"Setahun menjadi istriku maka kau akan mendapatkan uang 500 juta yang kau butuhkan!" Kata Justin pada Lily yang sedang membutuhkan dana yang sangat besar untuk membantu ekonomi keluarganya.
Tawaran yang terdengar cukup menguntungkan untuk dirinya membuat Lily terpaksa menerima tawaran Justin. Lily berpikir jika tawaran yang Justin berikan kepadanya saat itu merupakan jalan keluar dari permasalahannya.
Tanpa Lily sadari jika satu tahun pernikahan yang dia jalani bersama Justin membuatnya terbelenggu dengan cinta pria itu dan membuatnya sulit untuk melepaskannya di saat wanita yang pria itu cintai telah kembali dan ingin merebut posisinya sebagai istri Justin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SHy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 - Membohongi Mereka Berdua
Sambil bersungut-sungut, Lila akhirnya melangkah pergi mengikuti Pram yang membawanya entah kemana. Selama berada di dalam mobil bewarna hitam yang Pram kemudikan, Lila tak henti berdoa agar Pram tidak berniat buruk kepada dirinya.
"Kamu benar orang suruhan Justin, kan?" Tanya Lila. Dia kembali memastikan untuk yang kesekian kalinya.
Pram tak mengeluarkan suara. Dia hanya mengangguk membenarkan perkataan Lila.
Lila masih saja belum bisa percaya seratus persen pada Pram. Pasalnya, mereka belum sampai ke tempat tujuan dan memastikan Pram benar berniat baik kepada dirinya.
Tanpa memperdulikan sedikit rasa ketakutan yang terpancar di wajah Lila, Pram terus melajukan mobil miliknya hingga akhirnya sampai di sebuah gedung apartemen.
"Untuk apa kamu bawa aku ke sini?" Tanya Lila. Bukannya apa-apa, Lila tahu betul tempat apa itu. Dan akan sangat mengeluarkan biaya yang banyak jika ia diminta tinggal di tempat itu.
"Untuk sementara waktu, anda akan tinggal di sini sampai anda menikah dengan Tuan Justin. Dan anda tidak perlu khawatir untuk masalah biaya sewanya karena apartemen ini adalah salah satu apartemen milik Tuan Justin." Beri tahu Asisten Pram sebelum Lila bertanya lebih banyak kepada dirinya.
Lila akhirnya bisa percaya kepada pria itu. Dia segera melangkah masuk ke dalam apartemen bersama dengan Pram. Melihat bagaimana karyawan apartemen begitu ramah menyambut kedatangan Pram, membuat Lila menebak jika Pram juga adalah salah satu orang yang sangat dihargai oleh mereka.
Tiba di depan apartemen, Lila memilih tidak langsung masuk. Dia membiarkan asisten Pram masuk lebih dulu kemudian menunggu pria itu keluar. Ya, Lila tentu tidak mau berada di dalam apartemen berdua dengan Pram. Dia takut Pram bisa saja melakukan hal tak mengenakkan kepada dirinya.
"Sekarang anda bisa menempati apartemen ini. Jika anda membutuhkan sesuatu, jangan sungkan untuk menghubungi saya." Kata Pram.
Lila terdiam. Dia tak langsung mengiyakan perkataan Pram. Ada sesuatu yang mengganjal di kepalanya dan sangat ingin ia tanyakan pada Pram.
"Bagaimana, Nona?" Kata Pram. Dia kembali bersuara karena Lila hanya diam saja.
"Agh, ya. Baiklah kalau begitu. Terima kasih banyak atas kebaikanmu kepadaku."
Pram hanya mengangguk. Kemudian dia melangkah pergi meninggalkan Lila.
"Lebih baik aku tanyakan saja nanti pada Justin. Sepertinya bertanya pada dia tidak akan mendapatkan hasil yang memuaskan." Kata Lila kemudian melangkah masuk ke dalam apartemen.
**
Justin terlihat mendapatkan panggilan telefon dari Mama Amanda yang mengabarkan jika ia, Papa Arslan dan Jena akan berangkat ke tanah air dua hari ke depan. Mendengar kabar tersebut, tak membuat Justin kaget karena ia sudah mendapatkan gambaran kapan ibunya itu akan berangkat ke tanah air.
"Pokoknya Mama mau langsung ketemu sama calon menantu Mama setibanya di sana nanti!" Lagi, Mama Amanda mengingatkan Justin.
"Iya, Mah. Aku bakalan ajak kekasihku buat ketemu sama Mama."
Di seberang sana, Mama Amanda tersenyum senang. Tidak banyak percakapan di antara mereka, Mama Amanda pun mematikan sambungan telefon keduanya.
Seusai panggilan telefon tersebut berakhir, Justin menghembuskan napas kasar di udara. Dia merasa sedikit bersalah karena sudah berniat membohongi sang mama. Jika saja Marsha bisa diajak bekerja sama dengan baik untuk segera kembali dan menikah dengannya, mungkin semua itu tidak akan terjadi.
Bukan hanya merasa bersalah pada sang mama, Justin juga merasa bersalah pada kekasihnya itu. "Aku sangat menyayangimu, Marsha. Tapi aku gak bisa lihat tatapan kecewa Mama kalau aku gak bisa wujudkan keinginannya untuk melihatku segera menikah." Gumam Justin.
***