NovelToon NovelToon
Terikat Janji Dalam Kegelapan

Terikat Janji Dalam Kegelapan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Terpaksa Menikahi Suami Cacat / Menyembunyikan Identitas / Penyelamat / Kekasih misterius
Popularitas:110.8k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Kaivan, anak konglomerat, pria dingin yang tak pernah mengenal cinta, mengalami kecelakaan yang membuatnya hanyut ke sungai dan kehilangan penglihatannya. Ia diselamatkan oleh Airin, bunga desa yang mandiri dan pemberani. Namun, kehidupan Airin tak lepas dari ancaman Wongso, juragan kaya yang terobsesi pada kecantikannya meski telah memiliki tiga istri. Demi melindungi dirinya dari kejaran Wongso, Airin nekat menikahi Kaivan tanpa tahu identitas aslinya.

Kehidupan pasangan itu tak berjalan mulus. Wongso, yang tak terima, berusaha mencelakai Kaivan dan membuangnya ke sungai, memisahkan mereka.

Waktu berlalu, Airin dan Kaivan bertemu kembali. Namun, penampilan Kaivan telah berubah drastis, hingga Airin tak yakin bahwa pria di hadapannya adalah suaminya. Kaivan ingin tahu kesetiaan Airin, memutuskan mengujinya berpura-pura belum mengenal Airin.

Akankah Airin tetap setia pada Kaivan meski banyak pria mendekatinya? Apakah Kaivan akan mengakui Airin sebagai istrinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

28. Saling Memahami

Kaivan tersenyum kecil, meski ia tahu senyumnya mungkin tak terlihat. "Aku sempat berpikir... mungkin aku hanya jadi beban bagimu. Tapi kau menunjukkan sesuatu yang berbeda. Kau membuatku merasa dihargai, meski dalam kondisiku yang sekarang."

Mata Airin memanas mendengar pengakuan itu. Ia tidak menyangka Kaivan memendam perasaan seperti itu selama ini. Dengan penuh tekad, ia mengulurkan tangannya, menyentuh lengan Kaivan dengan lembut.

"Kak, kau tidak pernah menjadi beban bagiku. Kau adalah suamiku. Aku ingin melindungi kita, sama seperti kau ingin melindungi aku. Jadi, mulai sekarang, mari kita hadapi semua ini bersama, ya?"

Kaivan merasakan kehangatan dari genggaman tangan Airin. Hatinya terasa lebih ringan dari sebelumnya. Meskipun ia tidak bisa melihat wajah istrinya dengan jelas, ia bisa merasakan ketulusan yang terpancar dari kata-katanya.

"Baik," jawab Kaivan akhirnya, nadanya penuh keyakinan. "Mulai sekarang, kita akan menghadapi semuanya bersama. Aku berjanji akan menjadi suami yang bisa kau andalkan."

Airin tersenyum kecil, merasa lega karena akhirnya dapat menyampaikan perasaannya. Ia tahu jalan di depan mereka tidak akan mudah, tetapi untuk pertama kalinya, ia merasa yakin bisa menghadapi apapun yang terjadi nanti bersama Kaivan.

Nenek Asih menatap Kaivan dan Airin dalam diam, hatinya perlahan hangat oleh pemandangan itu. Ia memperhatikan bagaimana Kaivan, meskipun tak bisa melihat, begitu tulus menyentuh kepala Airin dengan lembut. Gurat-gurat wajah cucunya tampak lebih tenang, seolah kehangatan dari suaminya telah menghapus keraguan yang tadi melingkupinya.

Airin kini tersenyum kecil, dan Kaivan, meski tak menampakkan emosi berlebihan, menunjukkan kesabaran dan ketulusan yang begitu mendalam.

Dalam hati, Nenek Asih merasa haru. "Ternyata benar dugaanku," pikirnya. "Airin tidak salah memilih Ivan. Dia bukan hanya pria baik, tetapi juga suami yang berusaha keras meski dalam keterbatasannya. Tuhan memang selalu punya rencana terbaik untuk setiap hambanya."

Nenek Asih menghela napas panjang, namun kali ini dengan rasa lega yang mengalir dalam hatinya. Ia tak menyangka pria yang awalnya ia ragukan, karena kekurangan fisik dan masa lalu yang tersembunyi, ternyata mampu menunjukkan sisi yang begitu mulia. Kaivan tak hanya berusaha memahami Airin, tetapi juga melindungi dan mendukungnya dengan cara yang jarang dilakukan pria lain.

Melihat interaksi mereka, Nenek Asih akhirnya membuang jauh keraguan yang selama ini ia simpan. Tatapan Nenek Asih melembut, dan di dalam hatinya, ia bertekad untuk lebih mendukung hubungan mereka. Tanpa suara, ia berdoa, "Ya Tuhan, lindungilah mereka berdua. Jadikan Ivan suami yang kuat untuk Airin, dan jadikan Airin istri yang bijaksana untuk Kaivan. Ampuni hamba yang terlalu terburu-buru dan lupa akan peran suami dalam pernikahan mereka. Berikanlah kekuatan dan kesabaran pada Ivan, dan panjangkanlah umur hamba agar hamba bisa terus melihat kebahagiaan Airin bersama suaminya."

Nenek Asih menghapus air mata yang sempat menggenang di sudut matanya, lalu kembali menatap mereka dengan penuh harapan. Momen itu membuatnya menyadari bahwa Kaivan dan Airin, meski berbeda, adalah pasangan yang saling melengkapi.

Ia tersenyum kecil, lalu beranjak perlahan meninggalkan ruangan, memberi mereka waktu untuk menikmati momen berdua. Dalam hati, Nenek Asih merasa yakin, selama mereka saling memahami seperti ini, badai apa pun yang akan datang pasti bisa mereka hadapi bersama.

***

Supar berjalan cepat ke dalam gudang padi yang hangat dan lembap. Matanya bergerak gelisah, sesekali melirik ke arah tumpukan karung padi yang menjulang. Di sudut ruangan, Juragan Wongso duduk santai di kursinya, sebuah kursi tua dengan ukiran khas Jawa yang memancarkan otoritasnya. Ia sedang memainkan ponselnya, jarinya yang kasar mengetuk layar dengan gerakan cepat, membuka dan menutup aplikasi seperti seseorang yang sedang gelisah.

"Juragan," panggil Supar dengan suara tertahan.

Wongso mendongak perlahan, tatapannya tajam menusuk. "Apa?" tanyanya datar, tapi jelas sarat dengan ketidaksabaran.

Supar menelan ludah, berdiri tegak dengan tangan saling menggenggam di depan perutnya. "Pak Suryo meminta warga berkumpul di lapangan desa sore nanti," katanya.

Wongso mengernyitkan kening, wajahnya berubah serius. "Untuk apa?" tanyanya, nada suaranya lebih rendah tapi penuh tekanan.

"Saya... saya tidak tahu, Juragan," jawab Supar, suaranya sedikit gemetar. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan keberanian sebelum melanjutkan. "Tapi... saya merasa ini bukan hal yang baik bagi Juragan. Apalagi, Pak Suryo dan Bu Warti tidak pernah berpihak pada Juragan."

Mata Wongso menyipit, lalu ia duduk bersandar di kursinya, mengetukkan jari ke sandaran tangan kursi kayu. Ia mendengus, suaranya terdengar seperti desahan orang yang muak.

"Sejak kejadian itu..." Wongso berhenti sejenak, tatapannya kosong, mengingat peristiwa yang masih segar di benaknya. "Anak itu, Ivan, menghajar semua anak buahku. Sekarang, nama baikku di desa ini mulai menurun. Orang-orang mulai berani melawan."

Supar diam, tidak berani menimpali. Ia tahu amarah Wongso masih membara.

Wongso menggenggam cangkir kopi hitam yang masih mengepulkan asap dengan erat, lalu menyeruputnya pelan. Aroma kopi yang pekat bercampur dengan sedikit aroma kayu manis memenuhi udara, menghadirkan kehangatan yang aneh di tengah kekesalan yang menggelayuti pikirannya. Wajahnya yang keriput terlihat semakin gelap di bawah cahaya lampu meja kecil di sudut ruangan. "Sekarang apa lagi yang akan dilakukan Pak Suryo dengan mengumpulkan warga?" gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.

Supar berdiri kaku di tempatnya, dadanya terasa sesak oleh ketegangan yang memenuhi ruangan. Pandangannya tertuju pada Juragan Wongso, yang dengan gerakan kasar meraih rokok dan pemantik dari atas meja.

Juragan Wongso menyulut rokoknya, matanya tajam menatap Supar meski raut wajahnya berusaha tetap tenang. "Kita lihat saja nanti sore," ujarnya dengan nada rendah, namun sarat ketegasan. Ia mengembuskan asap rokok perlahan, tatapannya menerawang sejenak sebelum menambahkan, "Awasi dari jauh. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya sedang mereka rencanakan."

Supar mengangguk cepat, tubuhnya hampir membungkuk karena takut. "Baik, Juragan."

Wongso melambaikan tangannya, menyuruh Supar pergi. Saat Supar keluar dari gudang, Wongso kembali bersandar di kursinya, mengisap rokoknya dalam-dalam. Dalam hatinya, ia merasakan firasat buruk, sesuatu yang mungkin mengguncang posisinya sebagai penguasa desa. Tapi ia tidak akan tinggal diam. "Mereka pikir aku akan kalah begitu saja? Kita lihat siapa yang menang," pikirnya sambil mengepalkan tangan.

***

Sore itu, Pak Suryo berdiri di tengah lapangan kecil desa, di hadapannya sudah berkumpul sebagian besar warga. Suaranya yang lantang menggema, menarik perhatian setiap orang yang hadir.

"Saudara-saudara sekalian," ia memulai dengan nada tegas namun bersahabat. "Sudah terlalu lama kita semua hidup dalam bayang-bayang ketakutan terhadap Wongso dan anak buahnya. Hari ini, saya ingin mengajak kalian semua untuk mengubah itu."

Warga mulai saling berbisik, sebagian terlihat bingung, sebagian lagi tampak tertarik dengan apa yang akan dikatakan Pak Suryo.

"Beberapa hari terakhir, kita semua melihat sendiri bagaimana Wongso mencoba menindas Airin dan Ivan. Tapi apa yang terjadi? Seorang Ivan, yang bahkan tidak bisa melihat, mampu menghadapi Wongso dan anak buahnya seorang diri. Bayangkan, satu orang saja bisa membuat mereka mundur. Lalu kenapa kita, yang jumlahnya puluhan, bahkan ratusan, masih takut?"

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
kaylla salsabella
ealah Vanya nanti nasib kamu seperti Meliah
Mrs.Riozelino Fernandez
aku siap menunggu Vanya terbakar hidup hidup kk Thor 😆😆
Mrs.Riozelino Fernandez
kamu terlalu percaya diri Vanya...
udah tau punya istri malah kamu dekati...kan kakeknya yang suka,bukan Kaivan nya 🤣🤣🤣
nikah gih ma kakeknya...
abimasta
bagus kaivan jangan biarkan orang2 menyakiti istrimu termasuk kakek bramantyo perlu dikasih peringatan
kaylla salsabella
ealah Vanya ..Vanya mimpi kamu
Syavira Vira
gemes 💪❤️❤️❤️
Syavira Vira
💪💪❤️❤️❤️
Anitha Ramto
Mampus kalian semua yang berambisi..sekarang rasain lu bisnismu sdh hancur karena ulahmu sendiri yang berani mengusik oarang yang berkuasa dan berpengaruh
Dwi Winarni Wina
Mampooos rasakan itu siulet bulu vanya perusahaan orgtuamu dibikin bangkrut...
Makanya vanya jgn bermain api akhirnya terbakar sendiri....

kaivan akan bertindak tegas siapapun yg mengusik dan menyakiti istri tercintanya....
Kaivan sangat berkuasa dan bukan org sembarangan siapapun yg berani mengusiknya akan dihancurkan...

Dasar siulet bulu vanya kegatelan pgn jd nyonya aeron mimpimu ketinggian vanya jatuh nanti sakit....
kaivan sebelas dua belas sm papa alva berhubungan org dicintai akan gercap bertindak....
hati2 vanya jgn cari masalah lg sm kaivan akan tahu akibatnya...

lanjut thor makin seru dan menarik.....
phity
aku suka kaivan, truslah jgn pernah lengah sedikitpun ttg orng2 yg mau berncana jahat od hubunganmu dgn airin...aduuu ini si kakek2 kapan sadarnya ya..msh sj mencoba memisahkan airin dan kaivan....mmg ya orng kaya itu susah pasangan hrus setra status sosialnya...ribet amttt
💜🌷halunya jimin n suga🌷💜
kalo semua laki kaya Ivan aman banget ya idup istri ya.,....tapi ingat Lom terpecahkan siapa orang yg nabrak mobil Iva kmrin kan Lom keungkap tuh ....hayo cepet cari trs bikin mondar tuh orangya ....
Ayesha Almira
vannya g kapok SDH dkasih peringatan jg msh ngeyel
Heri Wibowo
jangan nekat Fanya.
Indriani Kartini
dasar kake lucknut dari dulu ga pernah berubah,
Dwi Winarni Wina
Kaivan masak iya cemburu sm adikmu sendiri airin lbh dgn nesha dasar kaivan Sangat protektif dan bucin akut...

Waduuuh siulet bulu vanya mau jd pelakor merebut kaivan dr airin...
mimpimu ketinggian vanya mau jd nyonya aeron....

kaivan aja tdk respek sm kamu,,,siulet bulu mau menggagalkan pesta pernikahan airin dan kaivan...
Sri Hendrayani
awas km terbakar sendiri vanya
Nuni
good job ivan,,
hati2 vanya,pikirkan baik-baik nasib kamu sebelum bertindak
Nuni
good job ivan,,
hati2 vanya,pikirkan baik-baik nasib kamu sebelum bertindak
phity
astaga si kakek masa gk liat kebahagian keluarganya msh berncana jahat aja pd kaivan dan airin ingt kek, kaivan itu cucumu. eh ditambah keluarga vanya...aduuu semoga airin sllu aman dr orng2 jahat itu
abimasta
niat jahat tidak akan berhasil vanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!