Di malam satu Suro Sabtu Pahing, lahirlah Kusuma Magnolya, gadis istimewa yang terbungkus dalam kantong plasenta, seolah telah ditakdirkan untuk membawa nasibnya sendiri. Aroma darahnya, manis sekaligus menakutkan, bagaikan lilin yang menyala di kegelapan, menarik perhatian arwah jahat yang ingin memanfaatkan keistimewaannya untuk tujuan kelam.
Kejadian aneh dan menakutkan terus bermunculan di bangsal 13, tempat di mana Kusuma terperangkap dalam petualangan yang tidak ia pilih, seolah bangsal itu dipenuhi bisikan hantu-hantu yang tak ingin pergi. Kusuma, dengan jiwa penasaran yang tak terpadamkan, mencoba mengungkap setiap jejak yang mengantarkannya pada kebenaran.
Di tengah kegelisahan dan rasa takut, ia menyadari bahwa sahabatnya yang ia kira setia ternyata telah menumbalkan darah bayi, menjadikan bangsal itu tempat yang terkutuk. Apa yang harus Kusuma lakukan? mampukah ia menyelamatkan nyawa teman-temannya yang terjebak dalam kegelapan bangsal 13?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bobafc, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perpindahan Tugas
Bilqis terlihat sangat kesal ketika melihat sahabatnya sangat dekat dengan Shaka. Ia hanya bisa memanggil namanya.
Kusuma dan Shaka pun menoleh bersama ke arah Bilqis. Setelah tersadar Kusuma pun berdiri karena takut jika sahabatnya salah paham.
Tanpa mendengar penjelasan Kusuma, Bilqis dengan kesal kembali ke karnar. Melihat hal itu, ia segera beranjak dari duduknya dan menyusul Bilqis.
"Kusuma tunggu!" teriak Shaka.
Kusuma tak menghiraukan panggilan, ia tetap melangkah menyusul Bilqis.
"Bilqis dengarkan aku! Apa yang kamu lihat tidak seperti apa yang kamu pikirkan." Kusuma duduk di ranjang Bilqis dan mendapati sahabatnya menutup wajah dengan mengenakan selimut.
"Ya sudah tidurlah yang nyenyak dan mimpi indah.” Kusuma merapikan selimut Bilqis dan beranjak berdiri untuk membersihkan wajah sebelum tidur.
Tak selang berapa lama, Kusuma kembali menatap ranjang Bilqis sebelum memejamkan mata, ada perasaan bersalah.
Keesokan harinya, Kusuma mendapati Bilqis sudah berangkat bekerja tanpa membangunkannya. Dengan langkah gontai, Kusuma keluar kamar dan melirik ke ruang tamu ada Shaka yang sedang duduk sambil menikmati musik di telinganya.
Beberapa menit kemudian, Kusuma kembali dari kamar mandi dan dapur. Di tangannya ia membawa cangkir yang berisi sereal. Langkahnya terhenti ketika ia melihat Shaka di dampingi wanita tua di belakangnya.
“Ya Allah.. apalagi ini.” Batinnya.
Rasa penasaran itu mengganggu Kusuma, hingga ia terpaksa mendekat. Namun, nenek itu hanya meliriknya sekilas sebelum tubuhnya menghilang seperti embun yang tersapu matahari.
"Kusuma!" panggil Shaka.
"Aku mau pulang ke Surabaya. Apakah kamu bersedia bekerja denganku? Aku butuh seseorang sepertimu, yang bisa melihat hal-hal yang tak terlihat. Aku lelah dengan semua gangguan ini," ucap Shaka.
"Maaf, Dok. Saya tidak bisa bekerja dengan mereka yang menyimpan banyak rahasia. Walau dokter tidak bercerita tapi saya bisa melihat dari kedatangan Anda kemari ada maksud tersembunyi."
"Maksud tersembunyi katamu! Kamu tidak tahu siapa aku, kamu juga tidak tahu apa yang aku rasakan saat ini." Shaka tampak tersulut emosi dan mencengkeram tangan bahu Kusuma.
"Aku memang bukan peramal masa depan, Dokter, tapi aku bisa melihat bayangan masa lalu. Tangan ini pernah membunuh!" ucap Kusuma.
Plak!
Tamparan itu mendarat di pipi Kusuma. Namun, gadis itu tak membalas. Hanya tatapan Kusuma yang tajam dengan melirik ke Shaka.
"Kusuma maaf! Aku tadi tidak berniat menamparmu." Refleks pria itu ingin menyentuh pipi Kusuma yang tadi ia tampar.
Kusuma tak menanggapi Shaka ia pun pergi ke kamar dan meninggalkan Shaka dalam kegalauannya.
*
Di sisi lain, Dokter Jashela sedang dibakar amarah, ibarat api yang berkobar tertiup angin. Ia baru saja mendengar kabar tak terduga: dirinya akan dipindahtugaskan. Rasanya seperti ditarik paksa dari zona nyamannya.
"Jesy, bikin kaget orang saja kamu ini! nggak tahu apa kalau aku lagi kesel juga hari ini!" teriaknya, dengan gerakan cepat ia melemparkan buku yang ada di tangannya. Buku itu meluncur dan tepat mengenai wajah Jesy, seolah melampiaskan kemarahan pada nasib yang ia anggap sangat tidak adil.
"Sebel aku! Sebel.. pokoknya hari ini aku sebel banget sama papaku tahu." Ucap Jesy.
"Sebel kenapa memangnya? Harusnya yang marah itu aku karena hari ini aku akan dipindah tugaskan!" tanya Jashela.
"Apa? Kamu juga dipindah tugaskan? Pindah di daerah?" Jashela yang tadi berwajah muram kini tampak bahagia, la berlari menemui Jesy seraya memeluknya.
"Kenapa Papa kamu membuangmu ke pedesaan? Benar-benar enggak menyangka aku kamu bakal dipindah juga."
"Ah, itu namanya papaku adil dan bijaksana. Papa gak membedakan antara aku anaknya, ataupun orang lain," ucap Jesy tampak tersenyum.
Jashela segera merapikan semua catatan dan berkas yang harus ia bawa, la tahu betul bagaimana susahnya tinggal di sebuah pedesaan yang jauh dari kerumunan warga.
"Bagaimana dengan Abdi. Aku belum memberitahunya sama sekali." Jesy tampak gusar. la tak bisa memberitahu kepada sang kekasih bahwa ia akan pindah tugas.
"Ayo kita berangkat!" ajak Jashela.
"Tunggu aku mau kasih kabar Abdi dulu. Kata papa aku di sana sinyalnya susah," kata Jesy sambil buru-buru meraih ponsel dari saku jasnya. . Segera ia melakukan panggilan kepada sang kekasih. Namun, tak ada jawaban dari Abdi.
"Ihhh, kemana sih dia! Selalu saja diangkat tanpa bicara!" Jesy semakin kesal, karena satu-satunya pria yang ia sayangi diam tak bicara.
"Sibuk, banyak pasien kali! Ayo kita berangkat, keburu malam nanti sampai sanal" ajak Jashela.
Jesy pun akhirnya tersenyum seraya melihat ruang kerja untuk terakhir kalinya. perpisahan kecil yang terasa berat. Akhirnya, ia melangkah cepat menuju mobil yang terparkir.
"Jashela buruan!" seru Jesy sembari melempar kunci mobil.
"Dasar anak Bos, ingin enaknya saja."
"Mau, aku yang nyetir! Tapi jangan bawel!" serunya dengan mengambil kunci motor yang masih ada dalam genggaman tangan Jesy.
Jashela menyunggingkan bibirnya dan meraih kuncinya lagi la tahu betul bahwa Jesy suka kebut-kebutan di jalan.
"Aku belum kawin! Jangan buat aku jantungan."
Ha-ha-ha!
"Dasar Lebay!" seru Jashela sembari tertawa lepas.
Jashela segera melajukan mobilnya dan meninggalkan jalanan Ibukota. Mobilnya yang melaju dengan kecepatan sedang sudah memasuki jalan tol. Jam di dashboard mobil menunjukkan pukul empat sore, sementara matahari mulai condong, menyisakan sinar hangat yang melukis langit dengan warna lembayung.
Semilir angin menerpa dedaunan di jalanan, sedangkan mobil yang membawa Jashela dan Jesy melaju dengan kecepatan sedang mulai meninggalkan jalan raya dan melintasi hutan rindang yang begitu menyejukkan..
"Kamu pernah ke cabang rumah sakit milik ayahmu di sini, Jesy?" tanya Jashela.
"Belum pernah sih. Tapi kata Papa dulu rumah sakit itu cukup ramai, meski di pinggiran."
"Ya jelas, lah! Papa kamu mendirikan rumah sakit įtu atas dasar sosial."
"Iya, dulu Papa pernah bilang sewaktu muda adiknya meninggal karena tidak menemukan rumah sakit. Semenjak itu beliau berjanji akan buka klinik di desa begitu jadi dokter"
"Sudah delapan tahun klinik itu ditutup, tapi kenapa sekarang mau dibuka lagi? Aneh gitu loh." Jashela merasakan keganjilan dalam hal ini.
"Entahlah aku sendiri tidak pernah tahu jalan pikir papaku!" ungkap Jesy. "awas jalan menikung!" serunya membuat Jashela kaget.
"Jangan teriak! Malah ganggu konsentrasiku kamu ini," sahut Jashela.
Jesy hanya senyum tersungging menatap Jashela. Sembari menikmati pemandangan.
"Indah Banget, ya," ucap Jesy.
Jashela membuka kaca jendela mobil, membiarkan semilir angin menerpa rambut panjang miliknya. Begitu pula Jesy membuka pintu jendela sembari menadahkan tangan ke luar, sembari mereka mendengarkan sebuah lantunan lagu yang mereka nyanyikan bersama.
"lya, udaranya segar banget. Enggak kaya tinggal di kota, pengap," ungkap Jashela.
"Pindah aja yuk! Gak usah balik lagi ke kota. Kita hidup di sini saja!" terang Jesy bercanda.
"Hustttt!"
"Kenapa?"
"Pamali, tahu bicara seperti itu!"
"Upps!"
"Pengen sih sebenarnya, tapi-"
Wush!
Sekelebat bayangan melintas hingga membuat perhatian Jashela teralihkan.