Arumi harus menelan kekecewaan setelah mendapati kabar yang disampaikan oleh Narendra, sepupu jauh calon suaminya, bahwa Vino tidak dapat melangsungkan pernikahan dengannya tanpa alasan yang jelas.
Dimas, sang ayah yang tidak ingin menanggung malu atas batalnya pernikahan putrinya, meminta Narendra, selaku keluarga dari pihak Vino untuk bertanggung jawab dengan menikahi Arumi setelah memastikan pria itu tidak sedang menjalin hubungan dengan siapapun.
Arumi dan Narendra tentu menolak, tetapi Dimas tetap pada pendiriannya untuk menikahkan keduanya hingga pernikahan yang tidak diinginkan pun terjadi.
Akankah kisah rumah tangga tanpa cinta antara Arumi dan Narendra berakhir bahagia atau justru sebaliknya?
Lalu, apa yang sebenarnya terjadi pada calon suami Arumi hingga membatalkan pernikahan secara sepihak?
Penasaran kisah selanjutnya?
yuk, ikuti terus ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadya Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 4
Terjadi ketegangan antara Arumi dengan Narendra. Wanita itu tidak menyangka jika pria yang baru saja menikahi dirinya adalah seorang duda.
Apa, duda? Duda mati? Atau duda cerai? Apa dia juga sudah punya anak? Begitulah yang terbesit di kepala Arumi ketika mengetahui fakta dari suami asingnya.
“Kenapa nggak bilang sebelumnya?” Arumi bertanya dengan nada tinggi dan dingin.
“Kamu sendiri nggak tanya apapun padaku, jadi, menurutku di sini aku tak bersalah. Lagipula aku sudah memberitahu ayah pasal statusku dan dia tidak masalah,” pungkasnya seraya kembali merebahkan tubuhnya yang sudah mengantuk, membelakangi Arumi.
Arumi bergegas menarik lengan Narendra agar kembali duduk. “Tunggu, dulu!”
“Katakan! Katakan, berapa mantan istrimu? Apa kamu juga sudah punya anak?”
Narendra membalikkan tubuhnya dan menatap kesal ke arah Arumi.
“Aku duda cerai karena istriku ternyata berselingkuh,” ungkap Narendra kemudian kembali memunggungi Arumi yang terpaku.
“Terus apa alasan kamu terima pernikahan dadakan ini?!”
“Karena aku ingin mengusir mantan istriku yang terus menerus menggangguku, puas!” sentak Narendra.
Badannya cukup lelah dengan apa yang pria itu lakukan seharian ini, tetapi Arumi sama sekali tidak memberikannya waktu untuk beristirahat. Mengabaikan Arumi yang menggerutu, Narendra segera memejamkan matanya untuk menjemput mimpi, sementara Arumi ikut merebahkan tubuhnya di samping Narendra dengan pembatas guling di tengah-tengah keduanya.
Arumi cukup kesal dan terkejut akan kenyataan jika dirinya menikah dengan seorang duda, terlebih duda cerai.
Ia khawatir jika suaminya ini biang masalah terlepas dari pengakuannya bahwa istrinya yang berselingkuh.
Aku harus selidiki pria ini. Jangan sampai dia minta haknya tapi ternyata dia psikopat gi*la atau mungkin, dia pemburu wanita, batin Arumi.
***
Tari dan Dimas baru saja masuk ke kamar setelah dirasa cukup mengantuk. Orang tua Arumi kini tengah berperang dengan pikirannya masing-masing sebab kejadian hari ini benar-benar menguras energi dan emosi keduanya.
“Sebenarnya, apa yang terjadi sama Arumi ya, Yah. Perasaan, dulu Arumi sama Vino baik-baik saja, bahkan mereka sering keluar dan sampai-sampai maksa ingin cepat menikah. Padahal setahu Ibu, Arumi baru kenal sama Vino kurang dari enam bulan,”
“Ayah juga nggak tahu, Bu. Tapi dari awal perasaan Ayah memang tidak enak dengan anak itu. Dan terbukti bukan, sekarang Vino pergi begitu saja tanpa pemberitahuan. Ya, Ayah, sih, bersyukur, setidaknya mereka tidak jadi menikah.” Dimas menghembuskan napasnya pelan, menatap sang istri.
“Maaf … Ayah sudah mengambil keputusan tanpa berdiskusi terlebih dahulu,”
“Ayah kenapa bisa sampai terpikir untuk meminta Narendra menikah sama Arumi?”
“Awalnya Ayah ingin mendesak mereka untuk menyeret Vino ke sini. Tapi Ayah pikir, tidak ada gunanya karena pria itu pasti tengah bersembunyi. Ayah kembali teringat Arumi yang bisa saja jadi bahan gunjingan orang-orang karena batal menikah, alhasil, Ayah secara spontan minta Narendra untuk menikah sama Arumi,”
“Tapi apa alasan Narendra tiba-tiba terima Arumi, ya, Yah, bukannya awalnya Narendra juga menolak?”
“Entahlah, mungkin juga, dia kasihan sama putri kita. Tapi, Bu, kamu tidak masalah, ‘kan, kalau menantu kita ternyata duda?”
“Hem … semoga saja mereka bisa menjalani rumah tangga mereka dengan baik. Ibu, sih, tidak masalah selagi Narendra bisa menjaga dan membimbing Arumi supaya dia bisa menjadi istri yang baik untuk suaminya.”
Dimas mengangguk paham. Mereka memang telah mengetahui status menantunya sesaat sebelum acara ijab kabul dimulai.
Awalnya, Dimas menolak ketika Narendra ingin berbicara dengannya, sebab ia pikir calon menantunya itu akan membatalkan niatnya menikahi Arumi. Namun, Narendra langsung berseru bahwa dirinya sudah pernah menikah.
Hal itu tentu membuat Dimas terkejut dan menanyai Narendra lebih lanjut. Beruntung pria muda itu mengatakan mengenai status dudanya sehingga Dimas tidak lagi punya alasan untuk tidak jadi menikahkan Arumi dengan Narendra.
***
Narendra terjaga dari tidurnya setelah merasakan beban berat tengah menimpanya. Ketika pria itu melirik ke atas tubuhnya, betapa terkejutnya pria itu ketika mendapati Arumi tengah memeluknya dengan posesif.
Guling yang diletakkan Arumi di tengah-tengah mereka pun sudah hilang entah ke mana.
Narendra kembali melirik ke arah Arumi yang tengah menenggelamkan wajahnya di lengannya. Sungguh, Narendra akui, jika Arumi terlihat sangat cantik ketika tertidur pulas dengan dengkuran halus dari bibir mungilnya.
Pria itu mengabaikan Arumi dan berpura-pura tertidur setelah merasakan pergerakan dari Arumi.
“Eng!”
Arumi meraba sesuatu yang keras. Ia memijatnya bahkan sampai menekannya karena merasa aneh dengan guling kesayangannya.
Perlahan Arumi membuka matanya yang masih terasa lelah, tetapi setelah mendapati orang asing tidur di sebelahnya bahkan begitu nyaman dalam dekapannya. Arumi lantas terpekik dan tanpa sengaja menendang tubuh Narendra yang tengah berpura-pura tertidur.
“Aaaa!!”
Bruk!!
“Awww!”
“Apa yang kau lakukan di dalam kamarku?!” teriak Arumi bak kesetanan. Mata wanita itu mendelik marah ke arah Narendra.
Ia sangat terkejut melihat orang asing di dalam kamarnya. Terlebih orang itu tidak memakai atasan. Dan hal itu berhasil membuat Arumi kalang kabut dan mengecek keadaan bajunya.
“Syukurlah,” gumamnya pelan ketika mendapati bajunya masih terpasang lengkap di tu*buhnya.
Narendra mengusap bo*bongnya yang nyeri. Tendangan Arumi benar-benar keras, membuat ia yang belum siap dengan apa yang dilakukan Arumi tentu terkejut dan tidak menyangka. Pria itu segera meraih kaosnya di ujung kasur kemudian kembali memakainya setelah semalam ia lepas.
“Kamu kasar banget, sih,” gerutu Narendra.
“Ngapain kamu tidur di kamarku, hah!”
“Wah, bukannya gi*la, kamu malah jadi amnesia, ya?”
“Maksud kamu?”
“Aku suami kamu, Arumi Dinara Putri!” bentak Narendra kemudian berlalu ke arah pintu.
Arumi gelagapan, ia lupa jika kemarin telah menikah dengan Narendra. “Eh–”
Belum sempat Arumi mencegah, Narendra sudah lebih dulu ke luar dan menutup pintu dengan keras.
Brak!
“Arrrggghhh!” Arumi jadi kesal sendiri.
Tanpa memedulikan Arumi yang tengah kesetanan, Narendra memilih menuju ke arah dapur untuk membasahi tenggorokannya yang rasanya kering. Di sana ia melihat sang mertua sudah berkutat bersama alat masaknya.
“Sudah bangun, Nak, gimana tidurnya semalam?” Tari menyapa menantunya.
“Kacau, Bu. Ada gempa bumi kayaknya. Tadi saya bangun karena merasakan guncangan kuat di atas kasur.” Narendra melirik Arumi yang tengah berjalan ke arah meja makan dengan ujung matanya.
“Masak, sih? Perasaan Ibu, nggak ada gempa, deh. Kamu ngelindur mungkin?”
“Mana ada, Bu. Orang saya sampai jatuh ke lantai. Ini aja pinggang saya masih ngilu,” adunya dramatis, membuat Arumi mencebikkan bibirnya.
“Ya, ampun … ini pasti ulah Arumi. Sudah, sana, kamu istirahat lagi. Nanti kalau sudah matang, Ibu panggil,”
“Ya, sudah, saya balik ke kamar dulu, Bu.” Narendra berpamitan setelah menenggak air minum dari dalam kulkas.
Mengabaikan Arumi yang melirik kesal ke arahnya, pria itu berjalan tenang menuju ke kamar untuk membersihkan dirinya.
Arumi berjalan menghampiri sang ibu yang tengah menggoreng nasi untuk sarapan.
“Ibu, apa-apaan, sih. Sebenarnya yang anak Ibu itu Arumi atau Naren? Kenapa Ibu selalu belain dia?” Arumi sungguh kesal sang ibu terlalu berlebihan pada menantu dadakannya.
Ya, Arumi baru tersadar jika dirinya telah menikah dengan pria asing yang ternyata seorang duda cerai dan hal yang lebih membuatnya kesal karena keluarga terlihat berpihak pada suaminya ketimbang padanya yang jelas-jelas keluarga sedar*ahnya.
“Kamu dan Naren sama-sama anak Ibu, Rum. Kamu kenapa pagi-pagi udah marah kayak gitu. Kamu, kan, yang buat suamimu jatuh dari kasur?” tuduh Tari yang seratus persen benar.
“Enggak! Anak Ibu cuma aku, Naren bukan! Lagian siapa yang nggak kaget, bangun tidur ada pria asing yang setengah telanja*ng kayak gitu, ya, Arumi tendang sampai jatuh,”
“Jangan gampang kesal begitu, nanti kalau kamu tiba-tiba jatuh cinta sama suamimu, bisa repot kamu, ntar,” tegur Tari.
“Nggak! Aku nggak akan jatuh cinta sama duda cerai itu!” Arumi berseru kesal, sementara sang ibu hanya terkekeh kecil dan menggeleng.
Alah, sekarang bilangnya nggak akan jatuh cinta, ntar juga lama-lama jadi nempel kayak perangko, batin Tari menertawakan putrinya.