Rania, seorang barista pecicilan dengan ambisi membuka kafe sendiri, bertemu dengan Bintang, seorang penulis sinis yang selalu nongkrong di kafenya untuk “mencari inspirasi.” Awalnya, mereka sering cekcok karena selera kopi yang beda tipis dengan perang dingin. Tapi, di balik candaan dan sarkasme, perlahan muncul benih-benih perasaan yang tak terduga. Dengan bumbu humor sehari-hari dan obrolan absurd, kisah mereka berkembang menjadi petualangan cinta yang manis dan kocak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pilihan Hati yang Semakin Jelas
Bab 31: Pilihan Hati yang Semakin Jelas
Hari-hari berlalu dengan cepat. Pusat pengembangan diri Rania semakin dikenal, dan tawaran kerja sama datang dari berbagai pihak. Meski sibuk, Rania merasa lebih damai dibanding sebelumnya. Ia sudah berdamai dengan dirinya sendiri dan mulai menikmati setiap proses perjalanan hidupnya.
Namun, satu hal tetap menggantung di pikirannya: perasaannya terhadap Adrian dan Bintang.
---
Sore Itu di Kafe Favorit
Tara, seperti biasa, sudah menunggu Rania dengan dua cangkir kopi di meja. Begitu Rania duduk, Tara langsung menatapnya penuh selidik.
"Oke, spill semuanya. Gue tahu lo masih mikirin dua orang itu," kata Tara tanpa basa-basi.
Rania tertawa kecil. "Gue nggak ngerti, Tar. Gue nyaman sama Adrian, dia selalu ada buat gue. Tapi di sisi lain, Bintang punya daya tarik yang gue nggak bisa jelasin. Kayak, gue dan dia punya cerita yang belum selesai."
Tara mengangguk bijak. "Ran, lo nggak perlu buru-buru. Terkadang, jawaban itu datang sendiri kalau lo cukup sabar. Tapi, lo harus jujur sama diri lo. Apa yang sebenarnya lo mau?"
Rania termenung. "Gue cuma pengen bahagia. Tapi gue juga nggak mau nyakitin siapa pun."
"Kalau gitu, lo harus siap buat ngambil risiko. Bahagia itu nggak gratis, Ran. Kadang, lo harus bikin keputusan yang berat buat sampai ke sana," kata Tara sambil menepuk bahunya.
---
Malam Itu di Rumah
Rania duduk di balkon lagi, seperti biasa. Tapi kali ini, ia membawa dua surat yang sudah ia tulis. Satu untuk Adrian, dan satu lagi untuk Bintang. Ia belum tahu apa yang akan ia lakukan dengan surat-surat itu, tapi menuliskannya saja sudah membuatnya merasa lebih ringan.
"Gue harus ngikutin kata hati gue," bisiknya pada diri sendiri.
---
Keesokan Harinya
Rania mengundang Adrian untuk bertemu di taman kecil tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama. Adrian datang dengan senyum hangat seperti biasa.
"Ada apa, Ran? Lo kelihatan serius," tanyanya.
Rania menarik napas dalam-dalam. "Adrian, gue mau bilang sesuatu. Gue tahu lo selalu ada buat gue, dan gue bersyukur banget untuk itu. Tapi, gue harus jujur. Perasaan gue ke lo lebih seperti sahabat. Gue nggak mau ngecewain lo, dan gue nggak mau bohong sama diri gue sendiri."
Adrian terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. "Gue udah nebak, Ran. Tapi gue tetap di sini bukan karena gue berharap lebih. Gue di sini karena gue peduli sama lo, dan itu nggak akan berubah."
Rania merasa matanya berkaca-kaca. "Lo terlalu baik, Adrian. Gue nggak tahu gimana caranya balas semua kebaikan lo."
"Cukup jadi diri lo sendiri. Itu udah lebih dari cukup," jawab Adrian sambil memeluk Rania sebentar.
---
Malamnya
Rania mengirim pesan kepada Bintang:
"Gue pengen ketemu. Ada yang mau gue omongin."
Tak lama, Bintang membalas:
"Kapan pun lo siap. Gue selalu ada."
Mereka bertemu di tempat yang sama seperti terakhir kali, di taman kota yang sepi dan damai. Bintang sudah menunggu dengan gitar di tangannya, memainkan melodi lembut.
"Gue selalu suka denger lo main gitar," kata Rania saat duduk di sebelahnya.
Bintang tersenyum. "Gue selalu suka liat lo tersenyum."
Rania menatapnya dalam-dalam. "Gue udah lama mikir, Bintang. Tentang lo, tentang gue, tentang kita. Dan gue tahu sekarang. Gue nggak mau lagi lari dari perasaan gue."
Bintang meletakkan gitarnya dan memegang tangan Rania. "Gue juga, Ran. Tapi gue nggak mau lo ngerasa terpaksa. Kalau lo yakin, gue di sini."
"Gue yakin. Gue nggak mau nyia-nyiain kesempatan ini lagi," jawab Rania dengan tegas.
Mereka tersenyum, dan di bawah langit malam yang bertabur bintang, Rania merasa seperti akhirnya menemukan tempatnya.
---
Beberapa Minggu Kemudian
Hubungan Rania dan Bintang berkembang perlahan tapi pasti. Mereka belajar saling mendukung tanpa menekan, menghormati ruang masing-masing, dan menikmati setiap momen bersama.
Adrian tetap menjadi sahabat terbaik Rania, dan mereka bertiga sering menghabiskan waktu bersama. Tidak ada kecanggungan, hanya rasa saling menghargai dan mendukung.
Rania tahu, hidup tidak selalu mudah. Tapi dengan orang-orang yang mencintainya di sisinya, ia merasa siap menghadapi apa pun yang akan datang.
Dan di suatu malam, saat Bintang memainkan gitar dan Rania menyandarkan kepalanya di bahunya, ia tahu satu hal dengan pasti:
Kebahagiaan sejati adalah ketika lo berani jujur sama diri sendiri dan mengambil langkah yang sesuai dengan hati lo.
To be continued...
Apakah perjalanan Rania dan Bintang akan berjalan mulus? Ataukah tantangan baru akan muncul di depan?