Dia adalah seorang agen intelejen yang di tugaskan di negara yang bertikai.
Di saat perang terkadang dia bertugas sebagai paramedis dan membantu yang terluka.
Hanya saja dalam misi terakhir dia di jebak dan terbunuh, tapi dia tidak ke akhirat.
Dia malah masuk ke dunia kuno, ke tubuh calon Jendral wanita yang di abaikan.
Dia di angkat menjadi jenderal wanita karena ayahnya mendiang Jendral, sehingga gelar harus di wariskan kepada keturunannya.
Tapi, sepupunya menginginkan jabatan itu, sehingga dia berusaha membunuhnya ketika perjalanan menuju ke perbatasan.
"Wanita yang lemah, dan tidak tahu apa-apa tidak cocok menjadi jendral!" Sepupunya menuntut kepada Kaisar.
Melihat jasa-jasa mendiang ayahnya, Kaisar menjadi serba salah.
"Biarkan dia menjadi pengawal pribadi pangeran ke tiga Yang Mulia." Permaisuri mengajukan permintaan.
Pangeran ke-tiga yang cacat, dia adalah panglima perang, hanya saja ketika perang di perbatasan dia mengalami musibah yang hampir merenggut nyawanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Harefa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 2
Dia merasa sangat lelah sehingga dia tertidur. Sebelumnya, dia telah mengikat tubuhnya ke batang pohon tersebut. Agar, jika dia tertidur pulas, maka tidak akan terjatuh kebawah.
Dan memang benar, hampir saja dia jatuh beberapa kali, untungnya tali tersebut menahan tubuhnya agar tetap di pohon.
Luka-lukanya hanya dia tutup seadanya dengan kain yang dia robek. Yang terpenting darahnya tidak selalu keluar. Rencananya besok dia mencari tabib di sekitaran desa terdekat.
Walaupun dia mengetahui medis, hanya saja. dia tidak memiliki peralatan yang memadai.
Ketika dia terbangun di pagi hari, ular besar sudah bertengger di depannya, seperti sedang menunggu dia terbangun. Kepalanya tepat dekat ujung kaki Yenrou.
Dan benar saja, dia sangat terkejut saat mata mereka beradu pandang. Saat ini Gu Yenrou sedang terikat dengan batang pohon yang dia sandari.
Dengan berlahan dia melepaskan simpul tali yang ada di bagian perutnya. Dia berfikir dengan gerak yang pelan tidak akan menarik perhatian ular tersebut.
Tapi pikiran Yenrou ternyata salah, ular itu memperhatikannya. Kepalanya terkadang tengkleng ke kiri dan ke kanan memperhatikan gerak gerik Yenrou.
Yenrou mem-berhentikan gerakannya, kepala ular tersebut diam, matanya berkedip beberapa kali.
Dengan berlahan Yenrou menurunkan kedua kakinya, sehingga posisinya saat ini mengangkangi batang potong yang dia duduki.
Ular besar itu masih memperhatikan nya. Dia berlahan-lahan mengeluarkan pedang yang ada di pinggangnya.
"Mengapa kau mengeluarkan pedang?"
Aahhh...
Yenrou menjerit terkejut. Untung saja dia menggepit dahan pohon di antara kedua pahanya, jika tidak mungkin saja dia sudah terkencing. Dahan itu menahan air seninya keluar.
"Mengapa kau menjerit? sungguh membuat gendang telingaku sakit."
".... "
Pedang yang di pegang Yenrou sudah setengah terlihat, dia masih ragu untuk mengeluarkan nya.
Ular itu melihat tangan Yenrou yang bergetar memegang gagang pedang di depannya.
"Aku sudah menjagamu sepanjang malam, masih tega kah kau membunuhku?"
Ular itu terus saja mengoceh membuat Yenrou tidak tahu harus bersikap simpati atau ketakutan.
"Kau ular... mengapa bisa berbicara?" Akhirnya dia berusaha untuk berbicara.
"Heh? Aku dari dulu bisa berbicara. Mengapa sekarang kau mempertanyakannya? Umurku sudah 500 tahun, baru sekarang hal itu di permasalahkan. Aneh...?"
"Tapi, baru kali ini aku berbicara denganmu, maka itu aku bertanya." Yenrou mencoba untuk menormalkan perasaannya.
Ular besar itu masih memandangnya, Yenrou tidak tahu apa yang sedang di pikirkan ular tersebut.
Sedangkan ular itu bergumam di dalam hatinya, 'Benar saja, aku baru bertemu dengan perempuan ini, haaa.. manusia ini memang merepotkan, ada hal baru langsung saja penasaran.' Dia menarik nafas pelan.
"Tentu saja aku bisa berbicara, aku adalah hewan spesial yang ber-kultivasi. Tapi, tidak semua manusia bisa mengerti jika aku berbicara. Kamu... apakah kamu bukan dari dunia ini?"
Gu Yenrou membelalakkan matanya terkejut, bagaimana dia mengetahui nya?
"Mengapa kau berkata demikian, jelas-jelas aku hidup di dunia ini sekarang."
"Heh? Maksudku... sudahlah, mengapa kau mengikat dirimu? Itu yang selalu aku pikirkan sepanjang malam ini. Aku melihatmu mengikat dirimu sendiri dengan pohon ini, sehingga aku penasaran dan mendekat untuk menjagamu. Mungkin saja kau orang bodoh dari mana... "
'Sial...' Yenrou tidak tahu harus menilai seperti apa ular di depannya ini. Apakah dia pintar atau sedikit.... aneh?
Yenrou tidak ingin menanggapi ular di depannya ini, dia membuka simpul tali yang ada di bagian perutnya.
Karena dia berfikir bahwa ular ini tidak berbahaya, dia melompat turun dari atas pohon.
Ular itu juga mengikuti tindakan nya.