Nyonya Misterius itulah julukkan yang diberikan oleh Arzian Farelly kepada Yumna Alesha Farhana.
Hari yang paling mengejutkan pun tiba, Yumna tiba-tiba meminta Arzian menikah dengannya. Arzian tidak mungkin menerima permintaan wanita itu, karena wanita yang ingin Arzian nikahi hanyalah Herfiza, bukan wanita lain.
Demi melanjutkan misinya hingga selesai, Herfiza memaksa Arzian menikah dengan Yumna demi cintanya. Untuk cintanya, Arzian mampu melakukan apapun termasuk menikah dengan Yumna.
Mampukah Arzian mempertahankan Cintanya kepada Herfiza, atau ia malah terjebak pada cinta Nyonya Misterius yang tidak lain adalah Yumna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Donacute, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MNM -04- Mulai Bekerja
"Kalian ini masih ingin ngobrol atau antri, liat yang di belakang kali masih banyak yang antri," omel Dinda pada Dodi dan Arzian. Memang selain pegawai yang bekerja di mansion ini sangat banyak, pelayan saja bisa lebih dari 20 puluh. Memang wajar juga, karena mansion memang sangat besar. Hanya satu orang yang membersihkan, mana mungkin ada yang sanggup sekalipun gajinya sangat besar.
"Maaf, Bu," kata keduanya menyesal. Tiba giliran Arzian mengambil makanan, memang makanannya tak semewah yang ada di meja makan tadi. Namun, tentu saja makanannya sangat layak bahkan tergolong enak dibandingkan nasi bungkus yang biasanya Arzian beli untuk sarapan sebelum berangkat kerja.
Arzian dan para pegawai yang bekerja di mansion makanan dengan sangat lahapnya, makanannya sangat enak sekali. Koki yang memasak memang juara, tetapi memang bukan koki sembarangan juga sih. Kokinya sama seperti yang masak untuk keluarga Kavendra.
Bekerja di keluarga Kavendra saja seenak ini, Arzian jadi berfikir apa yang dikatakan Faisal padanya itu benar atau tidak. Rasanya tidak mungkin mereka berbuat jahat, atau karena baru sehari saja. Jadi Arzian belum tahu yang sebenarnya.
Pekerjaan Arzian dimulai lagi setelah sarapan, kini ia mendapatkan bagian mencuci piring yang lumayan banyak. Beberapa menit berlalu cucian piring selesai, mencuci piring tidak semudah yang Arzian bayangkan. Karena piring-piringnya harus benar-benar bersih dan ada yang bagian memeriksa kebersihannya segala.
Padahal keluarga Kavendra bisa membeli alat pencuci piring, agar lebih mudah dan cepat. Bukan hanya satu, sepuluh pun masih sanggup. Namun, jika begitu mereka tidak akan memperkerjakan pelayan banyak-banyak. Apalagi sekarang baru menambah beberapa pelayan baru.
"Semua piring sudah selesai kamu cuci kan, Arzian?" tanya Dinda yang tiba-tiba muncul.
"Sudah, Bu," jawabnya sopan.
"Pekerjaan kamu selanjutnya bereskan ruang kerja Nyonya Yumna yang berada di lantai dua," titahnya.
"Baik, Bu." Setelah kepergian Dinda, Arzian terdiam sejenak. Ia kan bekerja di mansion sebagai pelayan, sengaja untuk menjadi bukti. Sekaligus mata-mata amatiran. Mungkin sekarang sudah waktunya Arzian mencari tahu semua, di ruang kerja Yumna pasti banyak sekali bukti yang ia cari.
Di ruang kerja Yumna, Arzian menatap sekeliling. Ia binging mulai membereskan dari mana sekaligus mencari bukti dari mana. Semua terlihat biasa saja, tak ada yang mencurigakan.
Sambil membereskan, Arzian juga mengecek beberapa dokumen yang tergeletak di meja Yumna. Ternyata dokumen biasa saja.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" Arzian tegang, ia bisa mengenali suara itu. Arzian perlahan menengok, Yumna menatapnya dengan tajam. Jantung Arzian berpacu dengan cepat, ia takut sekali kalau apa yang dilakukannya malah ketahuan oleh Yumna.
"Haloo! Apa kamu tuli? Saya tanya kamu loh?"
"Sa-ya di-tu-gaskan Bu Di-nda un-tuk me-m-be-reskan ruang ker-ja Nyo-nya Yumna," jawabnya terbata-bata.
"Oh, membereskan ruangan saya. Tapi kamu tidak habis mencuri atau sedang melakukan hal yang merugikan saya kan?" tanyanya dengan sinis.
Arzian menetralkan dirinya yang sejak tadi tegang, ia sampai lupa Yumna bisa membaca ekpresinya.
"Iya, Nyonya. Saya hanya membereskannya ruangan kerja Nyonya saja." Setelah dirinya tenang, Arzian bisa menjawabnya dengan cepat.
"Terus kenapa kamu tadi gugup gitu, muka kamu juga ketakukan?" Benarkan, Yumna memang bisa membava ekpresinya.
"Maaf, Nyonya. Tadi saya hanya sedikit terkejut karena kedatangan Nyonya," jawabnya.
"Yaudah lanjutkan kerjaanmu." Arzian melirik Yumna yang mengambil beberapa berkas, ketika hendak keluar Yumna dikejutkan oleh kedatangan gadis kecil yang membawa beberapa kertas di tangannya.
"Tante Yumna lihat ini nilaiku seratus semua loh, aku seneng banget. Tante janji kasih aku hadiah kan?"Gadis kecil itu jelas adalah Meyza, Yumna kan memang Tantenya Meyza. Bahkan yang di taman saat itu juga Yumna, tetapi Yumna tidak keluar dari mobil.
Yumna menerima kertasnya, ia bangga sekali pada keponakkannya. "Wah pintar sekali kesayangan Tante, Siap! Nanti Tante kasih hadiah yang banyak deh," katanya dengan tersenyum.
"Yeayyy hadiahhh. Aku suka sama hadiah apalagi banyak." Yumna tertawa melihat keponakkannya kegirangan karena akan mendapat hadiah darinya, lalu Yumna membawa Meyza kepelukkannya.
Arzian melihat kedekatan Meyza dengan Yumna, ternyata Yumna yang terlihat tegas serta cuek. Bisa dekat juga dengan anak kecil.
"Tante ayo main sama aku, udah lama kan enggak main bareng aku," ajaknya. Yumna menatap keponakkannya yang sedang bahagia, tidak tega rasanya menolak ajakkan Meyza.
"Meyza sayang, kesayangan Tante. Kalau sekarang, Tante enggak bisa nemenin Meyza main dulu, soalnya sebentar lagi Tante ada meeting penting. Meyza mainnya sama Mama dan Suster Dita," tolaknya lembut. Mendengar penolakkan yang Tantenya berikan, Meyza langsung menekuk wajahnya.
"Ahh Tante enggak seru, kerja terus. Meeting terus, kan aku juga pengen main sama Tante." Yumna semakin tidak tega apalagi melihat wajah cemberut Meyza.
"Sayang, Tante kan kerja buat kita semua. Buat sekolah Meyza juga loh. Ini aja Tante pulang itu karena mau ambil berkas sayang. Jangan marah yaa, nanti Tante ambil libur deh biar bisa main sama Meyza. Atau mau jalan-jalan juga boleh."
Meyza tidak menjawab, ia terus menambilkan wajah cemberutnya. Arzian berinisiatif mendekati Tante dan keponakkannya itu. "Nona Meyza yang cantik, itu Tantenya sedih loh. Tantenya kan harus kerja makanya enggak bisa main. Nona Meyza kan anak yang pinter, jadi harus ngertiin Tantenya ya."
Meyza menatap Arzian lalu tersenyum. "Yaudah deh, kalau Tante mau pergi meeting. Aku enggak marah lagi, tapi janji ya kalau libur kerja. Tante main sama aku."
"Iya, sayang. Tante janji." Yumna menunjukkan jari kelingkingnya.
"Tapi aku maunya main sama Om Arzian aja deh, Om mau kan." Arzian lumayan terkejut, saat mendengar ajakkan Meyza. Mau menerima tidak mungkin, karena posisinya ia sedang bekerja. Namun, menolak juga Arzian mana berani apalagi di depan Yumna.
"Arzian temani saja Meyza bermain," titahnya.
"Maaf, Nyonya. Tapi kan saya harus bekerja membereskan ruangan Nyonya." Dengan mengumpulkan keberaniannya, Arzian akhirnya bisa mengatakan hal itu.
"Temani saja Meyza, biar pelayan lain saja yang membereskan ruang kerja saya." Yumna melotot saat mengatakan hal itu, membuat Arzian ketakutan dan tak berani menolak lagi.
"Meyza main sama Om Arzian dulu, Tante pamit mau berangkat meeting dulu ya." Yumna mengecup kening keponakkannya sebelum pergi.
Arzian mendesah pelan menatap kepergian Yumna, jika ja harus menemani Meyza. Tentu Arzian tidak bisa mencari bukti lagi di ruangan kerja Yumna. Namun, sekarang Arzian tidak punya pilihan lain.
Dengan semangat, Meyza menarik tangan Arzian untuk ikut bermain dengannya.
"Kita mau main apa, Om?" tanyanya saat sedang berjalan ke ruangan bermainnya.
"Om enggak tahu, sayang. Om ikut kamu saja, kan Om cuma menemin kamu main." Meyza bingung sekali, ingin bermain apa.
"Kalau Om sukanya main apa?" Mendengar pertanyaan Meyza, sekarang Arzian ikut bingung. Ini pertama kalinya ia bermain dengan anak kecil, jadi mana mengerti harus main apa.
" Om ihh, kok diam aja sih." Meyza merajuk, Arzian takut membuat Meyza merajuk, marah dan menangis. Apalagi Meyza kan kesayangan Yumna.
"Om sukanya main bola, cantik. Tapi kan itu mainan anak laki-laki."
"Enggak papa kok, Om. Aku mau main bola, di sekolah aku liat teman-teman main bola. Aku mau juga, tapi enggak bisa. Enggak boleh ikut juga soalnya aku perempuan, kalau di rumah enggak ada yang ajarin. Om mau ajarin aku kan." Arzian hanya bisa mengangguk pasrah.