Di sebuah kota kecil yang diselimuti kabut tebal sepanjang tahun, Ardan, seorang pemuda pendiam dan penyendiri, menemukan dirinya terjebak dalam lingkaran misteri setelah menerima surat aneh yang berisi frasa, "Kau bukan dirimu yang sebenarnya." Dengan rasa penasaran yang membakar, ia mulai menyelidiki masa lalunya, hanya untuk menemukan pintu menuju dunia paralel yang gelap—dunia di mana bayangan seseorang dapat berbicara, mengkhianati, bahkan mencintai.
Namun, dunia itu tidak ramah. Ardan harus menghadapi versi dirinya yang lebih kuat, lebih kejam, dan tahu lebih banyak tentang hidupnya daripada dirinya sendiri. Dalam perjalanan ini, ia belajar bahwa cinta dan pengkhianatan sering kali berjalan beriringan, dan terkadang, untuk menemukan jati diri, ia harus kehilangan segalanya.
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HARIRU EFFENDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35: Suara di Balik Keheningan
Ardan berjalan di tengah kegelapan yang begitu pekat hingga ia merasa sedang berjalan di ruang hampa. Tidak ada cahaya, tidak ada bayangan, hanya dirinya sendiri dan suara langkah kaki yang terasa menggema. Namun, keheningan itu terusik oleh suara aneh seperti seseorang yang berusaha membetulkan mikrofon.
“Ehem, tes, tes. Apakah ini menyala? Hah, dasar peralatan dunia ini selalu rusak...”
Ardan menghentikan langkahnya. Suara itu tidak seperti ancaman, tetapi lebih seperti... keluhan seseorang yang sedang kesal.
“Siapa di sana?” tanya Ardan, nada waspadanya kembali muncul.
Dari kegelapan, muncul sosok berbentuk seperti manusia, tetapi dengan kepala bulat berwarna putih dengan garis hitam horizontal di tengah, mirip speaker portabel. Sosok itu mengenakan jas formal, lengkap dengan dasi, tetapi celana panjangnya tergulung hingga lutut, memperlihatkan kaki karet yang aneh.
“Aha! Kau bisa mendengarku? Bagus! Aku Operator Sistem 7-Alpha. Tapi teman-teman biasanya memanggilku OS-7. Terserah kau mau panggil apa, aku tidak peduli.”
---
Tamu Tak Diundang
Ardan mengangkat alisnya. “Apa kau bagian dari ujian ini?”
OS-7 tertawa, tetapi tawa itu terdengar seperti derit pintu tua. “Ujian? Ya, bisa dibilang begitu. Kau sudah terlalu serius sejak bab-bab sebelumnya, jadi aku ditugaskan untuk... katakanlah, memberikan sedikit comic relief. Atas nama keseimbangan narasi, tentu saja.”
“Comic relief?” Ardan mendengus, tetapi sudut bibirnya terangkat sedikit. “Jadi, kau di sini hanya untuk melucu?”
“Oh, jangan salah paham. Aku lebih dari sekadar pelawak. Aku juga ahli dalam analisis situasi dan manajemen realitas. Dan sekarang, berdasarkan statistik perjalananmu, aku harus memberimu sedikit tantangan. Tidak terlalu sulit, tapi cukup untuk membuat pembaca tetap tertarik.”
Ardan melipat tangan. “Kalau begitu, apa tantanganmu?”
OS-7 mengangkat tangannya seperti sedang mengatur sesuatu di udara. Tiba-tiba, di depan Ardan muncul tiga pintu berwarna merah, biru, dan hijau, masing-masing dengan simbol berbeda: kunci, tengkorak, dan secangkir kopi.
“Kau hanya perlu memilih satu pintu. Setiap pintu akan membawamu ke skenario berbeda. Tapi hati-hati, pilihanmu bisa menentukan nasibmu.”
Ardan menatap pintu-pintu itu dengan saksama. “Dan kalau aku memilih yang salah?”
“Kau mungkin akan menemui ajalmu... atau mungkin hanya diminta membayar kopi yang mahal di dunia ini. Siapa yang tahu?”
---
Pilihan yang Membingungkan
Ardan mendekati pintu hijau dengan simbol kopi. Ia teringat lelucon lama yang sering ia dengar saat bekerja di dunia nyata: “Kopi adalah penyelamat di dunia kerja. Tapi kalau harganya terlalu mahal, itu adalah kejahatan yang nyata.”
“Jadi, apa yang ada di balik pintu ini?” tanyanya sambil menyentuh gagangnya.
OS-7 mendekat, dan suaranya terdengar seperti instruktur iklan. “Pintu kopi? Itu pilihan yang berani! Siapkan dirimu untuk menghadapi tantangan terbesar: antrian panjang dan barista yang salah mengeja namamu.”
Ardan menahan tawa. “Serius? Ini ujian atau satire?”
“Eh, ini dunia narasi. Kami bebas bermain dengan logika.”
Ardan memutar mata tetapi tetap membuka pintu hijau. Yang ia temukan di baliknya adalah kafe kecil dengan suasana cozy. Di balik meja kasir, ada barista yang tampak terlalu sibuk mengobrol dengan pelanggan lain untuk memperhatikan kehadirannya.
“Baiklah, mari kita coba tantangan ini,” gumamnya sambil mendekati kasir.
---
Ujian yang Tak Terduga
Barista itu akhirnya menyadari kehadiran Ardan dan langsung berkata, “Nama untuk pesanan, Mas?”
“Ardan,” jawabnya.
Barista mengetik sesuatu di layar, lalu menyerahkan kertas kecil kepadanya. Tapi ketika Ardan membaca nama yang tertulis, ia tidak bisa menahan diri.
“Har... Dan?” tanyanya, menunjukkan kertas itu.
“Maaf, Mas. Sistem kami sering salah dengar,” kata barista itu, tersenyum canggung.
OS-7 tiba-tiba muncul di sampingnya. “Oh, ini hal klasik. Nama pelanggan salah tulis. Seperti yang kukatakan, ini adalah tantangan mental, bukan fisik.”
Ardan mendengus. “Tantangan mental? Ini lebih seperti komedi situasi.”
Namun, ketika ia hendak membalas, suasana di kafe mulai berubah. Lampu meredup, dan bayangan aneh muncul di sudut ruangan.
“Ini pasti bagian seriusnya,” gumam Ardan.
Bayangan itu mendekat, berbentuk manusia dengan wajah kabur. Suaranya menggema seperti gaung yang jauh. “Kau mencari jalan keluar, tetapi kau hanya menemukan distraksi.”
---
Antara Humor dan Horor
Ardan merasa bulu kuduknya berdiri, tetapi OS-7 tetap santai. “Ah, ini hanya efek samping dari pilihan pintu kopi. Jangan khawatir, bayangan ini biasanya hanya muncul untuk menakuti, tapi tidak akan benar-benar menyerang.”
“Biasanya?” Ardan menatap OS-7 dengan tatapan penuh kecurigaan.
“Ya, kecuali kalau kau salah memesan kopi. Kau pesan apa tadi?”
Ardan memutar mata. “Aku belum pesan apa-apa. Kau terlalu banyak bicara.”
Bayangan itu semakin dekat, dan kali ini, ia mulai berbentuk lebih nyata. Namun, alih-alih menyerang, ia malah mengambil kertas pesanan Ardan, membaca nama yang salah, dan tertawa terbahak-bahak.
“Kau serius? Har... Dan? Ini lebih lucu dari yang aku bayangkan!” katanya sambil menghilang begitu saja.
Ardan menatap OS-7 dengan ekspresi datar. “Ini benar-benar konyol.”
“Hei, aku bilang tantangannya akan menarik, bukan?” OS-7 mengangkat bahu. “Lagian, kau butuh sedikit hiburan setelah semua horor dan tragedi yang kau alami, bukan?”
Ardan menghela napas panjang. Meskipun ia merasa tantangan ini tidak masuk akal, ia tidak bisa menyangkal bahwa suasana hatinya sedikit lebih ringan.
“Baiklah,” katanya. “Apa yang harus kulakukan selanjutnya?”
OS-7 tersenyum. “Kau tinggal menyelesaikan kopimu... kalau kau bisa mendapatkannya dari barista itu.”
Dengan tawa kecil, Ardan kembali ke meja kasir, bersiap untuk melanjutkan ujiannya yang penuh kejutan aneh dan absurd.