Rain, gadis paling gila yang pernah ada di dunia. Sulit membayangkan, bagaimana bisa ia mencintai hantu. Rain sadar, hal itu sangat aneh bahkan sangat gila. Namun, Rain tidak dapat menyangkal perasaannya.
Namun, ternyata ada sesuatu yang Rain lupakan. Sesuatu yang membuatnya harus melihat Ghio.
Lalu, apa fakta yang Rain lupakan? Dan, apakah perasaannya dapat dibenarkan? bisa kah Rain hidup bersama dengannya seperti hidup manusia pada umumnya?
Rain hanya bisa berharap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon H_L, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bukan mimpi
Seperti mengulang waktu, Rain kembali kesepian, tinggal dalam kontrakan sendirian, tanpa teman. Asya kembali sibuk dengan pekerjaannya.
Sudah berhari-hari ia tinggal di kontrakan ini bersama Asyama. Kakaknya itu kadang masih sempat makan siang bersamanya. Tapi sekarang kakaknya itu sudah kembali sibuk.
Rain baru pulang dari kampus. Seperti biasa, setelah pulang kampus dia akan sibuk menggoreskan pensil di atas sketchbook.
Rain bukannya tidak punya teman, sebaliknya ia memiliki banyak teman. Hanya saja, ia tidak pernah berminat mengajak temannya berkunjung ke rumahnya. Kalaupun ia ingin mengajak tetangganya - Nelli - ia yakin gadis itu tidak akan mau. Alasannya sudah jelas, bukan?
Rain mengeluarkan napasnya kasar. Tangannya berhenti menggores kertas. Matanya berkeliling menatap seluruh ruangan. Ia berada di ruang tamu.
Rain kemudian bangkit dari tempatnya. Lantas ia berjalan ke arah meja makan. Diperhatikannya tudung saji di depannya.
Rain diam sejenak. Tanpa menunggu waktu banyak, ia segera membuka tudung saji itu. Di dalamnya tersedia nasi goreng, tahu tempe, dan sayur sawi hijau. Diambilnya piring dari belakang, lalu di sendoknya sedikit nasi goreng, tahu tempe, dan sedikit sayur. Tak lupa ia meletakkan satu sendok.
Rain meletakkan makanan itu di atas meja. Lantas ditinggalkannya makanan itu dengan keadaan terbuka. Rain duduk di sofa tanpa mempedulikan makanan itu.
Rain terlihat tenang, bahkan tampak tak terjadi sesuatu dengannya. Namun, sebenarnya jantung gadis itu berdetak kuat. Keringat sudah membanjiri lehernya.
Rain melirik tangannya yang berada di bawah. Gemetar. Astaga, apa yang ia lakukan? Kenapa ia melakukan itu?
Rain menggigit bibirnya. Ia sama sekali tidak berani menoleh ke arah meja makan.
Mimpi apa aku ya Tuhan? Rain membatin.
Trang!
Rain hampir terperanjat di tempatnya. Dengan cepat ia menoleh ke meja makan. Nasi dan lauk-pauknya masih utuh. Ia mengernyit.
Lantas, Rain berjalan perlahan ke meja makan. Di pandangnya makanan itu. Hingga pertanyaan mulai berseliweran dibenaknya.
Rain menoleh ke belakang, ke arah pintu belakang yang sedikit terbuka. Ia kemudian menunduk, memandang kembali makanan itu.
"Kenapa gak dimakan? Apa dia gak lapar?" Rain bergumam. "Tapi, dia kelihatan lapar." Ia mulai meracau. "Apa dia gak suka, ya? Atau jangan-jangan dia emang gak bisa makan?"
Rain kembali menoleh kebelakang. "Dia, kan, hantu. Mana bisa makan!"
Brak!
Rain terperanjat. Matanya melebar sambil menoleh cepat ke arah pintu belakang yang tertutup. Rain memegang dadanya. Napasnya mulai tercekat.
Seumur hidup, baru kali ini Rain mengalami kejadian seperti ini. Kenapa? Kenapa dia bisa mengalami ini? Sejak kapan ia punya indra keenam? Rain benar-benar tidak menduga dia bisa seperti ini.
"Ya, Tuhan. Tolong, Rain." Doa telah Rain panjatkan baik dalam hati dan ucapan.
Rain takut. Benar-benar takut. Tapi, ia tidak bisa mengendalikan hatinya ketika melihat hantu itu menatap tudung saji. Itu sebabnya, Rain berniat memberi makan. Tapi, sayangnya makanan itu bahkan tidak di sentuh.
Perlahan Rain mengatur napasnya. Keringat yang membanjiri wajah dan lehernya ia bersihkan. Rain mulai berpikir jernih. Bagaimana caranya ia bisa memberikan hantu itu makan?
Rain berlari ke ruang tamu. ponselnya yang tergeletak asal disambarnya. Ia mulai mengetik di keyboard.
"Cara memberikan hantu makanan," gumamnya seraya mengetik.
Namun, yang ditunjukkan oleh mbak google hanya tidak sesuai keinginan hatinya.
"Ini, mah, namanya nyembah hantu. Bukan kasih makan." Rain berdecak kesal.
"Ini juga, kok, malah nunjukin kue berbentuk pocong. Gila lu!" ia memaki google.
Dengan perasaan dongkol, Rain melemparkan ponselnya ke sofa. Ia duduk termenung. Sesekali ia mengacak rambut pendeknya.
"Gue musti ngapain?" tanyanya entah kepada siapa.
Rain duduk dengan gusar. Lama-lama, ia akan stress jika tetap seperti ini. Rain menatap makanan di meja. Tanpa berpikir panjang, ia segera mengambil makanan itu, lalu berjalan ke belakang rumah.
Sebelum benar-benar membuka pintu belakang, Rain memanjatkan doa memohon perlindungan. Dibukanya pintu itu dengan pelan, lalu berjalan ke luar.
Rain menatap ke atas, tepat ke arah rooftop kecil. Rain kembali memanjatkan doa, menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan.
Rain sadar dengan perbuatannya, dan ia merasa gila. Setelah memantapkan hati, Rain mulai menaiki tangga besi. satu tangannya digunakan untuk memegang nampan.
Setelah menginjak rooftop, angin sepoi-sepoi langsung menerpa tubuhnya. Rambut pendeknya beterbangan hingga menghalangi pandangannya.
Rain menyugar rambutnya ke belakang, hingga ia dapat melihat pemandangan lingkungan kontrakan.
Sejenak Rain terbawa suasana sejuk. Hal itu membuat bahunya melorot. Namun, detik berikutnya Rain langsung tersadar.
Rain berjalan ke sisi pinggir rooftop. Diletakkannya nampan dengan hati-hati di atas pagar beton. Lalu, Rain mendudukkan diri di pagar itu.
Rain menarik napas. Ia mulai membuka suara, namun suaranya sangat bergetar.
"aaa... Ini... " Rasanya untuk menelan ludah pun susah. "Makan. Ini enak," katanya, lalu mendorong makanannya sedikit ke depan.
Dengan ragu-ragu, Rain menatap makanan itu. Namun seperti di ruang makan tadi, makanan itu tidak di sentuh sama sekali.
Rain bingung. Ia memberanikan diri untuk menatap sosok di depannya yang tidak jauh. Saat itu juga, pupil mata Rain melebar. Respon yang sama ketika ia melihat sosok itu pertama kali.
Sebenarnya, Rain sudah sering melihat sosok ini di kontrakan. Hanya saja Rain selalu menghindar, ia tidak berani menatap matanya secara langsung. Tapi, ini yang kedua kalinya Rain menatap intens sosok ini.
Raut yang Rain lihat sama seperti awal-awal. Dingin, namun Rain seperti menemukan kesedihan dibalik mata hitam legamnya.
Rain merasa ada dorongan dari dalam dirinya. Hal itu ingin ia tepis, namun tak bisa.
"Makanan ini buat kamu. Aku tahu kamu lapar," kata Rain. Jantungnya berdetak kuat dan cepat.
Sosok itu langsung menatapnya. Saat itu juga hawa dingin langsung menyerang Rain. bulu kuduknya terasa berdiri.
Tanpa aba-aba, Rain segera mundur menjauh. Dan hal yang tidak disadarinya, Rain sudah berada di posisi paling pinggir.
Rain meneguk saliva dengan susah. Hawa dingin masih mencekam, serasa jarum es yang menusuk tubuhnya. Tangan dan wajah Rain langsung pucat. Keringat dingin membanjiri tubuhnya.
Rain tanpa sadar semakin mundur, hingga semakin menepi, dan...jatuh...
Rain menutup kedua matanya. Ia pasrah. Ia tahu ia jatuh dan ia akan mendarat di bawah, dan tunggu... Kenapa kakinya terasa mengawang?
Segera Rain membuka mata dan melihat kakinya.
Saat itu juga mata Rain melebar. Kakinya benar-benar mengawang. Apa ia terbang? Ia kemudian menatap ke atas. Matanya semakin melebar.
Sosok itu memegang pergelangan tangannya. Apakah ini mimpi?
Tunggu, jadi Rain tidak jatuh?
Tubuhnya menggantung. Sosok itu memegang tangannya agar tidak jatuh. Tangan itu terlihat begitu nyata memegang pergelangan tangan Rain dengan kuat.
Rain yakin ini mimpi. Ini tidak mungkin terjadi. Tapi, Rain dapat merasakan sakit pada pergelangan tangannya. Sosok itu benar-benar memegang tangannya, mencegahnya agar tidak jatuh.
Ini bukan mimpi. Ini asli terjadi. Ini nyata!
Menyadari itu, Rain berteriak histeris.
"Aaaaaa..."
Lalu, Rain merasa seluruhnya terasa gelap. Ia pingsan.