NovelToon NovelToon
Dimensi Rakaluna

Dimensi Rakaluna

Status: sedang berlangsung
Genre:Epik Petualangan / Dunia Lain / Penyelamat
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Zoreyum

Seorang penjual keliling bernama Raka, yang punya jiwa petualang dan tidak takut melanggar aturan, menemukan sebuah alat kuno yang bisa membawanya ke berbagai dimensi. Tidak sengaja, ia bertemu dengan seorang putri dari dimensi sihir bernama Aluna, yang kabur dari kerajaan karena dijodohkan dengan pangeran yang tidak ia cintai.

Raka dan Aluna, dengan kepribadian yang bertolak belakang—Raka yang konyol dan selalu berpikir pendek, sementara Aluna yang cerdas namun sering gugup dalam situasi berbahaya—mulai berpetualang bersama. Mereka mencari cara untuk menghindari pengejaran dari para pemburu dimensi yang ingin menangkap mereka.

Hal tersebut membuat mereka mengalami banyak hal seperti bertemu dengan makhluk makhluk aneh dan kejadian kejadian berbahaya lainnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoreyum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pangeran VS Monster Singa

Dari balik pepohonan yang menjulang tinggi, makhluk itu muncul dengan gerakan halus namun mengintimidasi. Ia memiliki tubuh seperti singa besar, tapi dengan sisik-sisik keperakan di sepanjang punggungnya, dan sepasang tanduk melingkar di kepalanya. Matanya yang merah menyala menatap tajam ke arah Radit dan Rudolf, seolah siap untuk menyerang kapan saja.

Radit, yang biasanya ceroboh dan penuh percaya diri, tiba-tiba berdiri kaku, memegang pedangnya dengan tangan gemetar. "Eh, Rudolf… ini… monster, kan? Maksudku, dia kelihatan sangat bukan teman."

Rudolf, meskipun terlihat lebih tenang, tidak bisa mengabaikan ancaman nyata di depan mereka. "Ya, Yang Mulia. Ini sepertinya makhluk penjaga hutan. Mereka biasanya hanya muncul jika merasa ada ancaman di wilayah mereka."

Radit menelan ludah, matanya tidak lepas dari makhluk itu yang sekarang mulai mendekat dengan perlahan, seolah-olah mengukur langkah berikutnya. "Jadi… apa kita mundur pelan-pelan? Atau kau punya trik sihir yang keren untuk mengusirnya?"

Rudolf menatap makhluk itu sejenak, mempertimbangkan situasi. "Saya bisa mencoba menenangkan makhluk itu dengan sihir pelindung, tapi jika dia menyerang, kita harus siap bertarung."

Radit mengangguk, meskipun jelas-jelas dia tidak terlalu bersemangat dengan ide bertarung. "Baiklah, baiklah. Aku… aku akan menjaga jarak saja dan biar kau yang urus sihirnya, ya?"

Rudolf hanya mengangguk singkat, lalu mulai merapalkan mantra pelindung. Sebuah cahaya hijau lembut mulai muncul di tangannya, membentuk lingkaran energi yang melingkupi mereka berdua. Cahaya itu tampak menenangkan, dan makhluk di depan mereka berhenti sejenak, memiringkan kepalanya seolah-olah penasaran dengan apa yang terjadi.

"Bagus," bisik Radit, meskipun suaranya terdengar sedikit gemetar. "Teruskan saja begitu, Rudolf. Kita aman… kan?"

Namun, sebelum Radit bisa merasa terlalu lega, makhluk itu menggeram keras, mengepakkan sayap-sayap kecil yang ternyata tersembunyi di punggungnya. Dengan satu loncatan besar, makhluk itu meluncur maju, menerobos lingkaran pelindung Rudolf yang tampaknya hanya mampu menahan serangan sebentar.

Radit menjerit, mundur dengan terburu-buru hingga hampir tersandung. "Rudolf! Sihirnya nggak berhasil! Apa yang harus kita lakukan sekarang?!"

Rudolf, yang masih tenang meskipun situasinya genting, dengan cepat mengangkat tongkat sihirnya. "Saya akan melancarkan serangan balasan, Yang Mulia. Siapkan diri Anda untuk mundur."

Tanpa ragu, Rudolf melancarkan serangan sihir langsung ke makhluk itu, memancarkan kilatan cahaya biru yang menghantam tubuh bersisiknya. Makhluk itu terhuyung, tetapi hanya beberapa detik kemudian, ia bangkit kembali dengan kemarahan di matanya.

Radit yang melihat ini langsung panik, melangkah mundur lebih jauh. "Kita seharusnya tidak mendekati hutan ini! Siapa yang menyarankan ide bodoh ini… oh ya, aku!"

Rudolf tidak menoleh, hanya terus fokus pada pertarungannya dengan makhluk tersebut. Dia tahu bahwa melawan makhluk seperti ini membutuhkan waktu dan kekuatan, tetapi yang lebih penting, dia harus memastikan Radit tetap aman.

"Yang Mulia, mundurlah sekarang!" perintah Rudolf sambil terus menyerang dengan sihirnya.

Radit, meskipun enggan meninggalkan pelayannya sendiri, akhirnya menurut dan mulai berlari menjauh dari lokasi pertempuran. Namun, langkah-langkahnya yang tidak hati-hati membuatnya tersandung akar pohon yang mencuat dari tanah. Dengan suara gedebuk yang keras, Radit jatuh terjerembab ke tanah.

"Ah! Kenapa ini selalu terjadi padaku!" keluh Radit sambil berusaha bangkit. "Aku seorang pangeran! Seharusnya aku tidak terjebak dalam hal-hal seperti ini!"

Makhluk itu melihat Radit terjatuh dan mengalihkan perhatian padanya. Ia mendengus dan mulai bergerak menuju Radit dengan geraman lebih keras. Melihat hal ini, Radit segera panik.

"Rudolf! Dia datang ke arahku! Tolong!" teriak Radit dengan ketakutan, mengayunkan pedangnya secara acak seolah itu akan menghentikan makhluk tersebut.

Rudolf segera bertindak, mengeluarkan mantra lain dengan lebih kuat. Sebuah lingkaran api kecil muncul di tanah di sekitar makhluk itu, membuat makhluk itu berhenti dan mundur beberapa langkah. Gerakan Rudolf cepat dan penuh kontrol, meskipun situasinya tampak genting.

Makhluk itu akhirnya mundur setelah terkena sihir Rudolf, melangkah mundur dengan geraman pelan sebelum berlari kembali ke dalam hutan dan menghilang di antara pepohonan.

Radit menghembuskan napas panjang, duduk di tanah dengan wajah yang masih pucat. "A-Aku pikir... kita akan mati tadi."

Rudolf berjalan mendekati tuannya, menatap Radit dengan tenang. "Tenang, Yang Mulia. Kita masih selamat. Tapi kita harus lebih berhati-hati. Hutan ini penuh dengan makhluk yang tidak bisa kita remehkan."

Radit mengangguk, mencoba meredakan napasnya yang tersengal-sengal. "Iya... iya. Kurasa... aku nggak bakal meremehkan hutan lagi."

Namun, meskipun situasinya sudah mereda, Radit tidak bisa menahan diri untuk sedikit tersenyum bangga pada dirinya sendiri. "Tapi... hei, aku nggak sepenuhnya kabur, kan? Aku berani mencoba melawan... sedikit."

Rudolf tersenyum tipis, tahu betul bahwa Radit memang selalu punya cara untuk mengubah setiap situasi jadi bahan pembenaran diri. "Ya, Yang Mulia. Anda cukup berani."

Radit bangkit dari tanah, menepuk-nepuk celana dan jubahnya yang kotor. "Yah, kalau begitu... mari kita lanjutkan. Kita tidak bisa mundur sekarang, bukan?"

Rudolf mengangguk, meski matanya tetap waspada. "Tentu, Yang Mulia. Tapi kali ini, mari kita lebih berhati-hati."

Dengan langkah yang sedikit lebih hati-hati, mereka berdua melanjutkan perjalanan mereka ke dalam hutan, mengikuti jejak magis yang masih berpendar samar di depan mereka. Di balik sikap kekanak-kanakannya, Radit tetap bertekad untuk menemukan Aluna—dan meskipun sering kali ia tersandung dalam usahanya, ada kesungguhan dalam hatinya yang tidak bisa diabaikan.

---

Di sisi lain, di dimensi asing, Raka dan Aluna telah memutuskan untuk bermalam di bawah pohon besar yang memancarkan cahaya redup. Meskipun mereka tahu bahwa perjalanan ke dimensi sihir kuno akan penuh tantangan, mereka juga tahu bahwa beristirahat sebelum perjalanan panjang adalah keputusan yang bijak.

Raka, yang sejak tadi berusaha tidur namun tidak bisa, menoleh ke Aluna yang duduk diam sambil memandangi bintang-bintang aneh di langit. "Kau nggak bisa tidur juga, ya?"

Aluna menggeleng pelan. "Tidak. Ada terlalu banyak yang harus kupikirkan. Dan... tempat ini membuatku waspada."

Raka menghela napas dan mengangguk. "Aku tahu maksudmu. Rasanya seperti kita selalu dikejar sesuatu."

Aluna menatap Raka sejenak, lalu tersenyum tipis. "Kau sudah banyak berubah sejak pertama kali kita bertemu."

Raka tertawa kecil. "Berubah? Maksudmu... aku jadi lebih berani?"

Aluna mengangkat bahu. "Mungkin. Atau mungkin kau hanya belajar untuk beradaptasi. Tapi aku tahu satu hal—kita tidak akan berhasil sejauh ini tanpa bantuanmu."

Raka terdiam sejenak, meresapi kata-kata itu. Meskipun sering kali dia meragukan dirinya sendiri, kata-kata Aluna memberinya sedikit rasa percaya diri. "Terima kasih, Aluna. Itu berarti banyak."

Aluna hanya tersenyum, matanya kembali menatap langit. "Kita istirahat sekarang, Raka. Besok kita harus siap untuk perjalanan besar."

1
☆☆D☆☆♡♡B☆☆♡♡
hadir semangat😁💪💪💪🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!