Siapa sangka, cinta yang dulu hangat kini berubah menjadi api dendam yang membara. Delapan tahun lalu, Alya memutuskan Randy, meninggalkan luka mendalam di hati lelaki itu. Sejak saat itu, Randy hidup hanya untuk satu tujuan : membalas sakit hatinya.
Hidup Alya pun tak lagi indah. Nasib membawanya menjadi asisten rumah tangga, hingga takdir kejam mempertemukannya kembali dengan Randy—yang kini telah beristri. Alya bekerja di rumah sang mantan kekasih.
Di balik tembok rumah itu, dendam Randy menemukan panggungnya. Ia menghancurkan harga diri Alya, hingga membuatnya mengandung tanpa tanggung jawab.
“Andai kamu tahu alasanku memutuskanmu dulu,” bisik Alya dengan air mata. “Kamu akan menyesal telah menghinakanku seperti ini.”
Apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu? Mampukah cinta mengalahkan dendam, atau justru rahasia kelam yang akan mengubah segalanya?
Kisah ini tentang luka, cinta, dan penebusan yang mengguncang hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Byiaaps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Sebelum menjelaskan lebih lanjut, Pak Antonio sempat meminta Randy menceritakan kisah hidupnya sedari kecil sejak orang tuanya meninggal, karena ia mendengar Randy diasuh oleh orang tua angkatnya.
“Saya diasuh oleh Bu Yusi dan suaminya, Pak Mukid, mantan pembantu Om Tama. Kami tinggal di rumah kecil pemberian Om Tama. Om Tama yang membiayai hidup saya sampai menguliahkan S2. Bahkan setelah itu, Om Tama memberikan jabatan bagus di kantornya,” jelas Randy menceritakan singkat perjalanan hidupnya.
Menghela nafasnya sebentar, Pak Antonio pun mulai mengungkapkan bahwa dulu, sebelum adanya kecelakaan kereta api yang menewaskan orang tua Randy, ayah Randy pernah memberi amanah padanya untuk mengurus warisan Pak Luki Atmaja bila sewaktu-waktu beliau meninggal. Ternyata, firasat ayah Randy benar terjadi. Tak lama setelah itu orang tuanya meninggal karena kecelakaan, dan hanya tersisa Randy yang masih hidup.
"Tak ada yang menyangka kamu akan selamat," ujar Pak Antonio.
“Memang, ayahmu menitipkan hartanya pada Pak Tama, adik dari ayahmu. Tapi, dalam surat wasiat itu, yang juga sudah pernah saya sampaikan padanya, kamu harus lah diurus oleh mereka dan tinggal di rumah orang tuamu. Perusahaan memang akan diberikan pada Pak Tama, tapi hanya sekadar dititipkan sampai kamu dewasa. Pesannya, Pak Tama harus menyekolahkanmu hingga setinggi-tingginya memakai uang yang disiapkan ayahmu, agar kamu siap menjadi pimpinan di perusahaan yang ayahmu tinggalkan, menggantikan peran Pak Tama. Tapi, saya tidak tahu kalau ternyata pamanmu mengubah nama perusahaan itu menjadi miliknya atau bahkan mungkin sudah membalik-namakan atas nama dirinya. Saya pun juga kaget saat kamu hanya tinggal di rumah yang kecil," jelas Pak Antonio membuat Randy tercengang.
“Jadi, maksudnya?” Randy tak sanggup melanjutkan ucapannya.
Pikiran mereka pun seolah sama.
“Ya, itu artinya pamanmu tidak menjalankan wasiat ayahmu dengan amanah. Seperti apa yang pernah saya firasatkan dulu terkait nasibmu ke depannya. Siapa pun orangnya, kalau sudah melihat uang dan aset, tidak ada yang bisa menjamin bisa jujur. Rasa ingin memiliki dan menguasai tentu besar, apalagi orang yang memberikan amanah sudah meninggal dan kamu masih kecil saat itu. Pikirnya, tidak akan ada yang tahu,” tutur Pak Antonio.
Saat Randy mulai lemas dengan kenyataan yang ada, terdengar suara anak kecil yang memanggilnya, seolah membuat jiwanya kembali kuat.
“Om,” panggil Gio menghampirinya di ruang tamu.
Terlihat anak laki-laki Alya itu sedang berlarian membawa mainan mobil-mobilan pemberian Randy.
“Hai, kamu apa kabar? Om rindu sekali sama Gio,” ujar Randy berkesempatan memeluk Gio.
Pelukan itu begitu lama, sungguh Randy seakan merasakan ketenangan yang luar biasa.
“Baik, Om. Om kenapa tidak pernah menemui Gio lagi?” tanya Gio polos.
Meminta maaf karena banyak pekerjaan, Randy menjadikannya alasan tak bisa sering mengunjungi Gio lagi.
Membiarkan mereka berbincang karena mumpung sang istri sedang tak ada di rumah, Pak Antonio pun tak melarang Randy menemui anaknya sendiri.
Hingga tak lama, Alya dan Nana datang bersama Davin seusai pulang bepergian hari ini.
"Assalamualaikum." Nana memberikan salam saat masuk ke dalam rumah.
Seketika Alya pun menghentikan langkahnya saat melihat Randy tengah berdekatan dengan Gio, begitu juga dengan pandangan Randy yang tertuju pada Alya begitu lama.
Tak berani memandang mantan kekasihnya itu, Alya berdiri di belakang tubuh Nana, dan membisikkannya sesuatu. “Bawa Gio ke kamar.”
Ia pun langsung berlari ketakutan menuju kamarnya tanpa melihat ke arah Randy sama sekali, sementara Nana segera mengajak Gio ke kamar.
“Tidak mau, Mbak Nana, Gio masih mau sama Om di sini!” tolak Gio menampik tangan Nana.
“Ayo, Gio, mama mau bicara itu di kamar. Gio, jangan buat mama marah,” bujuk Nana.
Memahami situasi yang ada, Randy pun dengan lembut membujuk Gio untuk segera ke kamar menemui sang mama. “Nanti Om main lagi ya, Om juga mau pulang. Sekarang, Gio masuk kamar, Gio harus jadi anak yang menurut sama mama.”
Meski seakan tak terima, tapi pada akhirnya Gio mau mengikuti Nana.
Hingga Randy pun berdiri berpamitan pada Pak Antonio. Tak lupa, ia mengucapkan terima kasih atas waktu dan informasi yang sudah diberikan. Diciumnya tangan pria lansia itu lalu melihat sinis ke arah Davin saat mereka berpapasan di depan pintu.
Sementara di kamar, Alya hanya melamun sampai Gio membuyarkan lamunannya.
Seperti menahan tangis, dipeluknya anak semata wayangnya itu.
***
“Kalau saya tidak salah menduga, bisa jadi Pak Tama sengaja menjual rumah orang tua Tuan Randy, lalu membeli rumah baru yang tak kalah besar, yang saat ini tengah mereka tempati. Sementara rumahnya sendiri dulu juga dijual untuk dibelikan rumah lain yang kemudian diberikan pada Bu Yusi dan Pak Mukid untuk mengurus Tuan,” duga Geni mengutarakan opininya setelah Randy menceritakan informasi yang ia dapat dari Pak Antonio.
Randy yang masih shock, tidak bisa berpikir jernih saat ini. Ia tak menyangka, Om Tama yang dipikirnya begitu baik mau mengurusnya sedari kecil hingga saat ini, ternyata memang ada tujuannya. Benar kata Bu Yusi, bahwa semua orang bisa baik karena ada kepentingannya. Ia baru paham apa maksud ibu angkatnya dulu berpesan bahwa ia harus berhati-hati dan lebih peka dengan sekitar.
"Jadi, itu yang Bu Yusi bilang hakku? Tapi, di mana Bu Yusi dan Pak Mukid sekarang?" gumamnya.
Ia lalu memerintahkan Geni untuk terus mencari di mana orang tua angkatnya itu kini tinggal.
"Baik, Tuan," ujar Geni penuh pengabdian.
“Jadi, Om Tama sengaja menyekolahkanku hingga memberikan jabatan ini, untuk menutupi kebusukannya." Randy tak henti menggumam.
Kepalanya pun kian pusing, karena ia tak tahu apa yang harus dilakukan setelah mengetahui semua ini, karena segalanya seakan sudah terlambat.
Tapi di satu sisi, ia tak mungkin tinggal diam karena bagaimana pun, apa yang Om Tama miliki adalah aset ayahnya yang dikelola sang paman tanpa adanya penjelasan. Tentu, ia tak terima. Bukan hanya karena ia tak menjadi direktur utama seperti yang ayahnya wasiatkan, tapi juga karena tak seharusnya Om Tama merebut milik ayahnya.
Saat tengah memikirkan hal ini, Alex, anak pertama Om Tama masuk ke dalam ruangannya hanya dengan sekali ketuk pintu.
“Apa kamu tidak bisa tetap berada di luar sampai aku mempersilakanmu masuk?” kesal Randy karena sepupunya itu selalu begitu padanya, tak bisa menghargainya sepenuhnya.
Tersenyum sinis, Alex menegur Randy untuk tak ketus padanya. “Jaga sikapmu, Randy. Kamu memang sepupuku, tapi aku pimpinanmu di sini.”
Ia lalu menyodorkan selembar undangan di atas meja. “Datanglah ke resepsiku minggu depan.” Alex lalu pergi begitu saja tanpa pamit.
Randy pun hanya bisa mengepalkan tangannya, atas sikap semena-mena Alex selama ini, karena sepupunya itu memang bersikap seolah Randy hanya menumpang hidup pada ayahnya.
Sementara itu, Pak Antonio kini tengah sibuk mencari berkasnya di gudang.
“Cari apa sih, Pak? Kok dari tadi diubek-ubek itu tumpukan kertas?" tanya Bu Puri kala melihat suaminya itu sibuk sendiri dari siang hingga sore hari mengobrak-abrik berkas-berkas zaman kerja dulu.
Tak menjawab, Pak Antonio tetap fokus mencari berkas yang ia cari.
...****************...