"Buang obat penenang itu! Mulai sekarang, aku yang akan menenangkan hatimu."
.
Semua tuntutan kedua orang tua Aira membuatnya hampir depresi. Bahkan Aira sampai kabur dari perjodohan yang diatur orang tuanya dengan seorang pria beristri. Dia justru bertemu anak motor dan menjadikannya pacar pura-pura.
Tak disangka pria yang dia kira bad boy itu adalah CEO di perusahaan yang baru saja menerimanya sebagai sekretaris.
Namun, Aira tetap menyembunyikan status Antares yang seorang CEO pada kedua orang tuanya agar orang tuanya tidak memanfaatkan kekayaan Antares.
Apakah akhirnya mereka saling mencintai dan Antares bisa melepas Aira dari ketergantungan obat penenang itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25
Aira keluar dari rumah kontrakannya saat akan berangkat ke kantor. Dia tidak melihat mobil Antares yang berhenti di depan kontrakannya. Akhirnya dia duduk sebentar di teras rumah itu untuk memesan ojek online.
"Aku yang terlalu berharap lebih sama Pak Ares," gumam Aira.
Beberapa saat kemudian, driver ojek online itu datang dan Aira segera naik ke boncengannya. Sudah beberapa hari dia dijemput Antares, rasanya ada yang kurang saat dia berangkat sendiri ke kantor.
Beberapa saat kemudian, dia sudah sampai di depan perusahaannya. Dia turun dan melangkah masuk ke dalam perusahaan itu.
"Aira!" panggil Eva sambil berjalan mendekatinya.
Aira hanya tersenyum lalu meletakkan kartu identitasnya pada alat absensi kemudian berjalan pelan menuju lift bersama Eva.
"Gimana semalam? Sukses?"
Aira menggelengkan kepalanya. "Pak Ares gak jadi datang. Aku yang terlalu GR dan berharap lebih." Kemudian mereka berdua masuk ke dalam lift. Pintu tertahan saat akan tertutup karena tiba-tiba Riko datang.
"Aira, kamu tidak sama Pak Ares?" tanya Riko sambil berdiri di samping Aira.
Aira menggelengkan kepalanya. "Tidak."
Riko semakin menatap Aira. Jika semalam mereka sudah jadian, Antares tidak mungkin membiarkan Aira berangkat sendiri. "Kamu menolak Pak Ares?"
"Menolak? Menolak apa?"
Eva ikut mendekat karena penasaran dengan pembicaraan mereka, tapi tidak ada waktu untuk menghilangkan rasa penasarannya karena dia harus keluar dari lift. "Kak Aira, duluan ya."
"Iya," jawab Aira pada Eva. Kemudian dia kembali menatap Riko. "Memang ada apa?"
"Semalam Pak Ares akan mengungkapkan perasaannya sama kamu. Aku yang reservasi private room untuk kalian."
"Tapi Pak Ares tidak datang. Aku udah datang tepat waktu."
Pintu lift terbuka dan mereka keluar dari lift secara bersamaan.
"Tidak datang? Kayaknya tidak mungkin Pak Ares ingkar janji. Dia pasti datang."
Aira berpikir sambil berjalan menuju ruang kerjanya. Sebenarnya kemarin dia penasaran dengan buket bunga mawar merah yang tergeletak di belakangnya. Pelayan restoran bilang itu milik seseorang yang memesan private room. Apa jangan-jangan itu milik Antares yang pergi karena melihatnya bersama Rizal.
"Aku kemarin bertemu Rizal dan kita duduk di meja umum karena aku tidak tahu private room yang dipesan Pak Ares dimana," kata Aira yang membuat Riko menghentikan langkahnya. Dia mendekat pada Aira yang kini telah duduk di kursinya.
"Kamu bertemu Rizal? Kalian ngobrol?" tanya Riko.
"Iya, ngobrol tentang masa lalu."
Riko tersenyum miring. Terjawab sudah mengapa Antares tidak datang. Dia sudah tahu persis bagaimana sifat bosnya itu. "Pasti Pak Ares lihat kamu sama Rizal, lalu diam-diam dia mendekat dan menguping di belakang kamu karena tidak sanggup mendengar pembicaraan kalian berdua akhirnya dia pergi."
Aira tertawa mendengar kesimpulan Riko. "Kamu hafal sekali tingkah Pak Ares. Kemarin memang ada buket mawar merah di meja belakangku."
"Itu pasti punya Pak Ares." Riko memastikan tidak ada Antares yang akan masuk. Dia menggeser kursi dan duduk di dekat Aira. "Pak Ares itu posesif tapi pengecut. Dia trauma patah hati. Makanya dia memilih pergi. Mungkin dia kira, kamu belum selesai dengan masa lalu kamu."
Aira tersenyum kecil. "Pak Ares kan bisa tanya baik-baik sama aku."
"Namanya juga udah trauma patah hati. Bisa-bisa dia jadi perjaka tua beneran. Kamu hati-hati saja selama beberapa hari suasana hati Pak Ares pasti sangat buruk. Turuti saja apa yang dia mau, nanti pasti dia membaik sendiri." Kemudian Riko berdiri dan mengangkat panggilan dari Antares.
"Tomi kecelakaan? Iya, iya, biar Aira yang mengurusnya."
Setelah menutup panggilan itu, Riko kembali mendekati Aira. "Aira, Tomi mengalami kecelakaan. Sementara kamu pimpin tim teknisi ya untuk melakukan uji coba dengan tim Jepang karena waktu kita juga tidak banyak."
"Aku? Bukankah ada wakilnya Tomi."
"Dia mengurus produk yang sedang diproduksi. Ini perintah dari Pak Ares."
Aira menghela napas panjang. Sebenarnya dia juga trauma menjadi leader tim teknisi karena saat bekerja di Jepang dia terus dimarahi. Dia menjadi kambing hitam semua masalah yang muncul. Tapi tidak ada pilihan lain. Dia mengambil data perencanaan uji coba produk itu lalu keluar dari ruangannya.
...***...
"Aira ...." Rizal tersenyum melihat Aira yang masuk ke dalam ruang teknisi itu. "Aku dengar Tomi mengalami kecelakaan, jadi kamu yang menggantikannya?"
"Iya," jawab Aira sambil duduk di depan monitor. "Rizal, kita pakai prosesor tipe terbaru?" tanya
"Tidak, Pak Ares tetap meminta prosesor core i7."
Aira terdiam sambil menatap prosesor yang akan dipasangnya. Dulu dia seringkali gagal memasukkan database ke dalam prosesor itu. "Rizal, software kamu memerlukan prosesor di atas ini. Ada beberapa sistem yang tidak bisa terbaca."
"Tenang, aku sudah memperbaruinya."
"Tapi dengan harga laptop yang mahal ini seharusnya bisa pakai core i9."
Rizal tersenyum mendengar perkataan Aira. "Biasa, pebisnis. Mengejar banyak keuntungan. Tidak apa-apa, pesaing di sini masih sedikit." Rizal duduk di sebelah Aira dan mulai bekerjasama dengan Aira.
Hingga hari telah siang, Aira masih berkutat dengan layar monitor itu.
"Aira, coba kamu hidupkan."
Aira menganggukkan kepalanya. Dia mencoba menghidupkan laptop uji coba itu tapi hanya ada logo galaksi yang muncul.
"Bisa?"
Aira menunggunya, hingga beberapa menit, logo itu tetap tidak berubah.
"Tidak bisa! Harus mengulang lagi."
"Tidak apa-apa. Masih ada waktu." Rizal mendekatkan air putih untuk Aira. "Sebentar lagi kamu istirahat dulu, sudah waktunya makan siang."
Aira hanya menganggukkan kepalanya lalu mengambil sebotol air mineral itu.
Beberapa saat kemudian Antares masuk ke dalam ruangan itu. Dia berdiri di dekat Aira tapi pandangannya fokus pada layar monitor. "Rizal, bagaimana progresnya?"
"Masih gagal. Kita akan mencobanya lagi," kata Rizal.
"Pak Ares, bagaimana kalau prosesor diganti dengan core i9," kata Aira.
"Belum saatnya. Nanti setelah laptop ini rilis, akan ada tipe lanjutan. Ini harus berhasil dulu. Dalam dua hari harus berhasil lalu kita lakukan uji coba pengoperasian selama sehari karena jadwal tim Jepang di sini juga tidak lama." Kemudian Antares keluar dari ruangan itu.
"Dua hari?"
"Sehari pasti selesai."
"Bagaimana kalau tidak selesai?" Aira kembali menatap monitor itu. "Ini bukan jobdeskku, kalau sampai aku kena marah, aku tidak akan terima."
"Aku yang akan menyelesaikannya. Kamu istirahat saja. Kalau masih gagal, aku akan minta bantuan secara langsung dari perusahaanku."
Aira hanya menganggukkan kepalanya. Dia tidak beranjak dari kursinya meskipun jam istirahat hampir selesai.
"Kamu tidak mau keluar, aku belikan makanan," kata Rizal sambil memberikan rice bowl pada Aira yang dia taruh di dekat tangan Aira.
Aira mengambil rice bowl itu dan membukanya. "Chicken katsu. Kamu masih ingat kesukaanku." Baru satu sendok Aira memakannya, Antares kembali masuk ke dalam ruangan itu.
"Aira, kamu buat laporan masalah yang membuat gagal. Aku akan menghubungi perusahaan pusat."
Rizal melirik Aira yang baru saja makan, lalu dia memutar kursinya menatap Antares. "Biar saya saja yang membuat laporannya, saya akan ..."
"Harus tim dariku yang membuatnya, aku tunggu, secepatnya." Tanpa menunggu jawaban dari Aira, Antares keluar dari ruangan itu.
Aira kembali menutup makanannya. "Aku buat laporan dulu, baru aku akan memakannya."
"Aira, apa Pak Ares memang seperti ini? Kenapa aku merasa dia cemburu sama kamu," kata Rizal sedikit mendekat karena dia memelankan suaranya.
"Cemburu? Orang tidak punya perasaan seperti dia memangnya bisa cemburu? Dia bukan anak remaja labil lagi, punya mulut bisa buat bertanya. Apa dia pikir bisa memainkan perasaanku seenaknya!"
Rizal menjauh mendengar jawaban Aira. Dia tersenyum kecil. Ya, Aira memang sudah move on dariku.
Mantap sekali.. 👏👏👏👏👏
👍👍👍👍👍
♥️♥️♥️♥️♥️
⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️
rebut hatinya Aira res biar ga ke gaet sama mantan 😁😁