"Apa kamu sudah menemukan informasi tentangnya, Jackson?"
"Sudah, Kak. Aku yakin dia adalah dady kita."
Dua bocah laki-laki berusia 7 tahun itu kini menatap ke arah layar komputer mereka bersama-sama. Mereka melihat foto seorang Pria dengan tatapan datar dan dingin. Namun, dia memiliki wajah yang sangat tampan rupawan.
"Jarret, Jackson apa yang kalian lakukan?" Tiba-tiba suara seseorang membuat kedua bocah itu tersentak kaget.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emmarisma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19. Aib
"Jackson, kau pikir siapa yang telah menaruh kamera di rumah ini?"
"Aku tidak tahu, Kak, tapi aku yakin bukan orang luar."
"Apa kita perlu mengeledah semua ruangan di rumah ini. Bukankah bahaya jika kita diawasi?" ujar Jarret, wajahnya tampak serius.
Niat mereka untuk mencari tahu siapa itu tuan Alex harus tertunda karena temuan Jarret itu. Jackson mengedarkan tatapannya di dalam kamar. Dia berpikir, jika dirinya jadi seorang penguntit, di mana dia akan menaruh kamera agar targetnya tidak menyadari letak kameranya.
Membayangkan hal itu, mata Jackson seketika menyipit. Bocah itu mendorong meja mengarah ke sudut lemari bajunya. Jarret ikut menatap ke sudut yang diinginkan oleh adiknya. Matanya langsung menangkap sebuah benda kecil yang menempel di atas lemarinya. Jarret tersenyum tipis, ternyata adiknya pintar juga.
Sementara itu, di markas besarnya, Ben tampak takjub menatap layar laptopnya. Dia yakin kedua anaknya sudah menyadari keberadaan kamera yang Elena pasang di kamar mereka. Dia juga yakin cepat atau lambat jati dirinya akan segera ketahuan oleh kedua putranya.
"Kalian benar-benar tumbuh menjadi anak yang sangat hebat," gumam Benjamin.
"Lihat, Kak. Aku menemukannya satu lagi."
"Bawa kemari dan ayo kita periksa benda ini."
Jarret mengamati kedua kamera canggih itu. Dia yakin pemilik benda itu bukan orang sembarangan, tapi siapa? Jackson menatap heran ke arah kakaknya.
"Apa yang sedang kamu pikirkan, Kak?"
"Ini janggal, Jack. Ini bukan kamera murahan. Bentuknya begitu sempurna. Aku yakin pemiliknya bukan orang biasa. Menurutmu siapa yang memasang alat ini?"
"Mungkin daddy kita?"
"Pelankan suaramu, Jack. Aku tidak mau membuat mommy menangis lagi."
"Maafkan aku, Kak."
Jarret memutar-mutar micro kamera itu. Ia sangat yakin jika kamera-kamera itu dikendalikan dari jauh.
Jarret meletakkan kedua kamera itu di lantai dan menginjak kedua kamera itu sekaligus. Mata Jackson langsung terbelalak melihat kakaknya menginjak dua kamera canggih itu.
"Wow kak, kau menginjaknya?"
"Yes, aku tidak mau mengambil resiko Jackson. Sekarang cepat kau cari tahu siapa tuan Alex yang ada di kontak aunty Elena. Nanti keburu mommy kesini."
"Ok."
Jackson segera mengetikkan nomor ponsel milik Elena di aplikasi buatan kakaknya dan meretas semua chat milik tuan Alex dari ponsel Elena termasuk pesan yang telah dihapus.
Jackson dan Jarret menatap ke layar komputer mereka. Melihat chat dari pria yang bernama tuan Alex membuat Keduanya memiliki pemikiran yang sama.
"Bagaimana, Kak?"
"Cepat kau masukkan nomor tuan Alex ini, siapa tahu kita bisa meretasnya juga. Aku penasaran kenapa dia begitu peduli pada kita dan mommy."
Jackson dengan cepat memasukkan nomor telepon si tuan Alex. Sedangkan Jarret mengambil pecahan kamera yang tadi dia injak. Jarret mengamati secara teliti, dia menemukan sesuatu. Mikro chip yang terpasang di dalam kamera itu.
Sangking tidak mengamati apa yang adiknya lakukan, Jarret terkejut saat Jackson berseru.
"Oh, wow!"
"Apa kamu sudah menemukan informasi tentangnya, Jackson?"
"Sudah, Kak. Aku yakin dia adalah dady kita."
Dua bocah laki-laki berusia 7 tahun itu kini menatap ke arah layar komputer mereka bersama-sama. Mereka melihat foto seorang Pria dengan tatapan datar dan dingin. Namun, dia memiliki wajah yang sangat tampan rupawan.
"Jarret, Jackson apa yang kalian lakukan?" Tiba-tiba suara seseorang membuat kedua bocah itu tersentak kaget.
Jackson buru-buru mengganti tampilan layarnya. Giani masuk ke kamar kedua putranya sembari membawa nampan yang berisi dua gelas susu.
"Hai guys, mommy bertanya pada kalian? apa yang kalian lakukan?"
Jarret melirik ke bawah di mana masih ada sisa pecahan kamera tadi. Kakinya berlahan menginjak bekas pijakannya tadi.
"Kami akan mengerjakan tugas, Mom."
Giani menyerahkan dua gelas susu itu pada masing-masing anaknya. Wajahnya tampak sedang berpikir dan Jarret yang begitu peka langsung bertanya pada ibunya.
"Mom, apa ada masalah?"
"Tidak ada, Sayang. Hanya saja akhir-akhir ini mommy teringat pada kakek kalian."
"Ada apa dengan kakek Gilbert?"
"Mommy juga tidak tahu, mommy sebenarnya ingin mengunjungi kakek kalian."
"Ya sudah, mommy berangkat saja. Aunty Elena pasti akan menjaga kami."
"Maafkan mommy belum bisa membawa kalian pada kakek Gilbert."
"Tidak masalah, Mom," sahut Jackson.
Giani merasa beruntung memiliki dua putra yang sangat pengertian. Mereka bahkan tidak pernah lagi menanyakan siapa ayah kandungnya, sejak mereka melihat dirinya menangis ketika ditanyai oleh kedua anaknya itu.
"Baiklah, jika begitu. Mommy akan bersiap. Mommy usahakan untuk tidak menginap di sana."
Selepas Giani pergi, tatapan mata Jackson berubah. Bocah itu terlihat sedih.
"Ada apa Jackson?" tanya Jarret.
"Aku benci pria itu, Kak. Dia membuat kita terlihat seperti sebuah aib yang harus ditutup-tutupi."
Jarret hanya diam, dia tak tahu harus berkata apa untuk menghibur adiknya karena dia pun sebenarnya merasa hal yang sama. Jarret juga ingin mengenal kakeknya yang seorang profesor hebat itu, tapi dia tidak pernah mendapatkan kesempatan itu hingga sekarang.
"Jangan berkata seperti itu, kita tidak tahu apa yang sudah mommy lalui. Jika ada yang perlu disalahkan ini semua salah Benjamin Alexander itu. Kita harus memberi pelajaran padanya."
"Tentu saja. Apa menurut kakak, mommy memang sengaja tidak mau menyebut nama daddy? atau memang mommy benar-benar tidak tahu jika dia daddy kita?"
"Entahlah, tapi sebaiknya kita cari tahu dulu seperti apa pria itu, lalu kita kerjai dia."
Jackson mengangguk dengan semangat. Meski dia yakin 100% jika pria di layar komputernya adalah wujud daddy mereka, tapi tidak ada ampun baginya karena telah mencampakkan mommy nya dan mereka.