Karena tidak ingin menyakiti hati sang mama, Garren terpaksa menikahi gadis pilihan mamanya.
Namun baru 24 jam setelah menikah Garren mengajukan perceraian pada istrinya.
Tapi perceraian mereka ada sedikit kendala dan baru bisa diproses 30 hari kedepan.
Bagaimanakah kisahnya? Apakah mereka akan jadi bercerai atau malah sebaliknya?
Penasaran? Baca yuk! Mungkin bisa menghibur.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode sepuluh.
"Dari tuan Garren?" tanya Sierra.
"Mmm, biasa urusan pekerjaan," jawab Septy.
Sierra mengangguk, kemudian lanjutkan makannya. Setelah selesai makan, mereka pun kembali ke tempat kerja masing-masing.
Septy melambaikan tangannya saat Sierra hendak masuk kedalam lift karyawan. Sementara dirinya menuju lift khusus.
Sierra tidak iri sama sekali, malah ia merasa senang berteman dengan Septy. Menurutnya Septy baik dan tampil apa adanya.
Tidak seperti yang lain, yang hanya baik didepan, dibelakang menjelekkan. Sierra akhirnya memutuskan untuk tidak memiliki teman.
Dengan teman satu tim nya pun Sierra tidak terlalu akrab, karena pengalaman lalu mengajarkan nya seperti itu.
Namun Sierra tetap profesional dalam melakukan pekerjaan. Meskipun kadang tidak akur dengan teman satu tim nya.
Sementara Septy masuk kedalam lift, setelah menunggu pintu lift terbuka. Ia langsung ke menuju lantai tempatnya bekerja.
Septy belum tau jika Adnan sudah dipindahkan ke perusahaan cabang. Septy mengira semua baik-baik saja.
Septy langsung ke ruangan Garren, yang ternyata Garren sudah menunggu didepan pintu.
"Mengapa lama?" tanyanya dengan nada dingin.
"Maaf Tuan, saya tadi ...."
"Ketemu cowok, kan? Sudah berapa kali aku bilang, jangan dekat-dekat dengan cowok lain."
"Tapi Tuan saya ...."
"Masuk, sepertinya kamu harus di disiplin kan biar tahu batasan."
Septy terdiam, terserah suaminya lah, suaminya punya kuasa. Tapi Septy tidak habis pikir, kesalahannya dimana?
Padahal cuma ngobrol biasa, bukan mesra-mesraan peluk-pelukan. Rasanya Septy tidak melanggar aturan. Begitu pikir Septy.
Namun ia tidak berani mengungkapkan uneg-uneg nya kepada suaminya. Apalagi mood suami seperti tidak baik-baik saja.
Septy duduk di sofa, kemudian Garren juga ikut duduk di sofa bersebelahan dengan Septy.
"Kamu sekarang adalah istriku, bagaimana nanti tanggapan keluargaku tentangmu?"
Begitulah Garren, kalau tidak mama ya keluarga. Cemburu, cemburu saja, gak usah bawa-bawa nama keluarga segala.
"Tapi bagaimana dong? Masa aku harus jutek sama orang yang menegurku. Itu bukan sifat ku banget." akhirnya Septy angkat bicara.
"Jaga jarak, jangan terlalu dekat dengan lelaki manapun."
Septy bangkit dari duduknya dan berpindah ke sofa lain. Garren heran mengapa Septy pindah tempat duduk?
"Kenapa pindah?"
"Katanya jangan dekat-dekat dengan lelaki manapun?"
Garren kehabisan kata-kata. Ia menghela nafas panjang, ingin tertawa, namun gengsi.
"Nih cewek polos apa oon sih," batin Garren.
Garren bangkit dan hendak mendekat kearah Septy. Namun Septy melarangnya agar jangan dekat-dekat dengannya.
"Kalau tidak ada apa-apa lagi, aku akan melanjutkan pekerjaanku." Septy langsung bangkit dari duduknya.
Namun naasnya kaki Septy terbentur kakinya sendiri. Sehingga Septy kehilangan keseimbangannya dan terjatuh ke Garren.
Garren yang tidak siap pun terduduk di sofa. Keduanya saling tatap untuk beberapa saat. Karena terlalu dekat, hembusan nafas keduanya pun terasa.
"Maaf." Septy bangkit dan segera berlari keluar dari ruangan itu. Betapa malunya dirinya saat ini.
Hingga tanpa sadar, Septy menutup pintu dengan kuat. Sehingga menimbulkan bunyi yang cukup keras.
Garren masih terduduk di sofa menyandarkan tubuhnya disandaran sofa. Ia sempat menikmati hembusan nafas Septy yang terasa hangat.
"Sial, kenapa aku terbayang bibirnya sih?" Garren menepuk keningnya sendiri.
Ya, saat mereka berpandangan cukup dekat, Garren malah membayangkan mengecup bibir Septy yang ranum. Warna alami tanpa polesan lipstik.
Garren tersenyum sambil geleng-geleng kepala, dan ia tidak menyadari jika aksinya dilihat oleh Tomi.
"Tadi cemburu, sekarang senyum-senyum sendiri," batin Tomi.
"Tuan!" Garren kaget saat Tomi memanggilnya.
"Ya ada apa?" Garren berusaha menetralkan dirinya agar tidak terlalu kelihatan kagetnya.
"Saya sudah selesaikan berkas yang Tuan minta kerjakan."
"Bagus, kok sedikit?"
"Eee ... nona Septy hanya memberikan segitu. Saya kerjakan saja yang ada."
Garren pun meminta Tomi untuk keluar, Garren meletakkan map tersebut diatas meja. Kemudian ia keluar dari ruangan nya dan pergi keruangan Septy.
Tanpa mengetuk pintu Garren pun langsung masuk. Tentu saja Septy kaget karenanya. Biasanya jika Tomi yang masuk pasti ketuk pintu dulu.
"Sudah selesai?"
"Belum Tuan, tinggal sedikit lagi selesai."
"Perlu aku bantu?"
Septy menggeleng dan mengatakan tidak perlu. Karena memang tinggal sedikit saja lagi.
"Tuan, setelah ini apa saya boleh pulang? Soalnya saya mau ketemu seseorang."
"Begitu tidak sabarnya dia ingin bertemu orang itu. Aku ingin lihat sampai dimana dia berselingkuh dariku," batin Garren.
"Ya, pulanglah dan temui kekasihmu itu."
Septy mengernyitkan keningnya, karena ia merasa tidak punya kekasih. Kemudian timbul ide jahilnya untuk mengerjai suaminya.
"Ampunkan aku ya Allah, aku harus kasih pelajaran kepada suamiku," batin Septy.
"Anda benar Tuan, saya memang sudah merindukannya. Sudah sebulan ini tidak bertemu dengannya."
Garren tersenyum, namun tangannya terkepal kebelakang. Ingin rasanya ia menonjok orang yang dimaksud istrinya itu.
"Ya, tapi selesaikan dulu pekerjaanmu, setelah itu kamu bebas mau ngapain aja."
Septy tidak menjawab, tapi dalam harinya merasa geli karena berhasil mengerjai suaminya itu.
Beberapa menit kemudian, Septy pun sudah selesai. Kemudian ia memberikan berkas tersebut kepada Garren.
Sedangkan dirinya langsung mengambil tas miliknya dan tidak lupa mencium tangan suaminya.
"Oya Mas, apa Mas punya uang tunai?"
"Untuk apa?"
"Ada deh, 5 juta aja Mas gak banyak kok."
Garren kembali ke ruangannya dan mengambil uang tunai didalam laci dan memberikannya kepada Septy. Semua sudah didalam amplop.
"Ini sepuluh juta, kalau kurang ambil sendiri di bank menggunakan kartu yang ku berikan."
"Terima kasih Mas, sayang deh." Tanpa sadar Septy mengecup pipi Garren. Kemudian berlalu pergi meninggalkan Garren yang berdiri mematung.
Garren tersenyum kemudian memegangi pipinya yang bekas dikecup oleh Septy. Saat ia tersadar, Septy sudah tidak terlihat lagi dari pandangannya.
Garren segera berlari hendak menyusul Septy. Namun saat di lobby perusahaan, Garren di halangi oleh Amara.
"Minggir!" Garren mendorong tubuh Amara hingga terjatuh ke lantai.
Dua resepsionis yang melihatnya tercengang. Tidak pernah Garren bersikap seperti itu pada karyawannya. Apalagi Amara yang mereka tahu adalah tunangan tuan mereka.
"Apa tuan Garren bertengkar dengan tunangannya? Tuan tidak pernah seperti itu sebelumnya?" tanya resepsionis 1.
"Bisa jadi sih, tapi kok kayanya tuan Garren tidak menyukai Amara deh," jawab resepsionis 2.
"Heh kalian, awas ya. Aku bisa meminta Garren memecat kalian berdua."
Keduanya langsung terdiam, mana berani mereka. Apalagi mendengar akan dipecat. Jadi lebih baik diam saja.
Amara berjalan tertatih-tatih kembali ketempat kerjanya. Dua resepsionis tertawa melihat cara jalan Amara.
Sementara Garren sudah keluar dari perusahaan untuk mengikuti Septy. Ia melihat ponselnya, karena setiap mobil milik keluarga Henderson memiliki pelacak khusus.
Dan itu untuk mengetahui keberadaan mereka jika sesuatu terjadi pada salah satu keluarga mereka.
semngat thor..
itu sih yg aq tau dari ceramah nya UAS