Seorang kultivator Supreme bernama Han Zekki yang sedang menjelajah di dunia kultivasi, bertemu dengan beberapa npc sok kuat, ia berencana membuat sekte tak tertandingi sejagat raya.
Akan tetapi ia dihalangi oleh beberapa sekte besar yang sangat kuat, bisakah ia melewati berbagai rintangan tersebut? bagaimana kisahnya?
Ayo baca novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M. Sevian Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Zekki duduk di tepi sebuah batu besar di halaman utama, menatap langit. Dari kejauhan, terdengar suara angin yang menggesek dedaunan, seakan membawa bisikan-bisikan samar. Ada sesuatu di udara yang membuatnya merasa… entahlah, mungkin waspada. Mungkin hanya perasaannya, tapi Zekki tahu bahwa instingnya jarang salah.
Di sampingnya, Fei Rong duduk bersila, terlihat gelisah. Ia mencoba bersikap tenang, tapi Zekki bisa melihat jari-jari pemuda itu yang tak henti-hentinya mengetuk-ngetuk pedangnya, tanda bahwa pikirannya sedang tidak tenang.
“Guru…” Fei akhirnya membuka mulut, suaranya terdengar agak serak. Mungkin karena dia sudah terlalu banyak berpikir, atau mungkin karena ada sesuatu yang sudah lama ingin dia sampaikan tapi tertahan di ujung lidah.
“Hm?” Zekki meliriknya, memberi isyarat agar Fei melanjutkan.
“Apa… maksudku, apa kita benar-benar siap?” Fei menatap gurunya dengan raut wajah serius, ada garis tipis kekhawatiran di matanya. “Sekte Langit Timur, mereka nggak akan berhenti, kan? Dan… dan kalau Zhao Wujin sendiri yang datang, kita bisa apa, Guru?”
Zekki mendengarkan dengan sabar, menunggu sampai Fei benar-benar selesai bicara. Ia tahu bahwa kekhawatiran muridnya bukan tanpa alasan. Sebagai seorang pemimpin, ia bisa saja mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja, bahwa mereka tidak perlu takut. Tapi dia juga tahu, mereka harus siap menghadapi kenyataan.
Zekki menarik napas panjang sebelum menjawab, tatapannya tetap ke arah langit. “Kau tahu, Fei… dalam hidup, selalu ada pilihan untuk lari atau bertahan. Kalau kita terus khawatir soal apa yang mungkin terjadi, kita nggak akan pernah tenang. Tapi kalau kita memilih untuk bertahan… ya, kita harus siap dengan segala risikonya.”
Fei mengangguk pelan, meskipun tampaknya masih ada banyak pertanyaan yang berseliweran di kepalanya. “Aku paham, Guru… tapi kadang aku nggak bisa berhenti mikirin hal-hal buruk yang mungkin terjadi. Maksudku, aku yakin sama Guru dan kekuatan Guru, tapi… ah, entahlah. Mungkin aku terlalu pengecut.”
Zekki tersenyum kecil, lalu menepuk bahu Fei dengan lembut. “Kau bukan pengecut, Fei. Kau cuma… peduli. Itu hal yang baik. Kekhawatiran itu datang karena kau punya sesuatu yang ingin kau lindungi. Tapi jangan biarkan kekhawatiran itu menguasaimu. Kita harus tetap waspada, tapi nggak perlu takut.”
Fei menunduk, sedikit tersenyum. Meskipun kata-kata gurunya terdengar sederhana, ada sesuatu dalam cara Zekki bicara yang selalu bisa menenangkan hati. Seolah-olah, apa pun yang terjadi, selama Zekki ada di sana, semuanya akan baik-baik saja.
Namun, malam itu, Zekki sendiri tidak bisa benar-benar mengusir perasaan was-was yang ada di hatinya. Sejak kedatangan Cao Liang kemarin, dia tahu bahwa ini hanya permulaan. Sekte Langit Timur tidak akan tinggal diam, apalagi setelah mereka merasa dipermalukan. Zhao Wujin bukan tipe orang yang bisa menerima kekalahan dengan mudah.
Sementara itu, di suatu tempat di wilayah Timur, tepatnya di markas besar Sekte Langit Timur, suasana jauh dari tenang. Di aula utama, Zhao Wujin duduk di singgasana besarnya, dikelilingi oleh para tetua dan murid-murid pilihan sekte tersebut. Cahaya obor yang redup memantulkan bayangan di dinding, membuat atmosfer ruangan itu terasa semakin suram.
Di hadapan Zhao Wujin, Cao Liang berdiri dengan wajah tertunduk. Lengan kirinya masih terbalut perban tebal, sisa luka akibat serangan Zekki. Raut wajahnya jelas menunjukkan rasa malu, tapi di balik itu ada kemarahan yang membara. Dia tidak bisa melupakan bagaimana Zekki mempermalukannya di depan murid-murid Sekte Nusantara.
“Jadi… kau kembali dengan tangan kosong,” suara Zhao Wujin terdengar berat, penuh nada sindiran yang membuat Cao Liang makin menundukkan kepala.
“Ampuni saya, Guru Besar,” Cao Liang bergumam pelan, matanya tidak berani menatap wajah pemimpinnya. “Han Zekki… dia lebih kuat dari yang kita perkirakan. Saya tidak menyangka…”
“Lebih kuat dari yang kau perkirakan?” Zhao Wujin memotong, suaranya terdengar dingin. “Kau menganggap enteng lawanmu, Cao Liang. Itu kesalahanmu. Tapi aku tidak akan membiarkan penghinaan ini terus berlanjut. Kalau Han Zekki ingin bermain-main dengan kita, kita akan bermain dengannya. Tapi kali ini… kita tidak akan main-main.”
Cao Liang mengangkat kepalanya, dan meskipun ada ketakutan, matanya juga penuh dendam. “Perintah Anda, Guru Besar?”
Zhao Wujin menatap sekeliling, melihat para tetua yang duduk dengan raut wajah serius. “Aku ingin kalian mengirim pesan pada semua sekte kecil di sekitar. Beritahu mereka bahwa Sekte Nusantara adalah musuh kita. Siapa pun yang berani mendukung atau bersekutu dengan mereka, akan dianggap sebagai musuh Sekte Langit Timur.”
Salah satu tetua yang duduk di sebelah kanan Zhao Wujin mengangguk pelan, wajahnya penuh keyakinan. “Kami mengerti, Guru Besar. Kami akan pastikan tidak ada sekte yang berani mendukung mereka.”
Zhao Wujin tersenyum tipis, tapi di balik senyum itu ada ancaman yang jelas. “Han Zekki mungkin berpikir bahwa dia bisa berdiri sendiri. Tapi tanpa dukungan, tanpa sekutu… dia akan terpuruk. Sekte Nusantara akan hancur sebelum mereka sempat berkembang.”
Cao Liang tersenyum licik, merasa puas dengan rencana itu. Dalam hatinya, ia sudah bisa membayangkan bagaimana Zekki dan murid-muridnya akan kehilangan dukungan dari sekte-sekte kecil di sekitarnya. Dengan begitu, Sekte Nusantara akan terisolasi, dan akhirnya… mereka akan jatuh.
Kembali di Sekte Nusantara, Zekki masih duduk di atas batu besar, memandangi bintang-bintang di langit yang perlahan mulai menghilang seiring fajar yang menjelang. Ia tahu, hari-hari ke depan mungkin tidak akan mudah. Tapi dia juga tahu bahwa Sekte Nusantara tidak akan menyerah begitu saja.
Yuna tiba-tiba datang dari arah lorong, melangkah pelan dengan ekspresi yang sulit ditebak. Ia duduk di samping Zekki tanpa berkata apa-apa, hanya menatap ke arah yang sama, seolah-olah mencari jawaban di antara bintang-bintang yang mulai pudar.
“Ada apa, Yuna?” tanya Zekki akhirnya, memecah keheningan.
Yuna menghela napas, lalu menoleh menatap Zekki dengan raut wajah serius. “Zekki… kalau ancaman dari Sekte Langit Timur makin besar, apa kau benar-benar yakin kita bisa bertahan? Maksudku… aku tahu kau kuat, tapi mereka bukan sekte kecil. Mereka punya sumber daya, punya pasukan…”
Zekki tersenyum kecil, lalu menatap Yuna dengan tatapan yang sulit diartikan. “Aku nggak bisa janji kita bakal baik-baik saja, Yuna. Tapi aku juga nggak akan mundur. Sekte ini… tempat ini adalah rumah bagi orang-orang yang ingin bebas. Dan aku nggak akan biarkan siapa pun merampas kebebasan kita.”
Yuna terdiam, memandang Zekki dengan tatapan penuh makna. Ia mengangguk pelan, meskipun dalam hatinya masih ada keraguan. Tapi entah kenapa, mendengar kata-kata Zekki, dia merasa sedikit lebih tenang.
“Baiklah,” gumam Yuna pelan, “Aku akan berada di sini, mendukungmu. Apa pun yang terjadi, aku tidak akan lari.”
Zekki hanya tersenyum tipis, lalu kembali menatap ke arah langit yang kini mulai diterangi cahaya mentari. Meski ia tahu bahwa ancaman dari Sekte Langit Timur tidak akan berhenti di sini, ia juga tahu bahwa selama mereka bersama, Sekte Nusantara akan bertahan.
Dan di suatu tempat dalam hatinya, Zekki merasa yakin bahwa mereka akan mampu menghadapinya.
apa gak da kontrol cerita atau pengawas
di protes berkali kal kok gak ditanggapi
bok ya kolom komentar ri hilangkan