Pasti ada asap, makanya ada api. Tidak mungkin seseorang dengan tiba-tiba membenci jika tidak ada sebab.
Itu yang di alami Adara gadis 25 tahun yang mendapatkan kebencian dari William laki-laki berusia 30 tahun.
Hanya karena sakit hati. Pria yang dulu mencintainya yang sekarang berubah menjadi membencinya.
Pria yang dulu sangat melindunginya dan sekarang tidak peduli padanya.
Adara harus menerima nasibnya mendapatkan kebencian dari seorang yang pernah mencintainya.
Kehidupan Adara semakin hancur dikala mereka berdua terikat pernikahan yang dijalankan secara terpaksa. William semakin membencinya dan menjadikan pernikahan itu sebagai neraka sesungguhnya.
Mari kita lihat dalam novel terbaru saya.
Apakah 2 orang yang saling mencintai dan kemudian berubah menjadi benci. Lalu benci itu bisa kembali berubah?
Terus di ikuti dalam Novel ini. Jangan lupa like, koment dan subscribe.
Follo Ig saya.
ainunharahap12.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 19 Api Asmara
Bryan yang masih tetap memegang tangan Adara dengan mereka berdua yang saling melihat. Pemandangan yang seperti itu ternyata harus terlihat oleh William.
William yang berada di dalam mobil yang tidak sengaja lewat dari rumah sakit. William harus menghentikan mengemudi ketika melihat dari kejauhan, wanita yang dia nikahi sekarang bersama seorang pria dan mata William juga melihat jelas bagaimana tangan itu dipegang.
Tampak begitu sangat romantis yang terlihat dari dalam mobil.
"Cih!" William tampak meludah ke samping yang dari tatapan mata itu terlihat sangat jijik yang penuh amarah saat melihat hal itu, tetapi juga ada tampak sedikit kecemburuan di wajahnya yang mungkin tidak bisa dia pungkiri.
"Kau tidak pernah mengakui apa yang kau lakukan?Kau selalu merasa paling korban dan lihatlah di saat kita sudah menikah, kau masih saja bertemu dengan laki-laki itu. Aku tidak percaya Adara. Jika kau benar-benar sangat mencintainya. Kau memang pantas bersama bajingan itu," umpat William dengan kesal.
"Kau sampai berlutut di hadapanku dengan semua kebohonganmu yang mengatakan hanya ingin ke rumah sakit dan ternyata apa, kau rela melakukan apapun demi laki-laki itu. Kau benar-benar wanita yang tidak punya harga diri, wanita yang penuh dengan sandiwara yang selalu membuat hidupku berantakan!" umpatnya.
Kekesalan itu bahkan sampai memukul setir mobil dengan kuat yang terdengar suara klakson. Tetapi suara itu tidak mampu terdengar di telinga Adara dan juga Bryan yang tetap saja pada posisi mereka berdua.
"Kurang ajar! Aku benar-benar sudah muak dengan semua yang kau lakukan. Aku tidak akan mengampuni mu!" umpatnya dengan begitu sangat kesal.
Panas dengan situasi yang terjadi di depan matanya yang membuat William langsung meninggalkan tempat itu. Takut kehilangan kesabaran yang mungkin saja Adara di depan laki-laki itu akan habis di tangannya dan atau sebaliknya laki-laki yang sepertinya sangat dia benci itu bisa berakhir di tangannya di depan Adara.
Adara yang melepaskan tangannya dari Bryan dan mundur satu langkah yang tidak ingin terlihat dekat dengan laki-laki itu.
"Maaf Adara! aku tidak bermaksud untuk melakukan hal itu," ucap Bryan dengan merasa bersalah.
"Ada apa?" tanya Adara yang sejak tadi berbicara begitu datar.
"Aku hanya ingin menanyakan kabar kamu saja. Bagaimana kabar kamu setelah 2 tahun terakhir ini?" tanya Bryan.
"Aku baik-baik saja," jawab Adara.
"Adara. Jika kamu ingin meminta pertolongan dan meminta bantuan kepadaku, maka aku akan siap membantu kamu apapun itu," ucap Bryan.
"Kamu tidak perlu melakukan hal itu. Semua sudah terlambat, untuk sekarang ini aku tidak memerlukan bantuan kamu. Seharusnya dulu kamu tidak pergi dan mungkin jika kamu tidak pergi, maka aku tidak akan mendapatkan masalah sampai saat ini. Jadi tawaran kamu sudah terlambat dan seharusnya itu kamu lakukan saat dulu dan bukan sekarang," ucap Adara.
"Aku minta maaf Adara! Aku sama sekali tidak bermaksud. Aku bukan pengecut yang lari begitu saja, aku memiliki alasan karena pada saat itu....."
"Sudahlah! alangkah baiknya kita melupakan semuanya. Ini sudah terlanjur," ucap Adara memotong pembicaraan itu yang merasa tidak ada gunanya penjelasan yang harus dia dengarkan.
"Aku harus pergi. Aku berharap kita tidak bertemu lagi," ucap Adara pamit yang kembali menundukkan kepala dan tidak mengatakan apa-apa lagi yang langsung pergi dari hadapan Bryan.
"Adara!" Bryan mencoba menghentikan sama sekali tidak diberi kesempatan oleh Adara yang tetap pergi dan Bryan yang juga tidak mencegah kepergian itu.
**
William yang berada di salah satu Club mewah. William beberapa kali meneguk alkohol di gelas kecil, suasana hatinya terlihat tidak baik-baik saja yang membuatnya mencari ketenangan di dalam klub yang penuh dengan suara musik.
Semua pasti sangat berkaitan dengan apa yang tadi baru saja dia lihat, wajahnya yang mau merah dan terlihat sangat panas yang harus melampiaskan kepada minuman yang merusak tubuhnya itu.
"Cih!" beberapa kali diantara saja mendengus kasar dengan tersenyum getir.
William mengingat apa yang baru saja dia lihat. Bagaimana Adara dengan Bryan berpegangan tangan. Dari kejauhan mungkin terlihat hal itu sangat romantis. Tetapi William tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya yang sebenarnya seperti ada perdebatan di antara Adara dan Bryan.
"Dia memang paling pintar bersandiwara, seakan merasa tersakiti, tetapi lihatlah alasan ke rumah sakit dan ternyata untuk menemui pria itu. Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran wanita itu. Dia sepertinya ingin sekali mempermainkan hidupku! dia tidak pernah mempedulikan bagaimana perasaanku, baginya aku hanya pria bodoh yang bisa dipermainkan begitu saja, yang bisa dibohongi dan dianggap sangat bodoh!" gumam William yang merasa bahwa dirinya seperti tidak memiliki harga diri di hadapan Adara.
Flashback.
William menghentikan mobilnya di salah satu gedung Apartemen. Mobil itu terparkir di basement. William yang mematikan mesin mobil yang terlihat wajahnya tampak berseri-seri, tampak begitu sangat bahagia sekali yang membuat pria itu semakin tampan.
"Dia pasti sangat terkejut, ketika mengetahui aku pulang tiba-tiba," ucapnya dengan tersenyum miring. Tampak tidak sabaran yang terlihat di wajahnya.
Raut wajahnya yang semakin memperlihatkan kebahagiaan yang tampak tidak sabaran. William menarik nafas panjang dan membuang perlahan ke depan. Kemudian dia keluar dari mobil dan membuka pintu bagian belakang. William mengambil buket bunga mawar pink.
"Aku tidak membayangkan bagaimana ekspresi kamu selanjutnya. Kamu pasti sangat kaget dengan surprise yang aku berikan tiba-tiba. Adara Aku benar-benar sangat mencintaimu dan tidak tahan lama-lama berpisah darimu. Aku juga tahu kamu merasakan hal yang sama dan setiap hari merindukan kau," ucapnya dengan tersenyum geleng-geleng.
William sudah seperti anak remaja saja. Dia yang tidak ingin membuang-buang waktu yang langsung membawa buket tersebut dan juga terdapat paper bag berwarna coklat yang sangat kecil.
Sembari bersiul. William yang berjalan di koridor Apartment. Sampai seketika dia sampai di salah satu pintu Apartment dengan tangannya yang ingin menekan bel. Tetapi hal itu tidak jadi dia lakukan.
"Ini bukan Supraise namanya," ucapnya yang tidak jadi melakukan hal itu dan memencet beberapa tombol sandi Apartemen tersebut yang memang dia sangat mengetahuinya.
Pintu itu terbuka dan wajahnya masih saja senyum-senyum, sampai seketika senyum itu hilang saat dirinya melihat ke lantai yang terdapat sepasang sepatu.
"Apa ada tamu?" batinnya kebingungan.
"Adara tidak mungkin membawa tamu ke tempat ini. Bukankah dia sendiri yang mengatakan bahwa kamu siapapun tidak boleh datang ke tempat ini selain aku," ucapnya dengan wajah datar.
Perasaannya sudah mulai tidak enak, tetapi William mencoba untuk berpikir positif. William yang melangkah masuk dan melihat jas yang berada di sofa ruang tamu. Hal itu membuat William benar-benar kaget.
"Sayang!" panggilnya mencoba setenang mungkin. Apartemen tersebut terlihat sangat sepi. Tampak rapi seperti biasanya hanya ada jas yang mengganggu.
William menelan salivanya yang kemudian berjalan dengan matanya yang tertuju pada satu kamar. Masih membawa apa yang pegang sejak tadi sampai seketika dirinya berada di depan kamar tersebut.
Kepala William yang kembali melihat ke bawah dan mendapatkan dasi yang jatuh di lantai. Perasaannya semakin kacau. Dengan cepat William yang membuka pintu kamar.
Bersambung.....