Yaya pikir mereka benar sebatas sahabat. Yaya pikir kebaikan suaminya selama ini pada wanita itu karena dia janda anak satu yang bernasib malang. Yaya pikir kebaikan suaminya pada wanita itu murni hanya sekedar peduli. Tak lebih. Tapi nyatanya, ia tertipu mentah-mentah.
Mereka ... sepasang kekasih.
"Untuk apa kau menikahi ku kalau kau mencintainya?" lirih Yaya saat mengetahui fakta hubungan suaminya dengan wanita yang selama ini diakui suaminya sebagai sahabat itu.
(Please yg nggak suka cerita ini, nggak perlu kasih rating jelek ya! Nggak suka, silahkan tinggalkan! Jgn hancurkan mood penulis! Dan please, jgn buka bab kalo nggak mau baca krn itu bisa merusak retensi penulis. Terima kasih atas pengertiannya.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lho, kok ...
Akhir-akhir ini pekerjaan Yaya semakin sibuk. Namun ia sangat menikmati kesibukannya itu. Meskipun letih terasa, tapi ia merasa bahagia. Apalagi berkat kesibukannya ini, ia bisa sedikit melupakan segala permasalahan yang belum lama ini menimpanya.
"Makan, Bos," seru salah seorang pekerja. Hari sudah siang dan sudah saatnya istirahat untuk makan.
"Makan aja dulu, Mas." Yaya berucap seraya menyeka bulir-bulir yang mengalir di dahi. Cuaca memang cukup terik, tapi tak memupuskan semangat Yaya untuk mengembangkan restorannya. Bahkan ia memiliki harapan bisa mengembangkan restorannya sampai ke setiap daerah di Indonesia.
"Mbak, mau makan siang apa?" tanya Anjani. Dia asisten Yaya selama di sana.
"Makan apa, ya? Em, aku mau menu bebek, tapi yang makannya lesehan gitu. Dimana ya kira-kira jualannya?"
"Menu bebek? Sebentar!" Anjani tampak berpikir. "Ah, ada, Mbak, ada. Itu rumah makan lesehan di ujung jalan sana. Tepatnya di samping rumah sakit. Mbak mau ke sana?"
"Boleh." Yaya menjawab seraya tersenyum. Mereka pun bergegas pergi ke rumah makan yang dimaksud Anjani.
Beberapa saat kemudian, setelah tiba di sana, Yaya pun membuka-buka buku menu. Ia menyebutkan satu persatu pesanannya pada pelayan.
Saat menunggu pesanan, Yaya dan Anjani pun terlibat obrolan. Hingga tiba-tiba ada seseorang yang menyebut namanya membuat Yaya menoleh.
"Mbak Yaya?" seru seorang pemuda dengan kemeja biru membalut tubuhnya.
"Kamu ... "
"Ar Rafisqy, Mbak. Alias Rafi." Rafi tersengih lebar.
"Oh, iya. Maaf. Tadi sempat lupa namanya."
"Kalau sama orangnya nggak dong?" seloroh Rafi membuat Yaya terkekeh. Pun Anjani.
"Raf, udah dapat tempat duduk?" seru seseorang di belakang Rafi.
"Belum. Kalian cari aja dulu."
"Emang kamu lagi ngapain?" Seorang perempuan melirik Yaya. Yaya memang cantik, tapi terlihat jelas kalau ia lebih dewasa dibandingkan mereka.
"Aku sedang ketemu Mbak ku."
"Mbakmu? Oh jadi dia Kakak perempuan kamu ya? Hai Mbak, perkenalkan saya Nora. Kami sama-sama anak koas di rumah sakit sebelah."
"Oh. Em, Rayana. Panggil aja Yaya. Salam kenal." Yaya menyambut tangan Nora. Nira juga berkenalan dengan Anjani.
Karena namanya dipanggil, Nora pun berpamitan. Teman-temannya sudah mendapatkan tempat selang dua meja dengan Yaya.
Bersamaan itu, pesanan Yaya pun datang. Rafi sebenarnya ingin mengajak Yaya mengobrol, tapi karena Yaya sudah ingin makan pun waktu istirahat mereka terbatas, Rafi pun memberanikan meminta nomor telepon.
Sebenarnya Rafi tidak terpikirkan akan hal itu. Namun entah kenapa, mulutnya reflek meminta nomor ponsel Yaya.
Yaya lantas mengetikan nomornya di ponsel Rafi. Setelahnya, Rafi pun mulai bergabung dengan teman-temannya.
...***...
Beberapa hari sudah berlalu, hari ini akan dilakukan peletakan batu pertama sebelum pembangunan di mulai. Tampak beberapa orang sudah bersiap dengan kamera masing-masing ingin mengabadikan momen tersebut. Tepuk tangan riuh terdengar. Akhirnya proses pembangunan restoran Kampung Kita Resto akan segera dimulai. Momen tersebut pun segera masuk ke beranda Instagram khusus Kampung Kita Resto. Di sana terlihat jelas sosok Yaya sedang tersenyum ke arah kamera.
"Jeng Lela, ini bukannya menantu kamu ya?" Seorang wanita yang tak lain adalah teman Nurlela menunjukkan sebuah foto. Nurlela pun melihatnya.
"Lebih tepatnya mantan."
"Hah, serius? Anak kamu udah cerai gitu? Kok bisa? Kan belum lama nikahnya."
"Ya gimana nggak cerai, istrinya selingkuh kok ya dicerai lah," sahut Nurlela membuat teman-teman satu meja dengannya saling menoleh.
"Ah, masa' sih! Kok aku nggak percaya," timpal salah satu dari mereka.
"Jadi kamu pikir aku bohong?"
"Kalo pun beneran, sayang sekali lho sebenarnya. Dia ini 'kan anak dokter. Pengusaha juga."
"Anak dokter apa? Dia tuh bukan anak kandung dokter Danang, tapi anak bawaan istrinya itu. Lebih tepatnya anak haram. Dih, males banget punya menantu hasil zina kayak gitu. Terus pengusaha apa? Dia itu cuma pegawai di sana. Mana ada pengusaha."
"Eh, kamu nggak tau, Jeng, kalau dia ini justru owner Kampung Kita Resto," cetus salah satu ibu-ibu.
"Owner? Mana ada. Mimpi kali." Nurlela tidak percaya. Ia justru menertawakan temannya yang mengatakan kalau Yaya merupakan owner dari Kampung Kita Resto.
"Lho, serius kamu nggak tau? Apa yang Jeng Ani katakan itu benar lho. Keponakanku itu kerja di Kampung Kita. Nah, liat ini. Ini Ig keponakanku. Di sini jelas-jelas dia nulis caption foto with owner Kampung Kita Resto yang cantik jelita. Masih nggak percaya?"
Nurlela tercengang. Ia masih belum percaya dengan apa yang mereka katakan.
"Nih, liat, dia sekarang sedang di kota sebelah. Kayaknya dia akan membangun cabang restorannya lagi. Tuh, baca caption sosmed Kampung Kita Resto. Di sini jelas-jelas ditulis kaloa Rayana mantan menantu kamu itu pemilik Kampung Kita Resto. Kok kamu mantan mertuanya bisa nggak tau sih?"
Nurlela terhenyak. Ia mengambil ponsel temannya itu dan membuka foto-foto dimana Yaya berada. Matanya membulat sempurna. Ia tidak menyangka gadis yang ia kira hanya pelayan restoran itu ternyata justru pemiliknya.
'Sialan! Kok aku nggak tau, ya. Rian pun kayaknya nggak tau.'
Nurlela menggeram kesal karena ketinggalan informasi itu.
Pulang ke rumah, Nurlela memasang wajah cemberut. Saat makan malam usai, ia pun bertanya pada Andrian mengenai pekerjaan Yaya.
"Dia cuma manajer kok. Memangnya kenapa mama tanya itu?" tanya Andrian heran. Bukannya Mamanya sendiri yang bilang jangan menyebut nama Yaya lagi di sana. Bahkan muka Marissa sudah masam mendengar sang mertua membahas tentang Yaya.
"Dia bohong. Dia sudah membohongi kita semua. Sebenarnya justru dialah owner Kampung Kita Resto."
"Apa? Itu nggak mungkin," seru Ellena.
"Mama mungkin salah informasi."
"Iya, Ma. Mana mungkin dia tiba-tiba jadi pemilik restoran itu. Apalagi cabangnya ada dimana-mana."
Nurlela mendengus. Lalu ia menunjukkan bukti-bukti yang didapatnya siang tadi. Semua mata pun terbelalak. Tak terkecuali Marissa yang merasa ketar-ketir kalau ibu mertuanya meminta Andrian kembali pada Yaya.
...***...
Selama masa pembangunan cabang restoran, Yaya memilih menyewa sebuah apartemen yang tempatnya tak jauh dari lokasi pembangunan. Karena suntuk, Yaya pun memilih jalan-jalan di taman yang tak ada di dekat kawasan apartemen. Taman itu dipenuhi lampu warna-warni. Banyak pedagang kaki lima yang berjajar menjajakan dagangannya. Yaya tidak merasa lapar. Jadi ia memilih duduk di salah satu kursi yang ada di dekat lampu taman.
"Eh, mbak Yaya? Ketemu lagi," ujar seorang pemuda yang tak lain adalah Rafi itu.
"Eh, kamu, Raf. Mau duduk?"
"Boleh." Rafi pun duduk di samping Yaya. Mereka berjarak hanya sekitar 30 sentimeter.
"Mbak ngapain malam-malam keluar sendirian? Atau mbak keluar bareng temen Mbak tadi?" Rafi tampak celingukan.
"Aku sendiri aja. Lagi suntuk aja. Kalo kamu?"
"Wah, sama dong." Rafi tersengih hingga deretan giginya yang putih terlihat jelas. Yaya geli sendiri melihat tingkah polah Rafi. Rafi mengingatkannya pada Djiwa. Hanya saja Rafi sepertinya lebih dewasa beberapa tahun dari Djiwa.
"Mbak cantik kalau tertawa," puji Rafi.
"Berarti kalau nggak tertawa nggak cantik dong."
"Cantik juga sih. Bahkan waktu liat mbak pertama kali waktu itu pun Mbak tetap terlihat cantik. Tapi kalau tertawa kecantikan mbak jadi berkali-kali lipat." Yaya teringat, pertemuan pertama mereka saat ia berada di pantai. Yaya tersipu sendiri mengingat hal itu sebab pertemuan pertama mereka saat ia sedang menangis.
"Gombal. Mana ada orang lagi nangis malah terlihat cantik. Pasti kamu banyak pacarnya ya, soalnya gombal gini," tuding Yaya.
"Aku nggak gombal kok, Mbak. Aku serius. Beneran. Suwer tekewer-kewer deh." Rafi mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V. Yaya jadi tergelak karenanya. "Terus Rafi tuh mana ada pacar. Pacaran aja belum pernah."
"Nggak percaya."
"Nggak percaya, belah lah dadaku." Sontak saja, apa yang barusan Rafi ucapkan membuat Yaya tertawa terpingkal-pingkal karena sikap konyol Rafi.
Saat Yaya sedang tertawa dan menutup mulutnya dengan telapak tangannya, mata Rafi mengerjap.
'Lho, kok cincinnya nggak ada? Apa itu artinya ... '
...*** ...
...Happy reading 🥰🥰🥰 ...
Masih betah di sini thor 😍😍
moga besok ending ny diperpanjang up ny kk.... biar baca'x enak sambil ngeteh+pisgor....