NovelToon NovelToon
Luka Dan Pembalasan

Luka Dan Pembalasan

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Balas Dendam / Janda / Konflik etika / Cerai
Popularitas:1.9M
Nilai: 4.7
Nama Author: Reni mardiana

Di hancurkan berkeping-keping oleh suaminya dan juga ibu mertuanya, kehidupan Laras sangat hancur. selain harus kehilangan anak keduanya, Laras di serang berbagai ujian kehidupan lainnya. Putranya harus di rawat di rumah sakit besar, suami mendua, bahkan melakukan zina di rumah peninggalan orantuanya.

Uluran tangan pria tulus dengan seribu kebaikannya, membawa Laras bangkit dan menunjukkan bahwa dirinya mampu beejaya tanpa harus mengemis pada siapapun. Akan dia balaskan semua rasa sakitnya, dan akan dia tunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya.

Sehebat apa luka yang Laras terima? apakah dia benar-benar membalaskan rasa sakitnya?

Yuk simak terus ceritanya sampai habis ya 🤗🥰

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tunangan

Dua hari Jefri tidak pulang ke rumah, selama dua hari itu pula Langit merasakan demam tinggi dan mengeluh sakit di bagian dadanya, hingga membuat bocah berusia 6 tahun itu kesulitan untuk bernapas.

“Bu-bu, da-dada Langit sa-sakit. La-langit su-susah napas. To-tolong Langit, Bu.”

Selama ini Langit tidak pernah menyusahkan Laras, bahkan jarang sekali minta tolong. Namun untuk pertama kalinya anak kecil itu meminta sang ibu supaya membantunya.

“Astagfirullah, Langit. Ya Allah, Nak. Ka-kamu sakit apa sih, jangan buat Ibu khawatir dong, Sayang. Kita ke periksa ke dokter ya, kamu tahan. Oke?”

Laras yang mulai panik melihat kondisi sang anak semakin tidak karuan langsung mencari kain, kemudian menggendong Langit layaknya anak bayi.

Perjuangan seorang ibu terlihat jelas. Laras rela berjalan kaki mencari angkutan umum yang lumayan jauh ke depan jalan raya.

Sepanjang jalan Laras hanya bisa meneteskan air mata melihat wajah sang anak yang sudah pucat, sesekali menciumnya.

Tak lupa juga Laras menelepon Jefri berulang kali, tetapi tidak diangkat sama sekali. Selepas itu beralih untuk mencoba menelepon ibu mertua dengan tujuan menanyakan keberadaan sang suami. Namun naas, belum juga bilang Tuti sudah memarahi menantunya tanpa ingin mendengar penjelasan terlebih dahulu.

Takut terbawa emosi mendengar suara mertuanya yang selalu menyalahkannya Laras segera mematikan sambungan panggilan secara sepihak. Dia tidak ingin menambah beban pikirannya, apalagi kondisi Langit sedang tidak baik-baik saja.

Melihat ada pangkalan tukang ojek Laras segera meminta tolong pada salah satu ojek untuk mengantarkan ke puskesmas terdekat.

Sepanjang perjalanan menaiki motor Laras menenangkan Langit yang terus menangis kesakitan. Putranya itu benar-benar anak yang kuat, mungkin jika anak lain yang merasakan sudah pasti tidak sadarkan diri dan terus merengek. Berbeda sama sang anak yang terus menahan rasa sakit tanpa menangis supaya tidak membuat sang ibu semakin khawatir.

Saking paniknya Laras berulang kali mengirim spam pesan kepada Jefri. Sayangnya bukan mendapat respons dia malah melihat pesan itu dibaca tanpa balasan apa pun.

“Ayo, Mas, balas pesanku. Aku mohon, bantu aku. Saat ini keadaan Langit sedang tidak baik. Aku tidak ingin kehilangan Langit. Jadi aku mohon susul aku ke rumah sakit. Langit butuh kita, Mas, Langit butuh kita!”

Laras berbicara kecil menatap ponselnya. Derai air mata terus bercucuran di wajah Laras. Tangan wanita itu sedikit gemetar untuk mengirim pesan juga menghubungi Jefri tanpa kata menyerah.

Hanya berselang beberapa detik, tiba-tiba saja nomor Jefri tidak aktif dan pesannya pun ceklis satu. Di situlah pikiran Laras mulai kacau, ditambah mendengar suara sang anak yang sangat menyayat hati.

“Bu-bunda, La-langit a-anak yang kuat, ‘kan?” tanya Langit terbata-bata, membuat Laras mengusap kepala sang anak sambil mengangguk menangis.

“I-iya, Sayang. Langit anak Bunda yang kuat. Jadi sabar ya, sebentar lagi kita sampai di puskesmas. Oke?”

Langit menatap lekat mata Laras, lalu mengusap air mata yang ada di pipi kanan ibunya sambil tersenyum kecil.

“Bu-bunda jangan khawatir. La-langit ‘kan, anak baik pasti Allah a-akan menolong Langit u-untuk sembuh. Cu-cuma ma-maafkan La-langit, Bunda. La-langit ngantuk. La-langit tidur se-sebentar, ya, Bun. Da-dada La-langit sakit banget. Bu-bunda jangan na-nangis lagi. La-langit tidak su-suka.”

Tangan Langit terlepas lemas bersamaan kedua mata yang sudah tertutup rapat. Isak tangis Laras semakin histeris karena melihat kondisi sang anak.

“Langit!” teriak Laras dengan sangat kencang memeluk sang anak, membuat tukang ojek bingung.

Betapa rapuh dan hancurnya hati Laras ketika tidak bisa berbuat apa-apa selain berdoa, berdoa, dan berdoa demi kesembuhan sang anak.

“Bunda mohon bertahanlah, Sayang. Bunda mohon hiks … Pak ayo, cepat bawa saya ke puskesmas!”

Laras menepuk keras pundak tukang ojek berulang kali dalam keadaan panik.

“I-iya, Bu. Sabar ya, Bu. Dikit lagi kita sampai, tapi anak Ibu gapapa, ‘kan?” tanya tukang ojek ikut panik.

“Anak saya pingsan, Pak. Jadi saya mohon sama Bapak. Tolong cepat, cepat, cepat hiks ….”

Tukang ojek mengangguk antusias, kemudian menambah kecepatan motornya dan berharap semoga Langit bisa segera mendapatkan pertolongan pertama dengan baik.

Hanya berselang 5 menit, akhirnya mereka sampai di puskesmas. Laras turun dalam keadaan terburu-buru, tetapi ketika ingin membayar ojek tersebut malah menolak.

Orang itu tidak ingin menerima dengan alasan untuk biaya berobat Langit saja, setelah itu pergi meninggalkan mereka dengan harapan semoga keadaan anak yang telah ditolongnya baik-baik saja.

Laras sangat terharu atas kebaikan hati tukang ojek. Berbeda sama Jefri yang tidak sedikit pun peduli akan kondisi anak kandungnya sendiri.

Langit langsung ditangani oleh dokter umum yang ada di puskesmas tersebut, tetapi jawaban sang dokter malah berhasil membuat dia syok.

“Jadi begini, Bu. Kondisi Langit saat ini benar-benar tidak baik. Detak jantungnya sedikit lemah, bahkan panasnya pun sangat tinggi. Dalam kondisi Langit yang seperti saat ini Ibu harus membawanya ke rumah sakit untuk melakukan ronsen. Saya takut jika ada penyakit dalam yang harus segera ditangani oleh alat-alat medis yang lebih canggih,” ucap dokter.

“Ru-rumah sakit, Dok? A-apakah se-separah itu penyakit anak saya?” tanya Laras penuh keseriusan.

“Saya kurang tahu pasti, Bu. Cuma melihat keadaan seperti ini Langit harus segera di opname di rumah sakit besar marena diagnosa saya anak Ibu terkena penyakit hati atau paru-paru yang menyebabkan dadanya terasa sakit. Namun saya tidak bisa memastikan dengan betul, apakah itu benar atau tidak, sehingga lebih baik Ibu konsultasi ke dokter khusus yang jauh lebih mengetahui tentang penyakit dalam,” jawab dokter.

“A-apakah dokter tahu biayanya ronsen itu sekitar berapa?” tanya Laras kembali.

“Saya kurang tahu ya, Bu. Mungkin kalau biaya ronsen doang atau mengecek penyakit dalam itu sekitar 300 ribuan kurang lebih. Namun setiap rumah sakit berbeda, Bu. Cuma kalau terbukti benar Langit punya penyakit dalam maka dia harus melakukan perawatan lebih yang biayanya bisa jutaan rupiah atau puluhan juta tergantung dengan penyakitnya.”

Penjelasan dari dokter membuat tubuh Laras melemas dan hampir saja jatuh jika tidak ditahan oleh suster yang kebetulan berada di dekatnya.

“Bu … Ibu gapapa?” tanya dokter panik, ketika suster membawanya duduk di kursi.

Laras tidak menjawab pertanyaan dokter karena hatinya begitu sakit mendengar semua penjelasan itu. Seakan-akan semua dunianya runtuh begitu saja ketika menatap wajah Langit yang masih pingsan.

Tidak ada cara lain. Laras harus segera menyelamatkan nyawa Langit. Dia berdiri mendekati sang anak, mengusap pipi sambil menciumnya dengan penuh tangisan.

Selepas itu Laras menatap wajah dokter penuh keseriusan sambil memegang tangannya dan memohon.

“Dok, saya mohon dengan sangat. Jaga anak saya sebentar saya. Saya harus mencari biaya untuk membawanya ke rumah sakit. Ini KTP saya. Dokter pegang sebagai jaminan. Saya tidak akan lama. Setidaknya dokter bisa menangani anak saya selama saya pergi. Setelah mendapatkan uang itu saya akan langsung menjemput Langit. Saya mohon, Dok, saya mohon!”

Laras berlutut di hadapan dokter yang sedikit bingung. Namun dia juga seorang ibu, sehingga bisa merasakan apa yang dirasakan oleh ibu dari sang pasien.

“Baiklah, Bu. Saya akan jaga Langit semampu saya sambil menunggu Ibu kembali. Saya doakan semoga Ibu segera mendapatkan uang demi membawa Langit berobat. Semangat, Bu. Tuhan tidak tidur,” ucap dokter tersenyum sambil membangunkan Laras.

“Terima kasih, Dok. Saya titip Langit. Permisi!”

Laras meninggalkan puskesmas demi mencari biaya untuk sang anak. Hanya ada satu tempat yang menjadi tujuan dia saat ini, meskipun tidak percaya akan mendapatkannya. Cuma wanita itu bertekad dengan segala pendirian harus bisa membawa Langit ke rumah sakit bagaimanapun caranya.

Tak peduli haus, lapar, bahkan panas sekalipun Laras tetap berjalan mencari ojek di sekitar puskesmas. Namun tidak lupa juga dia masih tetap memperdulikan dan menjaga kehamilannya sebaik mungkin.

Laras menaiki ojek ke rumah sang mertua yang bisa dibilang cukup kaya, berharap Tuti bisa membantunya apalagi Langit adalah cucunya sendiri pasti tidak akan perhitungan. Meski hati kecil wanita tersebut tidak begitu percaya.

Perjalanan dari puskesmas ke rumah sang mertua kurang lebih 25 menit akibat jalanan sedikit macet. Laras turun sambil membayar ojek, kemudian dikejutkan dengan adanya banyak orang di sekeliling rumah Tuti.

Sebagian orang menatap tidak suka kepada Laras akibat penampilannya yang sangat sederhana bahkan persis seperti orang kampung.

Hanya saja wanita itu tidak peduli. Dia terus berjalan menuju memasuki rumah sambil melihat semua orang yang berpenampilan cantik, tampan, juga gagah mengenakan kebaya. Seperti ada pesta besar yang sedang Tuti adakan. Cuma pesta apa itu? Begitulah pikir sang menantu.

Baru juga tiga langkah, matanya langsung terbuka lebar ketika melihat sang suami begitu tampan juga gagah sudah selesai bertukar cincin. Di mana Jefri mencium manis tangan wanita cantik dengan wajah persis seperti di dalam foto yang selalu dia terima.

“Mas Jefri apa yang kamu lakukan di sini dengan wanita itu, hahh!”

Suara teriakan dari Laras berhasil membuat semua mata tertuju padanya dalam keadaan bingung. Jefri yang baru saja melakukan tunangan bersama Dania pun ikut menoleh menatap sang istri dengan mata terbuka lebar.

“La-laras ….”

“Dasar laki-laki tidak punya hati. Bisa-bisanya kamu bahagia di atas penderitaan anak dan istrimu. Menjijikan!” pekik Laras penuh amarah.

“Jaga omonganmu, Laras!” teriak Jefri tak terima. Dania memegang lengannya sambil mengelus pelan dengan tujuan untuk membuat sang tunangan merasa tenang.

“Kalian—-”

Plaak!

Satu tamparan keras dari Tuti membuat Laras melirik tajam. Dia tak menyangka bila suami dan mertuanya telah bersekongkol untuk mengkhianatinya.

“Mama!” teriak Desi selaku kakak dari Jefri yang langsung merangkul Laras.

“Jangan pernah kamu berbicara seperti itu pada anak saya, mengerti! Dan untuk kalian semua jangan salah paham terhadap Jefri atas sikap wanita ini. Asal kalian tahu karena wanita ini anak saya menjadi stres, apa yang dilakukan terhadap anak saya benar-benar kejam. Dia menjadikan anak saya sebagai mesin ATM, sementara dia enak-enak menikmati uang anak saya tanpa mengerti susahnya Jefri banting tulang dari pagi sampai pagi lagi. Lebih parahnya ketika anak saya ingin memberikan sedikit rezeki kepada ibunya, tetapi dia malah melarang keras dengan alasan uang bulanan selalu kurang. Istri macam apa dia, hah?”

Laras terkejut atas perkataan sang mertua yang berusaha ingin menjatuhkan harga diri serta nama baik dihadapan semua orang. Dengan begitu mereka akan berpihak kepada Jefri karena otaknya sudah dicuci habis oleh wanita licik itu.

“Dasar istri tidak tahu diri. Pantesan suaminya berpaling, orang penampilannya aja menjijikan. Ditambah suaminya dijadikan budak yang harus menghasilkan duit. Sementara dia? Dia malah bersikap seolah-olah orang yang paling tersakiti. Dasar ular!”

“Istri kaya gini mah, buang aja ke laut Tuan Jefri. Lagi pula Nona Dania jauh lebih baik daripada dia. Jadi ngapain pertahanin istri yang sifatnya kaya se*tan!”

Hinaan dari semua pengunjung benar-benar meruntuhkan semua perasaan Laras. Dia dituntut kuat demi sang anak, tetapi mereka yang jahat berusaha mematahkan hati berulang kali dengan fitnahan yang tidak berdasar.

Tuti, Jefri, juga Dania tersenyum kecil karena semua orang berpihak padanya. Tidak seperti Desi yang menggelengkan kepala melihat kelakuan jahat mereka.

Desi ingin sekali membela Laras, tetapi dia tidak bisa bertindak lebih jauh karena begitu juga Tuti adalah ibu kandungnya sendiri.

“Cukup, Ma. Hentikan semua ini. Mama tidak bisa bersikap seperti itu pada Laras. Begini-begini juga dia—”

Perkataan Desi terhenti saat Dania turun dari panggung dan langsung mendekatinya sambil mengatakan kalimat yang sangat menyakiti hati Laras.

“Dia hanya seorang istri yang tidak tahu diri, Kak. Kalau dia becus mengurus suaminya dengan baik, pasti Jefri tidak akan berpaling apalagi sampai luntang-lantung layaknya pria yang tidak memiliki arah tujuan hidup. Lihat saja penampilannya jauh dari kata seorang istri. Aku yakin sih, uang yang selama ini dia tuntut dari Jefri pasti dibuat senang-senang sama pria lain. Makanya dia meminta Jefri untuk kerja dari pagi sampai pagi supaya dia bisa main belakang. Iya, ‘kan? Jujur saja!”

Rasanya Laras ingin sekali menampar mulut Dania yang sangat jahat itu serta menjambak rambut yang terurai rapi, tetapi dia urungkan niatan tersebut karena itu akan semakin membuat namanya jelek di mata semua orang yang sudah terhasut.

“Kamu!” ucap Laras berusaha menahan emosi sambil menatap tajam ke arah Dania yang terlihat santai juga sok anggun karena merasa menang dibela oleh Tuti.

“Sudah cukup kamu mengacaukan hari bahagiaku. Sekarang pergilah! Pak satpam, cepat usir wanita ini dan jangan biarkan dia masuk. Paham!”

Suara lantang Jefri membuat Laras melirik amarah ketika hatinya terbakar api atas pengkhianatan serta penghinaan yang keji ini.

“Baik, Tuan!” tegas satpam langsung menyeret Laras keluar dari rumah, “Ayo, ikut saya keluar, Bu. Jangan mengacau di sini!”

“Dasar kalian jahat! Aku bisa pergi sendiri, lepaskan!” bentak Laras, berjalan ke luar rumah. Namun saat di depan pintu keluar dia langsung berbalik menatap semua orang termasuk keluarga dari suaminya.

“Asal kalian tahu, saat ini Langit sedang sakit. Dia berada di puskesmas. Dokter bilang kalau Langit sepertinya punya penyakit dalam yang sangat berbahaya untuk nyawanya. Jadi dokter menyarankan aku untuk segera membawa Langit ke rumah sakit besar supaya mendapatkan penanganan yang lebih baik. Niatku ke sini ingin meminjam duit sama Mama untuk membawa Langit berobat, tapi … Tapi aku malah menyaksikan pertunangan suamiku sendiri. Sungguh, Mas,. Aku tidak menyangka kamu bisa melakukan ini di saat anak-anakmu sedang berjuang hidup. Keterlaluan!”

Jefri terdiam lantaran terkejut mendapatkan berita tentang anaknya. Akan tetapi Tuti dan Dania terus berusaha memprovokator pria itu untuk tidak percaya atas ucapan sang istri yang disangka hanya untuk memerasnya saja.

Sementara Laras yang sudah muak melihat semua itu, segera berbalik. Akan tetapi, Desi menahannya dan langsung memberikan uang sebesar 5 juta dari tas kecil yang tadinya ingin dia pakai untuk membayar sesuatu.

Cuma setelah mendengar keponakannya jatuh sakit. Tanpa berpikir buruk Desi membantu Laras demi menyelamatkan sang anak.

Laras memeluk Desi mengucapkan banyak-banyak terima kasih karena hanya dialah yang peduli akan nasib malang yang telah dialaminya.

Tanpa harus berlama-lama Desi meminta Laras untuk segera pergi supaya Langit bisa dilakukan pertolongan pertama di rumah sakit oleh dokter yang lebih ahli. Selebihnya urusan nanti. Setidaknya Langit sudah berada di rumah sakit terlebih dahulu.

Melihat Laras pergi Tuti menarik Desi dan memarahinya, tetapi sang anak tidak peduli. Dia pergi begitu saja dalam keadaan kesal atas sikap Jefri juga Tuti yang semena-mena terhadap Laras.

Desi hanya menyayangkan ketika semua masalah ini terjadi sang ayah, Daryono tidak ada di dekatnya. Dengan begitu Tuti bisa melakukan apa pun dengan bebas demi mencuci otak Jefri supaya meninggalkan istri yang selama ini telah menemaninya dalam keadaan susah maupun senang.

Desi sangat tahu. Seberapa besar dia melarang pertunangan itu, sebesar itu pula tekad Tuti dan Jefri untuk terus melanjutkannya sampai kelak Dania akan menjadi istri sahnya.

Laras kembali ke puskesmas dalam keadaan menangis dengan kondisi hati yang sudah hancur tanpa sisa. Pikiran wanita itu menjadi berantakan lantaran harus memikirkan tentang anaknya yang sakit, juga pertunangan yang berhasil membuat dunianya telah hancur lebur.

Akan tetapi, sesampainya di puskesmas Laras malah bertemu dengan Aiman, teman dari kakaknya yang sedang mengantar seseorang yang ditolongnya ketika bertemu di jalan.

“Loh, La-laras?” ucap Aiman terkejut.

“Ka-kak Aiman?” Laras menatap pria itu dalam keadaan wajah berantakan.

“Kamu ngapain di sini? Siapa yang sakit?” tanya Aiman.

“La—”

“Maaf, Bu. Keadaan Langit kritis. Langit harus segera dibawa ke rumah sakit sebelum nyawanya tidak tertolong,” sahut suster dalam keadaan panik karena telah melihat Laras sudah kembali.

“Ya Allah, Langit hiks … Baik, Sus. Saya akan bawa Langit ke rumah sakit. Terima kasih!”

Laras segera masuk ke dalam ruangan ingin menggendong Langit yang masih tidak sadar, tetapi dengan gentle Aiman langsung menggendongnya.

“Ikut denganku. Kita bawa Langit ke rumah sakit!” tegas Aiman diangguki oleh Laras.

Laras duduk di belakang sambil memangku kepala Langis yang terus diusap lembut sambil menangis. Perasaan dia sudah benar-benar campur aduk karena semua masalah datang secara bersamaan.

Aiman yang tidak tega melihat kondisi Laras hanya bisa menenangkannya sambil memintanya untuk berpegangan. Wanita itu hanya mengangguk menuruti permintaan dari sang pria.

Mobil Aiman melaju kencang dengan kecepatan ekstra, tak lupa klakson selalu dibunyikan juga lampu darurat telah dinyalakan. Habis itu Aiman berteriak dengan cara mengeluarkan kepala dari jendela demi memberikan pertanda kalau di dalam mobilnya ada anak yang sedang kritis.

*****

Bersambung.

1
Rima Irma Anastasya
laras tinggal pergi aja suami kayak gitu nggk perlu pertahanin lagi.. buang aja ke laut biar di mkan ikan hiu
Rima Irma Anastasya
gaji gede ngasih istri cuma 700 ribu sebulan, udahannya istri suruh menarik dan kinclong dimata suami.. aduh suami kaya gitu lem biru aja
Danu Wijaya
Luar biasa
SR.Yuni
seigatku laras punya riwayat lambung waktu itu dirawat di RS dan mantan suaminya bilang punya asam lambung, terlepas sekarang dia mungkin hamil ya✌️✌️✌️
Anifa Anifa
lebay banget
Daffa Bintang
yang jelas. udah salah gak ngaku salah y gays
Ruzita Ismail
Luar biasa
Nova Angel
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Sativa Kyu
👍👍👍
Nova Angel
🤣🤣🤣🤣🤣🤣sumpah ngakak aku thor🤣🤣🤭
Sri Winarni
Lumayan
Partini Minok Nur Maesa
yg bnr kan emang sholat dimasjid
Nova Angel
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Nova Angel
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤭
Partini Minok Nur Maesa
kenapa hrs papa man sich berasa akang jualan somay
Ai Diah
betul uang memang bukan segalanya tapi segala nya butuh uang,, setidaknya kalou banyak harta kita tidak di hina sodara atou pun yg lain nya 🙏
Dardi Mauza
iy Laras nikah sama aiman ku setuju thor
Lia Safitri
pengasuh nya mungkin jahat x aiman, coba kamu liat deh betul apa gk sihhh.. 🤔
Umy Kheijiv
Mimpi aja lho ,Nesi !
Octa Neyland
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!