Samuel, pria berusia 38 tahun, memilih hidup melajang bertahun-tahun hanya demi satu tujuan—menjadikan Angelina, gadis 19 tahun yang selama ini ia nantikan, sebagai pendamping hidupnya. Setelah lama menunggu, kini waktu yang dinantikannya tiba. Namun, harapan Samuel hancur saat Angelina menolak cintanya mentah-mentah, merasa Samuel terlalu tua baginya. Tak terima dengan penolakan itu, Samuel mengambil jalan pintas. Diam-diam, ia menyogok orang tua Angelina untuk menikahkannya dengan paksa pada gadis itu. Kini, Angelina terperangkap dalam pernikahan yang tak diinginkannya, sementara Samuel terus berusaha memenangkan hatinya dengan segala cara. Tapi, dapatkah cinta tumbuh dari paksaaan, atau justru perasaan Angelina akan tetap beku terhadap Samuel selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kak Rinn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suara hati Samuel
Seorang wanita berambut pendek tengah duduk bersama teman-temannya, ia menikmati bir dan daging babi panggang di depan mereka. Itu adalah Jenni, yang sedang asyik bersama teman-temannya.
"Hey, kau tahu, kasihan sekali menjadi Angelina. Padahal dia cantik dan muda, kenapa seleranya harus menikah dengan pria yang jauh lebih tua darinya?"
Hahhaha! Temannya tertawa. Lalu yang lain ikut menambahkan.
"Dan kau tahu apa yang kita katakan, pasti selalu saja dilakukan oleh si gadis polos dan bodoh itu."
"Yah, kau benar. Siang tadi aku menghasutnya untuk kabur dari rumah itu, dan sampai sekarang ia tidak ada kabar. Mungkin ia mengalami sedikit masalah, hahaha. Bodoh sekali dia," sambung Jenni.
Ketika mereka melanjutkan makan malam mereka dengan ria dan membicarakan tentang Angelina, yang betapa buruknya Angelina di pandang mereka. Tanpa sadar itu terdengar jelas oleh pria kekar yang memakai kemeja hitam tengah berdiri menatap tajam pada mereka.
"Senang menikmati makan malammu Nona-nona manis?" Suara berat Samuel membuat tawa riang itu mendadak lenyap.
Jenni dan teman-temannya terdiam, tubuh mereka membeku seketika. Mereka saling berpandangan, berusaha memahami situasi yang tiba-tiba berubah menjadi tegang. Jenni menelan ludah, mencoba menyembunyikan rasa paniknya, lalu menatap Samuel dengan ekspresi tak percaya.
Samuel berjalan perlahan mendekati meja mereka, pandangannya tajam dan mengintimidasi. "Aku tidak suka saat orang lain menyentuh kehidupan pribadi istriku," ucapnya dengan suara rendah, tetapi penuh amarah yang terpendam.
Para wanita di meja itu merasa nyali mereka ciut, tak ada yang berani membuka suara. Samuel berdiri di depan Jenni, matanya menatap tajam seolah mencari jawaban di balik senyum palsu yang kini pudar dari wajah Jenni.
"Dan kau... berani sekali menghasut istriku," lanjut Samuel, suaranya menusuk seperti pisau yang mengiris sunyi.
"A-aku? Menghasut istrimu? I-itu tidak benar Tuan. Eh, sebaiknya kita bicarakan baik-baik, mau ikut bergabung menikmati daging babi bakar?" Jenni malah menyunggingkan senyum gugup, sambil mengangkat piring daging babi panggang ke arah Samuel, berharap bisa meredakan ketegangan dengan candaan yang dipaksakan. Tangannya gemetar, dan suaranya terdengar bergetar.
Samuel menatapnya tajam, tak ada sedikit pun tanda bahwa ia terpengaruh oleh upaya Jenni untuk mengubah suasana. Ia mendekatkan wajahnya, membuat Jenni semakin tersudut di kursinya. "Jangan main-main denganku, Jenni. Kau tahu betul apa yang kau lakukan," ucap Samuel dingin, nadanya datar namun mengancam.
Salah satu teman Jenni mencoba menengahi, "Hei, kita semua hanya bercanda. Mungkin ini hanya salah paham—"
Samuel melirik sekilas, cukup untuk membuat gadis itu bungkam seketika. "Aku tidak suka saat orang lain merusak keluargaku. Ini peringatan. Jangan sampai aku harus bertemu denganmu lagi karena hal ini!" tegas Samuel, sebelum berbalik dan meninggalkan mereka dalam ketakutan.
Saat Samuel meninggalkan Jenni dan teman-temannya, Jenni melemparkan sumpit dengan kesal. Sementara teman-temannya berkata, "Sebaiknya kita jauhi saja Angelina, dia bukan lagi gadis polos yang mudah kita labui."
Jenni, masih kesal, melemparkan kembali sumpit ke meja dengan suara keras, membuat semua mata tertuju padanya. "Dia memang beruntung bisa menikah dengan pria kaya! Tapi lihat dia sekarang, seperti sudah dibelenggu!"
Salah satu temannya menggelengkan kepala, "Kau tidak paham, Jen. Samuel bukan pria biasa. Dia bisa menghancurkan hidupmu dalam sekejap. Kita sebaiknya tidak mencampuri urusan mereka."
**
Sementara Samuel baru saja kembali di mansionnya, ia berjalan memasuki kamar Angelina. Di dalam Angelina telah tertidur pulas, Samuel tersenyum hangat, meskipun wajahnya menunjukkan kekalahan. Tetapi cinta nya amat besar untuk Angelina.
Perlahan ia masuk lebih dalam dan mendekati Angelina, ia dengan hati-hati menidurkan punggungnya di samping Angelina. Saat ia menahan napas agar tubuh kekarnya tidak membangunkan Angelina, ia kemudian mengulurkan tangan kekarnya menarik tubuh mungil Angelina ke dalam pelukannya.
"Kau begitu kecil," gumam Samuel terkejut dengan ukuran tubuh istrinya, ia pun menggenggam sebentar tangan milik istrinya, itu begitu kecil di tangan Samuel. Tangan Semuel dua kali lipat lebih besar dari Angelina.
Namun, itu tak menghalangi Samuel, ia menerima Angelina dengan baik. Perlahan ia kecup pipi lembut Angelina lalu memeluknya erat sambil menutup matanya juga.
Sambil memejamkan mata, Samuel merasakan perasaan campur aduk dalam hatinya. Mereka baru saja menikah, dan meskipun ada ikatan resmi di antara mereka, hubungan mereka masih terasa kaku dan penuh ketegangan. Setiap momen terasa seperti jalan yang terjal, dan rasa ketidakpastian selalu menghantui langkah mereka.
Namun, saat ini, ketika ia mendekatkan tubuhnya ke Angelina, ada keinginan untuk menjembatani jarak yang ada di antara mereka. Dalam pelukannya, ia ingin merasakan kehangatan, meski ia tahu bahwa cinta yang tulus masih menjadi tantangan bagi mereka. Samuel berusaha menepis keraguan di dalam hatinya, berharap bahwa kehadirannya bisa menjadi sesuatu yang positif bagi Angelina.
"Sekarang, aku harus melakukan yang terbaik untukmu," gumamnya dalam hati. Di saat yang sama, Samuel merasakan ketidaknyamanan akibat ingatan tentang Jenni dan komentar pedas yang didengarnya. Ia tahu bahwa pengaruh buruk itu tidak boleh merusak apa yang coba dibangunnya bersama Angelina.
"Aku sangat mencintaimu, kau tahu itu Angelina. Bertahun-tahun aku menunggumu, hanya untuk melihat mu berada di pelukan ku seperti ini. Namun dengan cinta yang saling terbalaskan," bisik Samuel, entah kenapa tiba-tiba ia meneteskan air mata.
Meskipun ia terlihat kekar dan gagah di luar, ia masih tetap seorang pria yang memiliki hati yang rapuh jika menyangkut perasaan. Cinta yang selama ini terpendam terasa begitu berat di hatinya, dan ia merasa tidak ada yang bisa mengerti kedalaman emosinya, kecuali Angelina.
"Kenapa kau harus melalui semua ini?" lanjutnya, suaranya bergetar saat mengingat semua kesulitan yang dihadapi Angelina. Ia ingin melindungi wanita yang dicintainya, tetapi ia juga merasa gagal karena tidak dapat memberikan kebahagiaan yang seharusnya ia janjikan.
Angelina, yang terbaring dengan tenang, tidak merasakan ketulusan dan kepedihan yang mendalam dalam suara suaminya. Ia hanya berharap bisa mengerti apa yang ada di dalam pikiran Samuel, dan kenapa pernikahan ini terasa lebih seperti penjara daripada pelukan hangat yang diimpikannya.
"Aku ingin kita bisa lebih dari ini," Samuel melanjutkan, berusaha mengumpulkan semua keberanian untuk menghadapi apa pun yang mungkin terjadi selanjutnya. "Aku ingin kita bisa menjadi pasangan yang saling mendukung, bukan hanya sekadar menjalani pernikahan yang penuh dengan ketidakpastian."
Ia mengusap air mata yang jatuh di pipinya, bertekad untuk tidak menyerah. "Jika kau memberi kesempatan, aku akan berjuang untuk kita. Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk membuatmu bahagia."