Sebuah insiden membawa Dinda Fahira Zahra dan Alvaro Davian bertemu. Insiden itu membawa Dinda yang yatim piatu dan baru wisuda itu mendapat pekerjaan di kantor Alvaro Davian.
Alvaro seorang pria dewasa tiba-tiba jatuh hati kepada Dinda. Dan Dinda yang merasa nyaman atas perhatian pria itu memilih setuju menjadi simpanannya.
Tapi bagaimana jadinya, jika ternyata Alvaro adalah Ayah dari sahabat Dinda sendiri?
Cerita ini hanya fiktif belaka. Mohon maaf jika ada yang tak sesuai norma. 🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh
"Maaf, Vina. Aku tak mau ikut campur dengan masalah keluarga kamu. Aku akan selalu ada untukmu, tapi untuk mencari tau siapa wanita Daddy mu sepertinya aku tak bisa!" seru Dinda.
"Kenapa ...? Aku ingin kamu dekati Daddy ku, dan cari tau wanita yang sering bersamanya," balas Vina.
"Sekali lagi maaf, Vin. Aku tak berani dan tak bisa!" seru Dinda dengan tegas.
"Baiklah, kalau kamu tak mau bantu. Aku minta tolong Satria saja. Kapan kita bisa pergi bertiga?" tanya Vina.
Sepertinya Vina sengaja mengalihkan pembicaraan melihat Dinda sudah mulai tak nyaman. Dalam hatinya, pasti sahabatnya itu segan karena tak dekat dengan orang tuanya.
Dinda manarik napas dalam. Dia telah mengambil keputusan untuk menjauh dari Vina sementara waktu. Bukannya dia tak menghargai persahabatan mereka. Akan tetapi semua demi kebaikan bersama.
Mengingat Alvaro yang begitu menyayangi dirinya, Dinda memutuskan untuk mempertahankan pernikahan mereka apa pun yang akan terjadi. Akan dia buktikan jika cinta mereka tak salah, cuma mungkin dipertemukan di waktu yang salah.
Tak ada yang merebut di sini. Mereka bertemu di saat keduanya sedang sendiri, walau Alvaro pernah menjalin biduk rumah tangga.
"Aku tak bisa janji, Vin. Saat ini pekerjaanku semakin banyak. Aku tak banyak memiliki waktu senggang. Kalau aku ada libur, aku pasti akan hubungi kamu. Atau aku akan datang langsung ke butik," ucap Dinda.
Dalam hati Dinda, sebenarnya dia berat untuk mengatakan semua ini. Vina begitu baik. Dia berharap waktu akan membuat mereka dewasa dan bisa menerima semua takdir dengan ikhlas. Dia akan sembunyikan ini dulu hingga waktunya tiba untuk berkata jujur.
"Iya, deh. Yang udah kerja. Tapi, kamu janji akan temani aku, kapan aku butuhkan?" tanya Vina.
"Kapan pun kamu minta, jika aku ada waktu senggang, aku pasti akan datang. Kau sahabat terbaikku dan akan menjadi sahabat terbaikku selamanya. Aku minta, jika ada satu kesalahanku yang membuat kamu kecewa, aku mohon maaf. Semua kulakukan tak bermaksud untuk menyakitimu!" seru Dinda.
"Kamu bicara apa sih?" Vina bertanya dengan dahi berkerut, karena tak paham dengan ucapan sahabatnya.
"Vina, sebagai manusia biasa, aku memiliki potensi untuk melakukan kesilapan dan kesalahan. Jika kamu mendapati aku melakukannya, aku minta maaf!" seru Dinda.
"Aku yakin kamu tak akan melakukan kesalahan padaku. Aku yakin kamu tak akan pernah mengecewakanku."
"Semua kemungkinan itu bisa saja terjadi, Vina. Tuhan bisa membolak-balikkan perasaan seseorang begitu cepat," balas Dinda.
"Aku akan memaafkan kamu!" jawab Vina.
Dinda lalu meraih tangan sahabatnya dan menggenggamnya erat. Berharap apa yang Vina katakan itu benar.
Mereka akhirnya berpisah. Vina memutuskan akan meminta Satria saja yang menyelidiki tentang Daddy nya.
**
Dinda pulang ke apartemen dengan supir pribadi suaminya. Setelah yakin Vina tak mengikuti barulah dia masuk ke mobil. Tadi, sahabatnya itu bersikeras ingin mengantar pulang. Namun, Dinda menolak dengan berbagai alasan.
Sampai di apartemen, dia melihat suasana sudah agak sunyi. Dinda berpikir mungkin suaminya telah tidur. Dia langsung membuka pintu kamar dan melihat Alvaro yang masih bekerja dengan laptopnya.
"Kamu sudah pulang, Sayang!" seru Alvaro.
Tanpa menjawab pertanyaan pria itu, Dinda naik ke ranjang. Entah mengapa dia jadi takut berpisah dengan pria itu. Ingin memeluknya erat.
Alvaro menutup laptopnya dan meletakkan di atas nakas. Dia lalu merubah duduknya menghadap sang istri. Memeluk pinggang Dinda dan menariknya hingga tubuh mereka makin merapat.
"Saat ini kamu telah resmi menjadi istriku. Jangan malu, kamu telah halal bagiku. Apapun yang kita lakukan nggak ada yang bisa melarang dan menentangnya."
Alvaro mengajak Dinda berbaring. Kepala gadis itu diletakan diatas lengannya. Dia lalu memiringkan tubuhnya menghadap ke sang istri.
"Dinda, apa kamu tau apa yang biasanya suami istri lakukan di kamar?" tanya Alvaro dengan hati-hati.
"Tentu aja. Emang Om pikir aku lugu banget," ucap Dinda cemberut.
"Aku mengatakan ini bukan ingin menuntut mu melakukan itu sekarang. Aku hanya ingin memberi tau kamu aja."
"Kalau gitu, untuk apa Om mengatakan semua itu. Kalau Om pengin minta hak sebagai suami, katakan saja dengan jujur!" seru Dinda.
"Aku nggak ingin terburu-buru Dinda. Ini untuk pertama kali bagimu. Lagi pula, aku nggak ingin kamu berpikiran aku menikahi kamu hanya untuk melakukan hubungan badan, walau itu emang salah satu tujuannya aku menikahi kamu."
"Aduh, Om ngomong apa sih. Jangan mutar-mutar. Ngeles aja kayak bajai."
Alvaro mengacak rambut Dinda dengan gemasnya. Dia senang melihat gadis itu masih tampak ceria walau baru bertemu Vina, itu artinya semua bisa dia atasi.
"Apa kamu siap jika aku meminta hakku sekarang?" tanya Alvaro dengan suara pelan tapi masih dapat di dengar Dinda.
"Seharusnya kapan pun Om meminta aku harus siap!" seru Dinda.
"Bagaimana kalau aku memintanya malam ini, apa kamu bersedia dan siap?" tanya Alvaro lagi.
Dinda menjawab dengan anggukan kepalanya. Dia sadar, sebagai istri sudah menjadi kewajibannya memberikan nafkah batin bagi sang suami. Siap tak siap harus siap.
"Baiklah, kita akan mulai malam pertama ini di bab berikutnya," bisik Alvaro.
selesaikan dulu sama yg Ono baru pepetin yg ini
semoga samawa...
lanjut thor...