NovelToon NovelToon
Di Antara Takdir Dan Fiksi

Di Antara Takdir Dan Fiksi

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Reinkarnasi / Mengubah Takdir / Akademi Sihir / Masuk ke dalam novel / Penyeberangan Dunia Lain
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: yarn

perjuangan Lucas untuk melawan nasibnya sebagai karakter sampingan dalam novel, dengan menantang alur yang sudah ditetapkan dan mencari jalan untuk bertahan hidup.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yarn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21 Bertemu Teman Lama

Setelah perjalanan yang panjang dan melelahkan, akhirnya mereka tiba di wilayah Kerajaan Lunaris. Pegunungan dan hutan lebat mulai terlihat di kejauhan, menandai bahwa mereka sudah semakin dekat dengan tujuan. Lucas, Bella, dan Rian memutuskan untuk turun dari kereta kuda dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju desa di barat kerajaan, tempat di mana wabah misterius itu terjadi.

"Sepertinya kita akan lebih cepat kalau berjalan kaki dari sini," ujar Lucas sambil meneguk air dari kantung minumnya. "Jalanan mulai terjal, dan kereta kuda mungkin akan lebih lambat."

Bella mengangguk. "Lagipula, kita tidak ingin terlalu menarik perhatian dengan kereta di wilayah seperti ini."

Rian, dengan tombak di punggungnya, melirik ke sekitar. "Kita harus berhati-hati. Desa ini mungkin tidak ramai, tapi wilayah perbatasan selalu berbahaya. Bandit, beast, siapa tahu apa lagi yang bersembunyi di sini."

Mereka mulai berjalan menyusuri jalan setapak yang dikelilingi pepohonan rindang. Suara angin berdesir dan kicauan burung menjadi latar belakang perjalanan mereka. Di sepanjang perjalanan, Bella tak henti-hentinya berbicara tentang keindahan alam Lunaris, sementara Lucas lebih banyak terfokus pada apa yang akan mereka hadapi di desa nanti.

Setelah beberapa jam berjalan, mereka tiba di sebuah tanda yang menunjuk ke arah desa. Desa itu tampak sunyi dari kejauhan, dan atmosfernya terasa aneh—seolah-olah desa itu sudah lama ditinggalkan.

"Ini dia," kata Lucas, mengamati keadaan sekitar. "Apa kalian merasa sesuatu yang aneh?"

Bella mengerutkan kening. "Ya, sepertinya udara di sini lebih dingin daripada seharusnya. Aku juga tidak mendengar suara hewan sama sekali."

Rian mencengkeram tombaknya lebih erat. "Kita harus tetap waspada. Mungkin wabah itu bukan satu-satunya masalah di sini."

Mereka bertiga melanjutkan perjalanan menuju desa dengan hati-hati, merasakan ketegangan di udara yang semakin tebal. Entah apa yang menunggu mereka di sana, tetapi mereka tahu bahwa misi ini mungkin lebih sulit dari yang mereka perkirakan.

Setelah tiba di desa yang tampak sepi dan suram, Lucas, Bella, dan Rian memperlambat langkah mereka. Bangunan-bangunan desa terlihat tua dan usang, beberapa di antaranya tampak tak terurus. Kabut tipis menyelimuti jalan setapak, menambah kesan mencekam di sekitar mereka. Di tengah keheningan, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki mendekat.

"Siapa kalian?" tanya seseorang dengan nada curiga.

Mereka bertiga segera mengalihkan pandangan ke arah suara itu. Seorang pria paruh baya dengan wajah letih dan tubuh kurus berdiri di depan sebuah rumah reyot. Ia memegang sebuah tongkat kayu, tampak waspada, tapi juga lelah, seolah-olah sudah terlalu lama menghadapi bahaya.

Lucas, mencoba untuk tidak terlihat mengancam, mengangkat tangan sebagai isyarat damai. "Kami adalah pengembara. Mendengar tentang wabah yang menimpa desa ini, kami datang untuk membantu," jawabnya dengan tenang.

Pria itu menyipitkan mata, lalu menunduk lesu. "Bantuan? Tidak ada yang bisa membantu kami. Wabah ini... sudah merenggut banyak nyawa. Kalian lebih baik pergi sebelum terlambat."

"Justru karena itu kami ada di sini," tambah Bella, nada suaranya penuh kepedulian. "Kami ingin mencari tahu penyebab wabah ini dan menghentikannya."

Pria itu menghela napas panjang sebelum akhirnya memperkenalkan diri. "Namaku Haldor, aku kepala desa di sini," katanya dengan suara serak. "Beberapa bulan yang lalu, semuanya baik-baik saja. Namun, semuanya berubah ketika sebuah keluarga tiba-tiba meninggal tanpa alasan yang jelas. Setelah itu, banyak warga mulai jatuh sakit—mereka mengalami diare akut, diikuti dehidrasi ekstrem. Kami mencoba berbagai cara untuk menyembuhkan mereka, tapi tidak ada yang berhasil."

Bella mendengarkan dengan serius, kemudian berkata, "Bisakah kami melihat para pasien yang masih dirawat? Mungkin kami bisa mencari tahu lebih banyak tentang wabah ini dan membantu mereka."

Haldor mengangguk, meski raut wajahnya masih penuh keraguan. "Baiklah, ikut aku. Tapi jangan berharap terlalu banyak. Sebagian besar dari mereka sudah sangat lemah... Aku tidak tahu berapa lama lagi mereka bisa bertahan."

Mereka mengikuti kepala desa menuju sebuah bangunan sederhana yang difungsikan sebagai rumah sakit darurat. Begitu mereka masuk, Lucas langsung tersentak, ingatan masa lalunya muncul seketika. Ia teringat saat dirinya dulu sering sakit-sakitan dan menghabiskan waktu di rumah sakit.

Bella, yang melihat perubahan ekspresi Lucas, bertanya, "Ada apa, Lucas?"

Lucas menggeleng, mencoba menyingkirkan pikiran itu. "Hanya teringat sesuatu dari masa lalu. Tidak apa-apa."

Mereka terus berjalan di antara deretan tempat tidur sederhana yang dipenuhi pasien. Kondisi para warga tampak mengerikan, kulit mereka pucat, beberapa mengalami muntah-muntah, sementara yang lain tampak lemah dan dehidrasi parah. Lucas mengamati dengan cermat setiap gejala yang mereka tunjukkan, dan sebuah pikiran terlintas di benaknya.

"Ini... sepertinya kolera," gumam Lucas pelan, sambil mengingat pelajaran tentang penyakit yang pernah ia baca dalam novel medis di masa lalu.

Bella dan Rian menatap Lucas dengan heran. "Kolera?" tanya Rian.

"Ya," Lucas mengangguk yakin. "Ini penyakit yang menyerang sistem pencernaan, biasanya disebabkan oleh air yang terkontaminasi. Gejalanya persis seperti yang mereka alami—diare berat, muntah, dehidrasi ekstrem. Tapi jika ditangani dengan benar, mereka bisa diselamatkan."

"Kalau begitu, kita harus segera bertindak," kata Bella penuh semangat. "Apa yang harus kita lakukan?"

Lucas berpikir sejenak, lalu mulai memberikan instruksi. "Pertama, kita perlu memastikan air yang mereka minum bersih. Kita harus merebus air untuk membunuh bakteri penyebab kolera. Kedua, kita perlu memberikan cairan rehidrasi kepada mereka—campuran air, garam, dan gula—untuk menggantikan cairan yang hilang akibat diare dan muntah. Itu akan sangat membantu memulihkan mereka."

Haldor, yang mendengarkan dengan cermat, tampak terkejut. "Apakah itu benar-benar bisa menyelamatkan mereka?"

Lucas mengangguk dengan penuh keyakinan. "Jika kita melakukannya segera, mereka masih punya kesempatan. Tapi kita harus bertindak cepat."

Bella dan Rian segera ikut membantu, mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan. Sementara itu, Lucas memimpin upaya untuk merebus air dan menyiapkan cairan rehidrasi. Mereka bekerja sepanjang malam, dan perlahan-lahan, kondisi para pasien mulai stabil.

Lucas bertanya kepada kepala desa, "Dari mana sumber air desa ini yang mungkin terkontaminasi dan menjadi penyebab wabah?"

Haldor menghela napas berat, lalu menunjuk ke arah pegunungan yang tampak samar di kejauhan. "Sumber air kami berasal dari mata air di pegunungan itu. Airnya mengalir ke desa melalui saluran bambu yang kami buat. Mata air itu sudah ada sejak lama, dan kami tidak pernah mengalami masalah seperti ini sebelumnya."

Lucas mengerutkan kening, memikirkan kemungkinan adanya sesuatu yang tidak wajar. "Ada kemungkinan sumber air itu terkontaminasi baru-baru ini. Kami perlu memeriksanya."

"Apakah ada sesuatu yang terjadi di sekitar mata air itu akhir-akhir ini?" tanya Bella.

Haldor berpikir sejenak, sebelum menjawab, "Sebelum wabah ini menyebar, ada seorang wanita misterius yang datang ke desa. Dia membagikan makanan kepada warga. Awalnya, kami semua merasa sangat beruntung, karena dia tampak sangat baik hati. Namun, setelah itu, dia menghilang begitu saja. Tak lama kemudian, penyakit mulai menyebar."

Lucas merenung sejenak. Mungkinkah makanan yang dibagikan wanita itu juga menjadi penyebab wabah? pikirnya. Namun, fokusnya kini adalah mencari tahu apa yang terjadi di sekitar sumber mata air.

Lucas memutuskan untuk pergi memeriksa mata air bersama Rian, sementara Bella tetap tinggal di rumah sakit untuk merawat para pasien. "Kita harus segera tahu apakah ada yang mencemari air ini," katanya kepada Rian.

Setelah berjalan selama beberapa waktu, mereka akhirnya tiba di dekat mata air yang dimaksud. Matahari sudah mulai terbenam, memberi suasana yang semakin suram pada lingkungan sekitar.

Rian yang sedang mengamati area itu tiba-tiba menunjuk ke arah pepohonan. "Lucas, lihatlah... ada seorang wanita."

Lucas segera mengalihkan pandangannya ke arah yang ditunjukkan Rian. Jantungnya berdetak lebih cepat ketika dia melihat sosok yang dikenalinya.

"Lyra?" bisik Lucas, penuh keterkejutan.

1
cipta
Nih Kopi Thor
Livey: makasih
total 1 replies
Fana Yuki
lanjutkan thor semangat
Yuri Lowell
Sumpah keren banget, saya udah nungguin update tiap harinya!
Niki Fujoshi
Recomended banget buat yang suka genre ini.
Dennis Rodriguez
Terpesona☺️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!