Mawar Ni Utami gadis yatim piatu yang dua kali dipecat sebagai buruh. Dia yang hidup dalam kekurangan bersama Nenek nya yang sakit sakitan membuat semakin terpuruk keadaannya.
Namun suatu hari dia mendapatkan sebuah buku kuno dan dari buku itu dia mendapat petunjuk untuk bisa mengubah nasibnya..
Bagaimana kisah Mawar Ni? yukkk guys kita ikuti kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 1.
KKRRIIIIKKK
KRRRIIIIKKKK
KRRRIIIIKKKK
KRRRIIIIKKKK
Suara jangkrik di suatu malam hari... Seorang gadis manis berusia 19 tahun, berkulit coklat karena sering tersengat oleh sinar mata hari berbaring di balai balai bambu, di samping Sang Nenek. Di dalam rumah yang berdinding separo tembok dan separo bagian atas terbuat dari anyaman bambu.
“Nek, aku boleh ya kerja di pabrik bulu mata. Gajinya banyak loh Nek.. setiap bulan dapat gaji pasti. Tidak macam kita sekarang ini, kerja kalau di saat musim tanam saja... Kerja serabutan juga tidak tentu hasilnya ..” Ucap Mawar Ni Utami nama gadis manis itu dengan mata berkedap kedip, merenungi nasibnya.
Saat ini mereka berdua bekerja sebagai buruh tani, bekerja di masa awal musim tanam padi tiba. Dan jika sudah selesai masa tanam mereka berdua bekerja sebagai buruh serabutan kadang mencuci pakaian atau mencuci piring tetangga yang membutuhkan tenaganya. Terkadang juga mereka memulung sampah sampah yang bisa dijual.
“Tidak kena panas dan tidak kehujanan Nek.. enak Nek, bisa putih mulus nanti kulitku.. macam Dahlia itu Nek, jadi cantik dan uangnya banyak, dia baru saja beli motor metic cash loh Nek...” ucap Mawar Ni sambil membalikkan tubuhnya untuk menatap Sang Nenek yang berbaring di sampingnya.
“Boleh ya Nek..” ucap Mawar Ni lagi karena Sang Nenek hanya diam saja.
Sang Nenek pun lalu juga membalikkan tubuhnya dan menatap lekat wajah Mawar Ni.
“Ni kalau kerja di pabrik kamu seharian harus berada di pabrik jauh dari rumah, istirahat juga di pabrik tidak bisa pulang. Padahal Nenekmu ini sudah sering sakit sakit an, kalau... Huk.. hukkk hukkk...” ucap Sang Nenek dan terhenti karena Nenek mendadak terbatuk batuk..
Mawar Ni mengambilkan air putih buat Nenek lalu membantu Nenek terbangun untuk minum air putih.
“Kalau kerja buruh tanam, kita bisa selalu bersama, kalau Nenek pas tidak enak badan atau capek ya Nenek tidak kerja nunggu kamu di bawah pohon sampai kamu selesai kerja.. kita selalu bersama..” ucap Sang Nenek lagi dengan nada dan ekspresi wajah serius
“Memangnya itu Pabrik mau menerima Nenek jadi karyawan? Agar kita bisa bersama?” tanya Nenek selanjutnya dengan bola mata agak melebar.
“Ya tidak boleh lah Nek, ada batasan usia, mana ada pabrik mau menerima karyawan yang sudah nenek nenek..” jawab Mawar Ni sambil tersenyum.
“Itulah Ni, kalau Nenekmu sakit pas kamu kerja bagaimana? Kerja di pabrik kan sampai malam, itu Dahlia sering pulang malam kata nya kerja lembur biar uang banyak...”
“Uang upah hasil buruh tanam kita irit irit agar bisa bertahan sampai waktu panen tiba. Tidak lama lagi kan panen, kita bisa ngasak untuk tambah tambah .. Kamu jangan boros boros beli kota kota buat mainan hape.” Ucap Sang Nenek lalu kembali berbaring terlentang.. Tidak lama lagi memang musim panen segera tiba, dan ngasak (memungut padi sisa panen) adalah kegiatan yang tunggu tunggu oleh kaum marginal.
“Kota? Kuota Nek... Kok kota mana mungkin aku beli kota he... he...” saut Mawar Ni sambil tertawa kecil..
Di saat mereka masih berbincang bincang tiba tiba ada suara memanggil...
“Ni...” suara seorang perempuan di luar rumah.
“Nek itu Lia datang..” ucap Mawar Ni sambil tersenyum lebar lalu bangkit dari tidurnya untuk membukakan pintu buat Dahlia. Dia memang sudah janjian dengan Dahlia. Dahlia adalah tetangga mereka yang masih satu nenek buyut dengan Mawar Ni. Nenek Mawar Ni dan Nenek Dahlia kakak beradik.
Sesaat kemudian..
KRETTTT
Suara pintu yang terbuat dari bambu itu terbuka. Dan di dalam keremangan malam tampak sosok Dahlia, gadis cantik buruh pabrik bulu mata. Make up wajah Dahlia tebal tidak lupa matanya pun dihiasi oleh bulu mata palsu. Namun raut wajah Dahlia yang sangat lelah, tidak bisa disembunyikan oleh make up wajah nya yang tebal.
“Ni, ini kamu isi formulir nya. Besok pagi pagi kamu antar ke rumahku.” Ucap Dahlia sambil mengulurkan sebuah map.
“Dan ini mie rebus istimewa kesukaan Nenek Marmi juga mie goreng spesial buat kamu.” Ucap Dahlia selanjutnya sambil menyerahkan satu kantong plastik berisi makanan.
“Terima kasih ya Li.. moga moga Nenek mengizinkan.” Ucap Mawar Ni sambil menerima satu map berisi berkas berkas formulir untuk pendaftaran karyawan pabrik dan kantong plastik berisi mie oleh oleh dari Dahlia.
“Sudah ya.. aku capek banget mau istirahat.” Ucap Dahlia lalu dia pun melangkah pergi.
Bibir Mawar Ni tersenyum lebar, harapan Sang Nenek memberi izin untuk bekerja di pabrik bulu mata kembali muncul dengan adanya mie rebus istimewa kesukaan Sang Nenek. Di saat Mawar Ni membalikkan tubuhnya... betapa kagetnya Mawar Ni sebab Sang Nenek sudah berdiri di depannya.
“Pokoknya kamu tidak boleh kerja di pabrik Ni.” Suara Nenek Mami dengan keras.
“Selain nenek kamu ini yang sering sakit sakitan, kerja di pabrik sangat berisiko buat kamu, gaji memang lebih tinggi dari buruh tani tapi kamu juga harus kerja keras di pabrik dan rawan laki laki hidung belang!” ucap Sang Nenek lagi dengan nada suara meninggi.
Mawar Ni menatap wajah Sang Nenek dengan serius.
“Nek.. aku bisa jaga diri..” ucap Mawar Ni meyakinkan pada Nenek kalau dia bisa menjaga diri.
“Tidak.” Ucap Sang Nenek sambil meraih kantong plastik yang masih dipegang Mawar Ni.
Mawar Ni melongo, ekspresi wajahnya tampak kecewa...
“Yaaaaccchh mie Nenek mau Tapi tetap tidak kasih izin.” Gumam Mawar Ni di dalam hati.
Sementara itu di lain tempat, Di sebuah rumah termegah di suatu desa. Rumah milik Pak Handoko alias Juragan Handoko. Dialah Tuan tanah di desa Mukti Raharjo, desa di mana Mawar Ni juga tinggal. Lahan sawah Juragan Handoko berhektar hektar berada di banyak lokasi di desa itu.
Malam ini di rumah mewah itu sedang mengadakan pesta atas kelulusan anak semata wayangnya yang bernama Irawan Handoko Putro. Irawan dulu kuliah di universitas ternama di satu kota besar di Indonesia di fakultas pertanian, selain itu dia pun juga kuliah di fakultas ekonomi di universitas lain. Lalu melanjutkan studi nya lagi di luar negeri.
Kerabat dan teman teman Pak Handoko sudah berdatangan memenuhi undangan pesta.
“Kalian semua bersenang senanglah, makan dan minum sepuasnya. Hari ini aku sangat bahagia Irawan anakku satu satunya sudah menyandang gelar sarjana S2 dari luar negeri..” ucap seorang laki laki paruh baya yang tidak lain adalah Pak Handoko. Di sampingnya berdiri isteri Pak Handoko, perempuan paruh baya yang masih terlihat cantik dengan banyak perhiasan menempel di tubuhnya nya.
“Gelar mas Irawan tumpuk tumpuk dong Pak De..” ucap salah satu keponakan Pak Handoko yang juga berdiri di dekat Pak Handoko.
“Tidak tumpuk tumpuk tapi berjejer sambung menyambung ha... ha... Mas mu sekarang menjadi Doktor Insinyur Irawan Handoko Putro, Sarjana Pertanian, Sarjana Ekonomi, Magister Manajemen." Ucap Pak Handoko dengan lantang dan bangga.
“Haduh Pak De sekarang tidak Insinyur tapi sarjana pertanian. Insinyur nya tidak usah dipasang Pak De..”
“Hah! Biar saja biar mantap. Pokoknya dia nanti yang akan menggantikan aku untuk mengurus bisnis pertanianku ini. Semua akan memakai alat alat modern. Aku yakin di tangan dia, akan semakin maju bisnisku, tanahku akan semakin banyak.. dan aku yakin Irawan akan menjadi menteri pertanian kelak ha... ha...ha...” ucap Pak Handoko lagi sambil tertawa bahagia.
Dan di salah satu sofa di ruang itu duduk seorang pemuda kira kira berusia 26 tahun, yang gagah dan tampan dengan ekspresi wajah datar, kaku dan serius, tampak pemuda itu sedang sibuk dengan hand phone milik nya. Dialah Irawan Handoko Putro.
“Segera kamu kirim semua alat alat itu!” perintah Irawan pada lawan bicara nya di hand phone.