam pun berinisiatif mendekat ke arah gadis yang sudah sah menjadi istrinya, lalu berbisik.
"Kamu mau makan apa? Saya ambilkan!"
Liora menegang. Lalu menoleh ke arah pria yang kini sudah sah menjadi suaminya itu. Benci sekali rasanya ia melihat Agam saat ini. Tahu kalau dia akan menikahi guru agamanya, ia pun menyesal karena sudah memberitahu soal kebusukan Sarah di depan keluarga Agam. Harusnya saat itu, dia pura-pura nggak tahu saja.
"Nggak mau!" ketus Liora.
Mirnawati bisa melihat keterpaksaan di wajah sang putri. Bahkan ia juga bisa melihat wajah ketus Liora.
"Bisa nggak hari ini senyum sedikit....!" bisik Agam lagi.
"Bapak aja yang tersenyum. Aku sih OGAH....!" galak gadis itu.
Bukannya marah, Agam malah tersenyum tipis, lalu ia menggamit tangan Liora. Liora berusaha menepis genggaman tangan itu, namun tenaga Agam lebih kuat dibandingkan dengan tenaganya, membuat dirinya sama sekali tidak berkutik.
Terpaksa Liora membiarkan tangannya digenggam Agam beberapa saat, tapi ternyata Agam menggenggamnya cukup lama membuat tangannya berkeringat.
Mirnawati menghampiri kedua mempelai dengan nampan di tangannya yang penuh dengan asortimen makanan dan minuman. Ekspresi wajahnya penuh kelembutan dan kepedulian, refleksi dari hatinya yang mengerti betapa mereka harus menahan rasa lapar.
"Silakan makan dulu, pasti kalian belum sempat sarapan tadi, kan?” bisiknya lembut sambil mendorong nampan lebih dekat ke arah mereka.
"Ma-ma....!" panggil Liora dengan mata berkaca-kaca.
"Sekarang kamu sudah menjadi seorang istri. Nggak boleh manja lagi!" tutur Mirna pada putrinya. Kemudian berlalu begitu saja.
"Sini saya suapi!" bujuk pria itu. Liora mendengus dan membuang muka ke arah lain. Demi apapun, Agam juga merasa bersalah. Memaksa gadis kecil untuk menjadi istrinya. Tapi mau bagaimana lagi, dia tidak kuasa menolak keinginan kakeknya itu.
"Kalau nggak mau makan, nanti malam saya paksa belah duren!" ancam Agam.
Sontak mata Liora membelalak lebar. Matanya yang sudah lebar, semakin lebar dan bulat, seperti mau keluar dari tempatnya.
Darahnya mendidih, ingin sekali Liora menumpahkan makanan di depannya ke wajah Agam. Namun ia tidak cukup berani, pasalnya Agam adalah guru agamanya disekolah.
"Buka mulutnya....!"
Agam berhasil menjejal makanan ke mulut Liora, Liora mendelik tajam menatap pria itu. Setelah selesai, sisanya Agam makan dan habiskan.
Pesta tertutup akhirnya selesai. Semua tamu undangan yang jumlahnya tidak banyak itu sudah pulang ke rumahnya masing-masing. Kini Liora gamang, dia bingung setelah ini mau kemana. Ia tentu paham setelah ini pasti akan ikut suaminya.
Kemudian disusul keluarga Liora juga ikut berpamitan. Liora langsung bersiap-siap ingin ikut pulang juga.
"Kamu mau kemana?" tanya Arian pada putrinya.
"Mau ikut papa dan mama pulang!" jawab gadis itu merasa tidak berdosa.
"Kamu ini sudah menjadi istri. Jadi sekarang tanggung jawab kamu, papa serahkan ke suami kamu. Kamu harus mengikuti kemanapun suami kamu pergi!" tegur si papa.
"Papa jahat....! Papa sengaja nikahin aku, biar aku nggak jadi beban papa. Gitu?" kesal Liora pada papanya.
"Bukan begitu, Nak. Tapi memang begitulah seharusnya," sahut Arian dengan lembut, "Sekarang kamu sudah menikah. Kamu sudah menjadi seorang istri. Papa yakin pasti kamu paham apa tugas dan kewajiban seorang istri!" tutur Arian lagi.
"Tapi, Pah.....!"
"Sudah, Sudah. Sekarang kamu disini saja!" ujar Arian pergi meninggalkan Liora yang masih mematung di tempatnya.
"Kamu baik-baik disini ya, Dek. Abang yakin, Pak Agam itu pria baik. Dia pasti bisa membawa kamu ke jalan yang benar!"
"Abang pikir jalanku salah!" sewot Liora mendelik tajam.
"Hehehe, ya nggak....! Cuman Abang ngeliat Agam, dia pria baik kok. Guru agama lagi. Siapa tahu kan, dia bisa ngrukiyah kamu, kalau kamu membuat ulah atau kesurupan!" ledek Satya terkekeh-kekeh.
"Abanggggggg....!" pekik Liora kesal, "Dasar Bang Sat....!" tanduk Liora sudah keluar, siap-siap nyeruduk.
"Dek....!" Sarah memeluk tubuh adik iparnya dengan lembut. Siapa sangka adik iparnya yang masih terbilang belia sudah menjadi seorang istri.
"Selamat ya!" bisiknya, "Mbak pulang dulu!"
"Hem. Hati-hati, Mbak. Doain Liora, semoga Liora nggak stress menghadapi ini semua!"
"Kok ngomongnya gitu?"
"Abisnya kalian semua tega banget sama aku....!" ucap Liora menahan isaknya.
"Maafkan Mbak nggak bisa bantuin kamu ya, Dek!"
Sarah pun ikut masuk ke mobil. Mobil yang dikendarai suaminya sendiri. Dari dalam mobil, Mirnawati terus memandangi wajah putrinya. Lama sekali Mirnawati menatap putrinya dari kejauhan. Ingin kembali rasanya mengajak putrinya pulang ke rumah, dan memeluknya erat. Namun ia sadar, itu sudah tidak bisa. Gadis kecil dan bandelnya sudah menjadi seorang istri. Sudah menjadi milik orang lain. Milik seorang guru agama. Semoga saja ditangan menantunya itu, Liora bisa berubah. Menjadi seorang gadis yang lembut dan halus, tidak bar-bar, dan tidak ikut tawuran lagi. Mirna hanya bisa menangis di dalam hati.
"Jalankan mobilnya, Sat!" titah Arian pada putranya.
"Ayo kita juga harus istirahat!"
Setengah jam berlalu, tapi Liora masih belum masuk ke dalam. Agam yang sudah selesai ngobrol dengan ayahnya pun langsung mencari keberadaan istri kecilnya itu di luar. Dan benar saja, Liora masih berdiri di depan gedung pernikahan.
"Kamu dengar saya kan?" ujar Agam dengan suara keras, "Ayo kita istirahat! Kamu pasti capek!" ujar Agam menggandeng tangan istrinya. Namun oleh Liora ditepis mentah-mentah.
"Sehabis ini kita mau kemana? Nggak mungkin kan tidur di gedung pernikahan?"
"Kenapa? Kamu ingin cepat-cepat malam pertama?"
"Eh....?"
Bersambung.....
Komen ya....🤭😆😆