Karya ini hanya imajinasi Author, Jangan dibaca kalau tidak suka. Silahkan Like kalau suka. Karena perbedaan itu selalu ada 🤭❤️
Perjodohan tiba-tiba antara Dimas dan Andini membuat mereka bermusuhan. Dimas, yang dikenal dosen galak seantero kampus membuat Andini pusing memikirkan masa depannya yang harus memiliki status pernikahan.
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Star123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Citra masih tertidur dengan wajah yang lembab karena mabuk semalam. Ada sisa-sisa air mata di wajahnya.
"Apakah kamu tidak bisa melupakan Dimas, Cit? Gue benar-benar sedih melihat lo begini" seru Linda yang masih setia menemani sahabatnya. Linda keluar dari kamar menuju dapur untuk membuatkan makan jika sahabatnya nanti bangun.
Citra terbangun 1 jam kemudian, dia mengerjapkan mata. Kepalanya sedikit pusing.
"Gue harus bisa ngehubungin Dimas" Dengan sekuat tenaga Citra mencoba bangun dan mencari handphonenya. Setelah didapat, Citra langsung menghubungi nomor Dimas.
Panggilan pertama tidak diangkat, Citra tidak menyerah. Dia mencoba menghubungi lagi.
"Assalamualaikum. Maaf,ini siapa ya?" tanya Dimas setelah mengangkat teleponnya. Saat ini, Dimas sedang duduk di Balkon. Entah kenapa sekarang duduk di balkon kamar Dini menjadi tempat favorit Dimas. Mungkin karena kamar yang langsung menghadap taman jadi membuat tubuh rileks dan mata nyaman.
"Walaikumsalam, Hai Dim" sebuah suara mengingatkan Dimas tentang masa lalunya.
"Citra?"
"Syukurlah, kamu masih mengenalku, Dim" Citra tersenyum. "Bagaimana kabarmu?" lanjut Citra
"Baik"
"Dim, jika boleh jujur aku kangen kamu. Apa kamu juga kangen aku?"
Pertanyaan yang seharusnya tidak dipertanyakan lagi. Mungkin jika pertanyaan itu ditanyakan sebulan atau dua bulan setelah Citra meninggalkannya pasti akan dijawab "Iya" tapi sekarang?
"Maaf" hanya kalimat itu yang bisa Dimas ucapkan. Tanpa salam, Dimas langsung mematikan panggilan. Telepon yang tiba-tiba mati menbuat Citra sedih dan kembali menangis.
Perkataan Citra membuat Dimas terdiam.
***
Dimas dan Dini kembali menjalanin hari seperti biasa setelah pernikahan. Tidak ada yang tahu kecuali keluarga dan beberapa senior dosen.
"Ma, Pa. Dini ke kampus dulu ya. Habis dari kampus kami kerumah Pak Dimas" pamit Dini sambil mencium punggung tangan kedua orang tuanya dan diikuti Dimas.
"Kalian berdua hati-hati dijalan ya. Salam buat kedua orang tuamu ya, Mas"
"Iya, Pa"
Dini dan Dimas sudah masuk ke dalam mobil dan langsung meninggalkan perkarangan rumah keluarga Kusumanegara.
"Pak, seperti biasa ya"
"Apanya?"
"Saya turunnya" Dini menjelaskan.
"Heum"
'Pak Dimas kenapa ya kok dari kemarin lebih banyak diam" gumam Dini sambil memperhatikan jalan.
"Terima kasih, Pak" ucap Dini setelah mobil berhenti ditempat yang dimaksud.
"Heum"
"Oh ya, Pak. G sah nunggu saya. Hari ini saya naik taksi aja" kata Dini masih dijendela mobil.
"Oke"
Setelah tidak ada pembahasan lagi, Dini segera mundur dari mobil. Jendela kembali tertutup dan mobil Dimas langsung pergi.
***
"Hai, Din" seorang laki-laki yang menyapa Dini di kantin. Dia Alvin, pemain basket yang terkenal di kampus. Saat ini, Dini ditemani Gina dan Rony sedang makan siang sambil menunggu kuliah selanjutnya.
Dini dan Alvin beda fakultas tapi pernah bareng-bareng menjalani tugas kampus yaitu KKN. Dari situ mereka kenal.
"Hai, Al"
"Boleh gabung?" tanya Alvin. Dini melihat kedua temannya dan dianggukin oleh Gina dan Rony.
"Oh, silahkan"
Alvin duduk disebelah Rony namun berhadapan dengan Dini. Kebetulan depannya Dini kosong. Setelah Alvin duduk, Dini langsung mengenalkan dua sahabatnya ke Alvin.
"Hai, alvin" kata Alvin sambil menjabat tangan Rony dan Gina.
"Rony"
"Hai, Gina" Gina yang bisa kenalan dengan Alvin, senyam-senyum. Kapan lagi bisa berjabat tangan sama pemain basket yang terkenal di kampus.
"Lo, masih ada kuliah Din?" tanya Alvin basa-basi.
"Iya, Al. Gue masih nunggu kuliah selanjutnya. Lo sendiri bagaimana?"
"Gue hari ini cuma satu. Tapi lapar jadi ke kantin" ucap Alvin sambil tersenyum.
Akhirnya, mereka berempat ngobrol sambil menunggu kuliah selanjutnya.