800 setelah perang nuklir dahsyat yang melibatkan Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok, dunia telah berubah menjadi bayangan suram dari masa lalunya. Peradaban runtuh, teknologi menjadi mitos yang terlupakan, dan umat manusia kembali ke era primitif di mana kekerasan dan kelangkaan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Di tengah reruntuhan ini, legenda tentang The Mockingbird menyebar seperti bisikan di antara para penyintas. Simbol harapan ini diyakini menyimpan rahasia untuk membangun kembali dunia, namun tak seorang pun tahu apakah legenda itu nyata. Athena, seorang wanita muda yang keras hati dan yatim piatu, menemukan dirinya berada di tengah takdir besar ini. Membawa warisan rahasia dari dunia lama yang tersimpan dalam dirinya, Athena memulai perjalanan berbahaya untuk mengungkap kebenaran di balik simbol legendaris itu.
Dalam perjalanan ini, Athena bergabung dengan kelompok pejuang yang memiliki latar belakang & keyakinan berbeda, menghadapi ancaman mematikan dari sisa-s
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25: Propaganda Atlantis
Di pusat kekuasaan Atlantis, sebuah gedung megah dengan kubah emas berdiri menjulang, menandakan kemegahan dan otoritas tak tertandingi. Dalam ruang pertemuan besar yang dikelilingi kaca hitam dan ornamen logam, para petinggi Atlantis berkumpul.
Di ujung meja, pemimpin tertinggi Atlantis, kaisar lucien, duduk dengan wajah dingin. Matanya tajam, mengamati hologram peta dunia yang melayang di atas meja. Berita tentang pemberontakan Athena mulai mencapai berbagai penjuru dunia. Bukan hanya itu, pembantaian para ilmuwan di Pulau Mistik telah memicu reaksi, meskipun banyak yang masih takut untuk berbicara.
“Pemberontakan ini seperti api kecil,” kata General Thrax, seorang pria berperawakan besar dengan seragam militer yang rapi. “Tapi jika dibiarkan, itu bisa membakar seluruh wilayah kita. Kita harus memadamkannya sekarang, sebelum menjadi ancaman nyata.”
Veyron mengangguk perlahan, lalu mengalihkan pandangannya ke Menteri Informasi, Valeria, seorang wanita cerdas dengan senyum licik. “Apa rencana kita untuk mengendalikan narasi ini?”
Valeria berdiri, menyentuh panel di meja. Hologram berubah, menunjukkan gambar-gambar yang diambil dari Pulau Mistik—ilustrasi para ilmuwan, bangunan yang hancur, dan asap tebal yang membumbung ke langit.
“Kita akan menggunakan kejadian di Pulau Mistik sebagai alat propaganda,” katanya. “Berita yang kita sebarkan adalah bahwa para ilmuwan itu bukan korban, tetapi pelaku. Mereka akan kita gambarkan sebagai ancaman yang ingin menggulingkan kestabilan dunia.”
Thrax menyipitkan matanya. “Dan bagaimana kita akan menjelaskan pembantaian itu?”
“Kita akan mengatakan bahwa mereka adalah para ekstremis yang ingin mengungkap rahasia dari ratusan abad lalu—rahasia yang berbahaya dan dapat menghancurkan dunia seperti yang terjadi di masa lalu,” jawab Valeria dengan nada dingin. “Dengan kata lain, kita membunuh mereka untuk melindungi dunia.”
Veyron tersenyum tipis. “Cukup masuk akal. Dan bagaimana dengan pemberontakan di wilayah-wilayah kecil?”
Valeria melanjutkan, “Kita kaitkan mereka dengan para ilmuwan di Pulau Mistik. Kita katakan bahwa para pemberontak ini adalah kaki tangan kelompok ekstremis yang ingin menciptakan kekacauan. Dengan cara ini, kita akan mendapatkan dukungan dunia internasional untuk menindak mereka.”
Dalam waktu singkat, rencana Atlantis dijalankan. Media yang dikuasai negara menyebarkan berita ke seluruh dunia. Tayangan video dan laporan khusus menunjukkan ilmuwan-ilmuwan di Pulau Mistik digambarkan sebagai pelaku konspirasi besar. Dalam narasi itu, mereka dikatakan berusaha menghidupkan kembali teknologi berbahaya dari masa lalu yang dapat memicu kehancuran baru.
“Para ilmuwan ini berusaha mengungkap rahasia yang telah dikubur demi kebaikan dunia,” kata penyiar dalam sebuah siaran global. “Atlantis telah bertindak tegas untuk melindungi umat manusia dari ancaman ini. Dan kini, pemberontakan yang dipimpin oleh kelompok radikal mulai bermunculan, berusaha melanjutkan agenda mereka yang berbahaya.”
Gambar-gambar disesuaikan untuk memfitnah. Beberapa rekaman memperlihatkan kelompok pemberontak sedang membawa senjata, disunting untuk menunjukkan seolah-olah mereka menyerang warga sipil. Wajah Athena tidak terlihat jelas, tetapi sosoknya disebut sebagai “pemimpin bayangan dari kelompok ekstremis.”
Di berbagai belahan dunia, berita ini menuai reaksi yang beragam. Beberapa negara, terutama yang menjadi sekutu Atlantis, langsung menyatakan dukungan terhadap tindakan mereka.
“Kami mendukung langkah Atlantis dalam menjaga stabilitas dunia,” kata seorang diplomat dari negara utama.
Namun, di balik layar, beberapa pihak mulai mempertanyakan kebenaran narasi ini. Kelompok-kelompok penentang Atlantis yang tersembunyi, meskipun kecil, mulai bergerak.
Di kamp revolusi, Athena dan kelompoknya menyaksikan siaran itu dari sebuah radio tua yang berhasil mereka hidupkan. Suara penyiar yang dingin membuat darah Athena mendidih.
“Mereka memfitnah kita,” kata Kaiden, suaranya penuh amarah. “Mereka memutarbalikkan kebenaran. Kita bukan ekstremis!”
Athena mengepalkan tinjunya, matanya membara. “Itulah cara mereka bekerja. Mereka memutarbalikkan fakta untuk melindungi diri mereka. Tapi ini juga berarti satu hal: mereka mulai takut pada kita.”
Elora yang duduk di pojok, menatap radio itu dengan tatapan kosong. Suara ibunya yang masih terngiang di benaknya kini dibayangi oleh kebohongan besar yang diciptakan Atlantis.
“Athena,” kata Elora dengan suara gemetar, “bagaimana kita bisa melawan mereka jika seluruh dunia percaya pada kebohongan mereka?”
Athena berjalan mendekat, menunduk di hadapan Elora, lalu memegang bahunya. “Kita tidak akan melawan mereka dengan kebohongan. Kita akan melawan mereka dengan kebenaran, sekecil apa pun itu. Dunia akan tahu, cepat atau lambat.”
Namun, Athena tahu bahwa tantangan mereka kini semakin besar. Propaganda Atlantis tidak hanya menghancurkan citra mereka, tetapi juga mengancam mendatangkan lebih banyak pasukan untuk memadamkan pemberontakan.
Kaiden berbicara dalam rapat malam itu. “Kita harus menemukan cara untuk melawan propaganda ini. Jika dunia percaya pada mereka, kita akan kehilangan dukungan sebelum kita bahkan punya kesempatan untuk bertarung.”
Seorang pria dari kelompok mereka, seorang mantan jurnalis bernama Orin, angkat bicara. “Ada satu cara. Kita harus merekam apa yang sebenarnya terjadi. Kita tunjukkan pada dunia kebenaran tentang genosida di Pulau Mistik, tentang kekejaman Atlantis, dan tentang apa yang sebenarnya kita perjuangkan.”
Athena mengangguk. “Kita akan melakukannya. Tapi kita harus hati-hati. Mereka akan mencoba membungkam siapa pun yang berusaha mengungkap kebenaran.”
Dengan rencana baru, Athena dan kelompoknya memulai babak baru perjuangan mereka. Mereka tahu bahwa melawan propaganda Atlantis adalah tugas berat, tetapi mereka juga tahu bahwa kebenaran adalah senjata paling kuat yang mereka miliki.