Naya yang tak pernah mendapatkan kasih sayang dari keluarganya harus mengalami malam kelam bersama dokter Mahesa, dokter bedah syaraf sekaligus direktur rumah sakit tempatnya bekerja sebagai seorang perawat.
Naya yang sadar akan dirinya yang hanya orang dari kelas bawah selalu berusaha menolak ajakan dokter Hesa untuk menikah.
Namun apa jadinya jika benih dari dokter tampan itu tumbuh di rahimnya, apakah Naya akan tetap menolak?
Tapi kalau mereka menikah, Naya takut jika pernikahan hanya akan membawa derita karena pernikahan mereka tanpa di landasi dengan cinta.
Namun bagaimana jadinya jika dokter yang terlihat dingin di luar sana justru selalu memperlakukan Naya dengan manis setelah pernikahan mereka?
Apakah Naya akhirnya akan jatuh cinta pada suaminya itu?
Follow ig otor @ekaadhamasanti_santi.santi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Papa?
Hesa menatap Naya yang terlihat gelisah sejak tadi. Calon istrinya itu tampak berbaring dengan tidak nyaman.
"Kamu kenapa? Mau sesuatu atau mikirin apa sebenarnya?"
Hesa mendekati Naya dan memilih duduk pada bangku yang ada di samping ranjang Naya.
"Nggak papa Pak dokter"
Sebenarnya Naya kurang nyaman juga dengan keberadaan Hesa di sana. Pria itu sama sekali tak beranjak dari ruangannya setelah kepergian orang tua Hesa tadi. Tapi ada hal yang membuat Naya lebih tak nyaman lagi saat ini. Yaitu jantung Naya yang terus-terusan berdetak tak karuan.
"Jangan menyimpan apapun seorang diri. Sebentar lagi kita menikah, kita harus saling terbuka karena terbuka adalah salah satu kunci berhasilnya suatu hubungan"
Naya menatap Hesa yang duduk di hadapannya. Kenapa juga pria itu duduk di sana. Naya mengutuk Hesa yang malah duduk di sana.
"Pak dokter, kenapa saya harus di rawat di ruangan ini? Pasti teman-teman saya bertanya-tanya. Saya takut kalau mereka membicarakan saya dan Pak dokter yang tidak-tidak"
Ketakutan Naya itu sungguh manusiawi. Semua orang akan ketakutan kalau ada di posisi Naya. Hamil di luar nikah, kemudian di rawat secara istimewa oleh Direktur rumah sakit itu. Pikiran negatif tentu saja membuat Naya tak tenang saat ini.
"Jadi itu yang membuat mu gelisah dari tadi?"
Naya pun mengangguk, dia masih takut- takut untuk menatap Hesa.
"Kamu tenang saja, saya sudah pastikan kalau tidak akan ada yang tau tentang kehamilan kamu. Kalau masalah kamu di rawat di ruangan ini, mereka juga akan tau kalau kamu itu calon istriku. Jadi tidak akan ada yang berani macam-macam sama kamu. Jadi jangan banyak pikiran ya? Pikirkan kesehatan anak kita!"
"Anak kita?" Hati Naya tiba-tiba berdesir mendengar Hesa menyebut janinnya seperti itu.
"Ada yang kamu cemaskan lagi?"
"Tidak ada Pak dokter. Tapi kenapa Pak dokter dari tadi ada di sini? Apa Pak dokter tidak ada pasien?"
"Kalau pasien nggak ada, saya di sini juga mau jaga calon istri saya yang keras kepala ini"
Naya langsung mengalihkan tatapannya ke langit-langit ruangan rawatnya yang mewah. Entah kenapa menurutnya Hesa itu selalu berhasil membuatnya tak berkutik dengan perlakuan manisnya.
Kruk.. Krukk...
Naya memejamkan matanya karena malu. Bisa-bisanya perutnya berbunyi dengan keras seperti itu.
Dia memang lapar, tapi sejak tadi bingung harus bagaimana. Menyampaikan keinginannya pada Hesa juga dia sungkan.
"Kamu lapar? Mau makan apa biar saya belikan?"
Melihat Naya yang hanya diam saja membuat Hesa menyadari jika Naya pasti sungkan untuk meminta kepadanya.
"Kenapa diam? Kamu masih sungkan ya sama saya?"
"S-saya tidak mau merepotkan dokter"
Hesa membuang nafasnya dengan berat. Tampaknya dia harus kembali meyakinkan Naya agar percaya sepenuhnya kepadanya.
"Naya dengar, saya ini calon suami kamu. Saya yang akan menjaga kamu dan anak kita secara keseluruhan. Jadi tolong percaya sama saya, tolong jangan sungkan lagi sama saya. Kalau kamu kaya gini terus dan nggak mau berusaha terbuka sana saya, yang ada hubungan kita nggak akan ada kemajuan"
"Maaf dokter"
"Sekarang kamu mau makan apa?"
"Emm, boleh nggak kalau Naya mau makan bakso tanpa mie?" Naya menatap Hesa dengan canggung.
"Boleh, mau sama apa lagi?" Tanya Hesa begitu lembut.
Suaranya yang berat namun lembut itu benar-benar mengalun membelai telinga Naya hingga membuat Naya merinding baik hati maupun seluruh tubuhnya.
"Sama minuman yang seger boleh nggak?"
Hesa tersenyum melihat bagaimana cara Naya meminta kepadanya dengan lucu.
Hesa berdiri kemudian mengusap kepala Naya dengan lembut.
"Boleh, sebentar ya?"
Naya hanya mampu menganggukkan kepalanya dengan pelan karena masih begitu terkejut dengan perlakuan Hesa kepadanya.
"Apa itu tadi?" Naya memegang dadanya yang terasa berdetak kencang di dalam sana.
Naya memang tau jika Hesa selalu bersikap lembut jika di rumah pada adiknya maupun Mamanya. Tapi apa Hesa juga akan terus bersikap lembut seperti itu kepadanya?
Lama Naya melamun, memikirkan kehidupannya setelah menjadi istri Hesa beberapa hari lagi sampai tak terasa Hesa sudah kembali lagi ke ruangannya dengan kantung plastik di tangannya.
"Lama ya?"
"E-enggak kok dokter"
Hesa langsung membuka bakso milik Naya dan menuangnya ke dalam mangkuk yang telah tersedia di dalam ruangan itu.
Hesa juga menyiapkan meja makan untuk Naya yang di pasang pada ranjangnya.
"Makanlah!" Pinta Hesa setelah meletakkan semangkuk bakso dengan kuah yang masih panas.
"Dokter nggak makan?" Naya menatap Hesa.
Dia tidak mungkin makan sendirian sementara Hesa saja sejak tadi terus menemaninya dan tidak makan sama sekali.
"Makan kok, saya juga beli nasi di kantin. Tapi kamu makan aja dulu ya?"
"Iya dokter, makasih banyak. Maaf sudah merepotkan dokter"
"Saya tidak merasa di merepotkan, kamu kan calon istri saya sendiri"
Blushh...
Sekarang bukan hanya kuah bakso itu saja yang panas, tapi pipi Naya juga ikut panas sampai memerah.
"Ayo di makan, apa mau saya suapi?"
"E-enggak dokter. Saya bisa sendiri!"
Kalau di suapi Hesa, takutnya nanti Naya lupa mengunyah dan malah tersedak bakso itu yang langsung ia telan.
Kegugupan Naya itu justru membuat Hesa tersenyum tipis di wajahnya yang tampan.
"Please jangan senyum gitu dong Pak dokter!!" Teriak Naya di dalam hati sambil melahap baksonya.
"Kenapa dokter nggak makan aja sekalian?" Tanya Naya yang lelah terus di perhatikan oleh Hesa.
"Ngomong aja kalau kamu mau ajak saya makan bareng"
"Eh?!!" Naya malah melongo mendengar jawaban dari Hesa yang di luar perkiraannya. Tapi Hesa justru langsung mengambil nasinya dan membawanya duduk kembali di samping Naya.
"Kenapa lagi ini?" Naya kesal karena dia lagi-lagi menginginkan makanan milik Hesa. Kali ini Hesa hanya makan dengan sambal ati, orek tempe, dan juga ayam goreng. Tapi rasa ingin menguasai makanan Hesa itu timbul lagi.
Naya terus menatap nasi di tangan Hesa itu sampai dia mengabaikan bakso yang ada di hadapannya.
"Naya?" Hesa sadar tatapan Naya saat ini tertuju ke mana.
"Eh, i-iya dok?"
"Kamu mau ini ya?" Tanya Hesa sambil mengulurkan nasi miliknya pada Naya.
"E-nggak kok dok. Ayo makan lagi"
Naya kembali memakan baksonya. Dia tentu saja tidak enak kalau kembali memakan makanan milik Hesa seperti kemarin.
"Ini makan aja, kita tukeran. Sepertinya ini maunya anak kita. Dia yang mau makan makanan punya Papanya kaya kemarin kan?"
Deg..deg..deg..
Jantung Naya kembali berdetak tak karuan karena ucapan Hesa.
"Papa?" Gumam Naya tanpa sadar.
"Iya Mama, kenapa?"
Blush...
Naya merasa tak kuat karena di serang bertubi-tubi oleh Hesa.