"Buang obat penenang itu! Mulai sekarang, aku yang akan menenangkan hatimu."
.
Semua tuntutan kedua orang tua Aira membuatnya hampir depresi. Bahkan Aira sampai kabur dari perjodohan yang diatur orang tuanya dengan seorang pria beristri. Dia justru bertemu anak motor dan menjadikannya pacar pura-pura.
Tak disangka pria yang dia kira bad boy itu adalah CEO di perusahaan yang baru saja menerimanya sebagai sekretaris.
Namun, Aira tetap menyembunyikan status Antares yang seorang CEO pada kedua orang tuanya agar orang tuanya tidak memanfaatkan kekayaan Antares.
Apakah akhirnya mereka saling mencintai dan Antares bisa melepas Aira dari ketergantungan obat penenang itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27
Baru saja masuk ke dalam ruang teknisi, Antares sudah melihat pemandangan yang membuat hatinya memanas. Tangan itu masih memegang lengan Aira, dan tatapan itu terlihat sangat perhatian pada Aira.
Antares mendekati mereka. "Ada apa?"
Rizal melepas tangannya dari Aira lalu segera memutus aliran listrik yang terhubung. "Tidak sengaja ketumpahan kopi. Biar saya yang mengulang pekerjaan ini. Aira ...."
Belum selesai Rizal berkata, Antares sudah memotongnya. "Aira, kamu yang menumpahkannya?"
"Iya Pak, tidak sengaja," jawab Aira dengan suara yang bergetar.
"Di ruangan ini seharusnya tidak boleh membawa makanan atau minuman sembarangan. Hari ini deadline pekerjaan kamu, kamu bisa menyelesaikannya dalam sehari?" tanya Antares dengan tegas.
"Pak Ares, saya yang akan menyelesaikannya," kata Rizal.
"Pak Rizal, siapa yang berbuat salah, dia yang harus menyelesaikannya. Bukannya nanti siang Anda juga ada meeting." Antares menatap Rizal.
Rizal semakin berani menatap Antares. Sepertinya ada persaingan tak kasat mata yang terjadi di antara mereka berdua. "Meeting saya bisa ditunda. Saya yang memberi kopi pada Aira, jadi saya juga harus bertanggung jawab."
Aira mengepalkan kedua tangannya. Dia berusaha menguatkan dirinya meskipun pandangannya mulai kabur. Ditambah detak jantungnya yang mulai tidak stabil karena emosi terasa semakin menusuk dadanya yang membuat napasnya mulai sesak. "Maaf, ini salah saya. Saya akan segera mengambil rakitan hardware yang baru."
Aira berjalan keluar dari ruangan itu. Saat melewati pintu, langkahnya berhenti. Dia menahan tubuhnya yang semakin terasa lemas.
"Aira, kamu kenapa? Aira pingsan!"
Mendengar hal itu, Antares langsung berlari keluar bahkan langkahnya lebih cepat dari Rizal. Tanpa pikir panjang, dia mengangkat tubuh Aira dan membawanya masuk ke dalam lift.
"Aira!" Antares memanggil Aira berusaha membangunkannya tapi kedua mata itu tetap terpejam. "Badan kamu panas sekali. Maaf."
Setelah pintu lift terbuka, dia segera membawa Aira keluar dari perusahaannya. Tak peduli dengan tatapan karyawan lainnya.
"Anton, kita ke rumah sakit!"
Anton segera membuka pintu untuk Antares.
Antares segera masuk ke dalam mobil. Dia duduk sambil mendekap Aira. "Ke rumah sakit terdekat saja."
"Baik, Pak." Anton segera melajukan mobilnya.
Sedangkan Antares kini mengusap rambut Aira. Seharusnya dia tidak perlu emosi seperti itu pada Aira hanya karena rasa cemburunya. "Aira, maafkan aku." Dia semakin mengeratkan pelukannya. Hingga akhirnya mobil itu telah sampai di depan IGD.
Antares segera keluar dari mobil dan membawanya menuju IGD. Dia menurunkan Aira di atas brankar, agar segera diperiksa oleh dokter.
"Demamnya cukup tinggi dan dehidrasi. Ada gangguan juga pada pencernaannya. Harus dirawat inap. Silakan mengurus administrasi agar pasien segera dipindahkan ke ruang rawat."
Antares menganggukkan kepalanya. Dia mengusap rambut Aira sesaat sebelum pergi.
...***...
Aira merasa tubuhnya sangat lemas. Perlahan dia akan membuka matanya tapi urung karena melihat Antares yang sedang berdiri di dekat pintu sambil memegang ponsel di telinganya. "Riko, kamu urus di kantor. Nanti hubungi aku kalau ada masalah. Soal uji coba laptop itu, Pak Rizal yang akan merangkap di tim kita. Rafli dan Affan suruh bergabung untuk membantu."
Kemudian Antares memutuskan panggilan itu. Dia berbalik dan melihat Aira yang masih memejamkan matanya. Dia duduk di dekat Aira lalu menggenggam tangannya.
"Aira, cepat bangun. Maafkan aku yang hanya bisa menambah beban kamu. Seharusnya aku bisa menjaga kamu. Aku yang terlalu emosi melihat kamu dengan Rizal. Aku tidak berani bertanya sama kamu tentang perasaan kamu. Aku pengecut dan memilih menghindar karena aku takut patah hati lagi."
Antares terdiam beberapa saat, satu tangannya beralih mengusap rambut Aira. "Setiap aku melihat kamu bersama Rizal, aku semakin menyadari kalau aku sudah jatuh cinta sedalam ini sama kamu. Apapun perasaan kamu sekarang, atau mungkin kamu membenciku, aku tidak peduli. Aku cinta sama kamu, Aira."
Jantung Aira semakin berdebar mendengar pengakuan Antares. Dia akan membuka kedua matanya tapi Antares kembali mengangkat teleponnya dan menjauh.
"Iya. Sekarang? Tapi aku sedang ada masalah." Wajah Antares terlihat serius mendengar penjelasan di ponselnya. "Baik, aku akan segera ke sana. Kamu tahan, jangan sampai pergi."
Antares segera keluar dari ruangan itu tanpa menoleh Aira yang kini telah membuka matanya.
"Yah, Pak Ares pasti sibuk." Dia menoleh ke kanan dan kiri mencari tasnya. "Tasku masih di kantor. Bakal bosan gak ada hp."
Beberapa saat kemudian ada seorang suster yang masuk ke dalam ruangan itu. "Anda sudah sadar? Saya suster yang ditugaskan untuk menjaga Anda. Jika butuh sesuatu, jangan sungkan."
Aira hanya menganggukkan kepalanya. Dia berharap Antares kembali agar dia bisa mengatakan yang sebenarnya.
...***...
"Bagaimana? Sudah selesai?" tanya Riko sambil berdiri di dekat Rizal.
"Sudah. Kemarin aku sudah menemukan solusi sama Aira jadi sekarang tinggal mudahnya saja. Bagaimana kondisi Aira?" tanya Rizal.
"Dia dirawat di rumah sakit. Sebentar lagi aku akan antar tasnya." Riko menggeser kursi dan duduk di sebelah Rizal untuk bergosip. "Kamu sama Aira ada hubungan apa?"
"Hanya mantan."
"Mau balikan?" tanya Riko.
Rizal menggelengkan kepalanya sambil tertawa. "Tidak. Sepertinya Aira sudah jatuh cinta sama Pak Ares. Apa selama aku di sini Pak Ares cemburu sama Aira? Aku merasa Pak Ares sengaja marah sama Aira.
"Iya. Begitulah Pak Ares. Sok keras sama Aira tapi kalau terjadi apa-apa sama Aira, dia jadi yang nomor satu untuk menolongnya. Kamu mau menemui Aira? Ke sana sekarang saja mumpung Pak Ares masih ada urusan di luar."
Rizal berdiri dan mengemasi barang-barangnya. "Iya. Sekalian aku mau pamitan sama Aira. Besok malam aku berangkat kembali ke Jepang."
"Ya sudah. Biar pekerjaan di sini aku yang bereskan. Besok tinggal uji coba keseluruhan. Mungkin hanya setengah hari sudah selesai dan kita bisa teken kontrak."
Rizal menganggukkan kepalanya. "Aku ke tempat Aira sebentar." Dia membawa tasnya dan juga tas Aira lalu keluar dari ruangan dan segera menuju lantai dasar.
Dia menaiki mobilnya menuju rumah sakit. Setelah sampai di rumah sakit, dia menuju ruang rawat Aira yang sebelumnya sudah diberi tahu oleh Riko.
Rizal masuk ke dalam ruang VIP itu. Dia terkejut melihat suster yang pingsan di lantai. Lalu dia melihat brankar yang telah kosong dan ada setetes darah dari jarum infus yang sepertinya dilepas secara paksa.
"Aira kemana? Apa dia diculik?"
dulu pas setelah MP langsung demam 5 hari ✌️🙈🥰🥰🥰
Terima kasih ya author sudah memberikan karya terbaik untuk para pembacamu..
Ditunggu karya author selanjutnya ya..
♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️