"The Secret Behind Love." adalah sebuah cerita tentang pengkhianatan, penemuan diri, dan pilihan yang sulit dalam sebuah hubungan. Ini adalah kisah yang menggugah tentang bagaimana seorang wanita yang bernama karuna yang mencari cara untuk bangkit dari keterpurukan nya, mencari jalan menuju kebahagiaan sejati, dan menemukan kembali kepercayaannya yang hilang.
Semenjak perceraian dengan suaminya, hidup karuna penuh dengan cobaan, tapi siapa sangka? seseorang pria dari masa lalu karuna muncul kembali kedalam hidupnya bersamaan setelah itu juga seorang yang di cintai nya datang kembali.
Dan apakah Karuna bisa memilih pilihan nya? apakah karuna bisa mengendalikan perasaan nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jhnafzzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Taman Kota.
Mobil akhirnya berhenti di depan sebuah taman kota yang asri. Pepohonan rindang melindungi area taman dari teriknya matahari pagi. Beberapa orang tampak duduk-duduk santai di bangku taman, sementara anak-anak kecil bermain di area bermain. Karuna turun dari mobil, memandang sekeliling dengan takjub.
“Ini taman kota?” tanyanya sambil berjalan mengikuti Dirga.
Dirga mengangguk. “Iya. Bagus, kan? Aku sering ke sini kalau lagi butuh tempat buat santai.”
Karuna tersenyum kecil. Tempat itu memang terlihat nyaman, jauh dari hiruk-pikuk kota. Mereka berjalan ke salah satu bangku taman yang sedikit terpisah dari keramaian, di bawah pohon besar yang memberikan bayangan teduh.
“Duduk dulu,” kata Dirga sambil menepuk bangku di sebelahnya.
Karuna menurut dan duduk. Suara burung berkicau dan angin sepoi-sepoi membuat suasana terasa damai. Dirga berdiri sejenak, lalu berjalan ke arah kios kecil di sudut taman. Ia kembali beberapa menit kemudian dengan dua es krim di tangannya.
“Nih, buat kamu,” katanya sambil menyerahkan satu es krim ke Karuna.
Karuna tertawa kecil. “Es krim pagi-pagi? Kamu aneh, deh.”
“Kadang-kadang aneh itu bagus,” balas Dirga sambil tersenyum lebar.
Mereka menikmati es krim sambil duduk santai, melihat orang-orang berlalu-lalang di taman. Karuna merasa beban di pundaknya sedikit berkurang. Ini adalah momen sederhana, tapi sangat berarti baginya.
“Kamu sering ke sini sendirian?” tanya Karuna, mencoba memecah keheningan.
“Iya, kadang kalau lagi bosan atau stress sama kerjaan, aku ke sini. Rasanya lebih tenang aja. Kamu juga harus sering-sering ke sini. Bawa Ethan juga, biar dia bisa main,” jawab Dirga sambil menatap langit.
Karuna mengangguk pelan. “Iya, tempatnya enak. Kayaknya Ethan bakal suka main di sini.”
Mereka terdiam lagi, menikmati momen masing-masing. Tapi Dirga, yang duduk sedikit lebih dekat ke Karuna, merasa ada hal yang ingin ia katakan. Ia menatap Karuna dari sudut matanya, melihat bagaimana wajah perempuan itu terlihat lebih rileks dibanding sebelumnya.
“Karuna,” panggil Dirga pelan.
Karuna menoleh. “Iya?”
“Aku tahu hidup kamu sekarang nggak gampang, tapi selalu ingat ya? aku selalu ada buat kamu... apapun yang terjadi,” kata Dirga dengan suara lembut.
Karuna terdiam, menatap Dirga tanpa tahu harus berkata apa. Kata-kata Dirga selalu tulus, dan ia bisa merasakannya. Tapi di saat yang sama, ia masih takut untuk membuka hatinya lagi.
“Dirga… aku…” Karuna mencoba bicara, tapi suaranya tercekat.
Dirga tersenyum tipis, mencoba meredakan suasana. “Nggak usah dijawab sekarang. Aku cuma mau kamu tahu itu aja.”
Karuna menghela napas panjang, menunduk sambil memainkan es krim di tangannya yang mulai meleleh. “Terima kasih, Dir. Aku benar-benar bersyukur ada kamu di hidup aku sekarang.”
Dirga tidak menjawab, hanya mengangguk pelan sambil menatap lurus ke depan. Bagi Dirga, itu sudah cukup untuk saat ini.
Setelah beberapa saat, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan mengitari taman. Dirga menunjuk beberapa tempat favoritnya, seperti area bunga-bunga yang sedang bermekaran dan jembatan kecil di atas kolam ikan. Karuna merasa lebih santai seiring berjalannya waktu. Ia bahkan mulai tertawa saat Dirga menceritakan beberapa kejadian konyol yang pernah ia alami di taman itu.
“Aku pernah hampir jatuh di jembatan itu gara-gara keasyikan main ponsel,” cerita Dirga sambil menunjuk jembatan kecil di tengah taman.
Karuna tertawa. “Kamu nggak berubah ya, Dirga. Selalu ceroboh.”
“Ya kan aku manusia, wajar lah,” balas Dirga sambil tertawa.
Hari itu terasa begitu ringan. Mereka menghabiskan waktu tanpa memikirkan masalah-masalah besar yang biasanya membebani pikiran mereka. Bagi Karuna, momen seperti ini sangat berarti. Ia merasa ada harapan di tengah segala kesulitan yang ia hadapi.
Saat matahari mulai naik lebih tinggi, mereka memutuskan untuk kembali ke mobil. Di perjalanan pulang, Karuna merasa lebih tenang.
“Dirga,” panggil Karuna pelan saat mobil melaju di jalanan yang mulai ramai.
“Hm?” Dirga meliriknya sambil tetap fokus pada jalan.
“Terima kasih, ya. Buat semuanya.”
Dirga tersenyum kecil. “Nggak usah terima kasih terus. Aku udah bilang, aku di sini buat kamu.”
Karuna tersenyum, merasa hatinya sedikit lebih ringan. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa ada harapan baru yang perlahan mulai tumbuh.
Siang itu, matahari bersinar cukup terik saat Dirga dan Karuna tiba di depan sekolah Ethan. Suasana sekitar penuh dengan keramaian anak-anak yang keluar kelas, bercanda ria, dan para orang tua yang menjemput anak mereka.
“Nggak nyangka ya, jadi orang tua tuh seru juga,” kata Dirga sambil tertawa kecil, melirik Karuna yang berdiri di sebelahnya.
Karuna mendelik, tapi ada senyum di wajahnya. “Belum jadi orang tua beneran, Dirga. Kamu cuma nebeng peran.”
Dirga tertawa lagi. “Nebeng tapi totalitas, dong.”
Tak lama kemudian, Ethan keluar dari gerbang sekolah. Tasnya yang hampir sebesar badannya terlihat penuh, dan wajahnya sumringah begitu melihat Karuna dan Dirga.
“Mama, Om Dirga!” teriak Ethan sambil berlari menghampiri mereka.
Karuna berjongkok, menyambut Ethan dengan pelukan hangat. “Gimana sekolahnya, Nak? Seru?”
Ethan mengangguk cepat. “Seru banget, Ma! Aku kenalan sama banyak teman baru. Terus, tadi ada mainan robot di kelas, keren banget!”
Dirga, yang berdiri di belakang Karuna, mengacak rambut Ethan dengan lembut. “Wah, robotnya keren kayak kamu, ya?”
“Iya, Om! Tapi... aku nggak punya robot kayak gitu di rumah,” jawab Ethan sambil menatap Dirga dengan sedikit cemberut.
Dirga melirik Karuna sambil tersenyum. “Hmmm, ngomong-ngomong soal robot… Gimana kalau kita mampir ke toko mainan sebentar?”
Ethan langsung melompat kegirangan. “Beneran, Om? Kita ke toko mainan?”
“Dirga, nggak usah repot-repot,” sela Karuna, mencoba menahan Ethan yang sudah bersemangat.
“Ah, nggak apa-apa, Karuna. Anggap aja traktiran kecil buat Ethan. Lagi pula, aku janji nggak bakal boros kok,” kata Dirga sambil berkedip ke arah Karuna.
Karuna menghela napas, tapi akhirnya mengangguk. Ethan sudah melompat-lompat kegirangan, jadi rasanya tak tega untuk menolak.
Di toko mainan, Ethan seperti anak kecil yang baru pertama kali masuk ke surga padahal dulunya ia punya mainan yang berkali-kali lipat di mahal dari itu... dulu. Matanya berbinar-binar melihat deretan rak penuh mainan warna-warni. Ia berlari dari satu rak ke rak lain, tak bisa menyembunyikan antusiasmenya.
“Om! Lihat ini, ada robot besar! Om, sini!” Ethan memanggil Dirga sambil memegang kotak mainan robot yang ukurannya hampir sebesar badannya.
Dirga menghampiri Ethan dan memeriksa mainan itu. “Wah, ini robotnya keren banget. Kamu suka yang ini?”
Ethan mengangguk cepat. “Iya, Om! Tapi ini mahal nggak?”
Dirga tertawa kecil. “Buat kamu, nggak ada yang mahal.”
“Dirga!” tegur Karuna dari belakang mereka, mencoba menghentikan kegilaan belanja ini sebelum makin parah.
Dirga hanya tersenyum santai ke arah Karuna. “Santai aja, Karuna. Ini cuma robot kecil.”
Karuna melipat tangan di dada, tapi tak berkata apa-apa lagi. Ia tahu Ethan terlalu senang untuk dihentikan sekarang.
Setelah memilih robot, Ethan berkeliling lagi mencari mainan lain. Dirga dengan sabar menemani, bahkan kadang ikut memberikan saran. Karuna hanya mengikuti di belakang, sesekali menghela napas sambil tersenyum kecil melihat Ethan dan Dirga yang tampak akrab.
Akhirnya, Ethan selesai memilih mainannya. Selain robot besar, ia juga mengambil satu set puzzle dan bola kecil. Dirga membayar semuanya tanpa ragu, meskipun Karuna sempat mencoba menahannya.
“Dirga, kamu nggak harus melakukan ini,” kata Karuna saat mereka keluar dari toko dengan tas belanjaan di tangan.
“Ah, ini nggak seberapa, Karuna. Lagi pula, lihat Ethan tuh. Dia bahagia banget,” jawab Dirga sambil menunjuk Ethan yang berjalan sambil memeluk kotak robotnya dengan wajah penuh kebahagiaan.
Karuna menatap Ethan, lalu menatap Dirga. Ia tak bisa menyangkal bahwa apa yang Dirga lakukan benar-benar membuat Ethan senang. “Ya udah, tapi jangan sering-sering, ya. Aku nggak mau Ethan jadi manja.”
Dirga tersenyum tipis. “Tenang aja, aku juga tahu batasannya.”
Di perjalanan pulang, Ethan terus bercerita tentang rencananya untuk bermain dengan robot barunya. Suaranya yang riang memenuhi mobil, membuat Karuna tersenyum lega. Ia menyadari bahwa kehadiran Dirga benar-benar memberikan warna baru dalam hidup mereka.
“Om Dirga, nanti kita main bareng robotnya, ya?” pinta Ethan sambil menatap Dirga dengan penuh harap.
“Pasti, dong. Om Dirga nggak bakal nolak ajakan main dari Ethan,” jawab Dirga sambil tertawa.
Karuna, yang duduk di kursi penumpang disamping dirga, hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum. Ia tahu Dirga selalu punya cara untuk membuat semuanya terasa lebih ringan. Dan meskipun ia awalnya ragu, kini ia mulai merasa bahwa Dirga adalah sosok yang sangat berarti, bukan hanya untuknya, tapi juga untuk Ethan.