Menikah secara tiba-tiba dengan Dean membuat Ara memasuki babak baru kehidupannya.
Pernikahan yang awalnya ia kira akan membawanya keluar dari neraka penderitaan, namun, tak disangka ia malah memasuki neraka baru. Neraka yang diciptakan oleh Dean, suaminya yang ternyata sangat membencinya.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya? apakah Ara dapat menyelamatkan pernikahannya atau menyerah dengan perlakuan Dean?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalu Unaiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 2
Setelah selesai melakukan fitting gaun pernikahan Ara akhirnya kembali ke kantor, sebelumnya dia juga sudah makan siang dengan tante Ayana juga Mama.
Ara kembali ke kantor sekitar pukul setengah tiga, sudah melebihi jam makan siang memang. Namun dia sudah menghubungi atasannya di divisinya untuk memberi tahu bahwa dia akan telat kembali ke kantor.
Persiapan pernikahan yang dilaksanakan secara sederhana ini memang tidak terlalu menguras tenaga, fitting baju pengantin saja bahkan tidak sampai dua jam, karna memang tante Ayana sudah mempersiapkan semuanya. Keluarga Ara terkesan tinggal terima beres saja.
Dalam pernikahan ini keluarga pihak calon suaminyalah yang paling antusias.
Karna ingin segera sampai ke kantor Ara memilih memesan ojek online dari pada menerima tawaran diantar oleh supir dari calon mertuanya.
Naik motor adalah pilihan terbaik untuk menghindari macet di jalan.
Sesampainya di area gedung kantor Ara segera melepas helm dan membayar ongkos kepada si pengemudi, lalu segera masuk ke dalam gedung.
Ara kemudian memasuki gedung kantor. Hal yang Ara takutkan dari tadi pagi benar-benar terjadi, dia dan Dean berpapasan di depan pintu masuk lobi kantor. Dean yang ingin keluar kantor bersama sekretarisnya sedangkan Ara hendak memasuki kantor, mata mereka sempat bertemu beberapa saat hingga akhirnya Dean yang membuang pandangannya ke arah lain.
Jantung Ara rasanya mau meloncat keluar. Namun Ara segera mengendalikan ekspresinya, ia yakin wajahnya sudah semerah udang rebus sekarang.
Ara harus memastikan hal seperti tadi tidak boleh terjadi lagi. Berpapasan dengan Dean di area kantor itu bukan ide yang bagus.
Setelah mencuci wajah di toilet Ara sudah merasa lebih segar dan ia bisa melanjutkan pekerjaannya.
...****************...
Hari-hari terus berganti, persiapan pernikahan juga sudah hampir rampung, tinggal satu hal yang belum, yaitu cincin pernikahan. Bukankah biasanya cincin pernikahan dipilih oleh kedua calon pengantin?
Penikahan tinggal sepuluh hari lagi, namun semakin mendekati hari pernikahan, Ara semakin ragu. Bagaimana tidak, sepuluh hari lagi dia akan menikah namun sampai hari ini dia dan Dean belum pernah berbicara sekalipun. Mereka hanya pernah berpapasan, Dean juga tidak pernah menghubunginya padahal menurut tante Ayana, beliau sudah memberikan kontak Ara kepada Dean.
Keluarga Ara juga sepertinya tidak terlalu memikirkan pernikahan ini, bahkan Papanya tidak pernah menyinggung soal pernikahan ini dengan Ara, atau sekedar mananyakan tentang persiapan pernikahan saja tidak. Di rumah seperti biasa. Rumah ini begitu dingin untuk Ara, mereka tidak memperdulikan Ara.
Suasana malam yang sepi seperti ini membuat ingatan-ingatan Ara tentang hal-hal yang sudah ia alami muncul ke permukann.
Ara anak haram, itu yang selalu Mamanya katakan saat sedang melampiaskan amarahnya kepada Ara.
Ara adalah anak dari seorang perempuan yang dihamili oleh Papanya. Ara tidak mengenal Mama kandunganya, menurut yang Ara dengar Mama kandungnya meninggal setelah melahirkan Ara karna mengalami pendarahan hebat pasca melahirkan. Ara diambil oleh Papanya dari rumah sakit setelah dihubungi oleh pihak rumah sakit, rupanya sebelum meninggal Mama kandungnya meminta pihak rumah sakit untuk menghubunginya seseorang yang ternyata adalah ayah kandung sang bayi, karna Mama kandungnya sepertinya tidak memiliki kerabat.
"non, non ara kok masih di sini, ini sudah larut nanti masuk angin" suara Bi Wati memasuki indra pendengaran Ara yang membuatnya tersadar.
"bentar lagi Bi. Mama sama Papa kapan pulang?" Mama dan Papanya sedang pergi keluar negri, Ara mengetahuinya saat pulang tadi sore.
"kayaknya sih sebelum pernikahan non, soalnya tadi Bibi dengar tuan bahas soal tanggal pernikahan gitu ke nyonya" jawab Bi Wati
"Bi, apa Ara akan bahagia dengan pernikahan ini?" tanya Ara setelah Bi wati mengambil duduk di sampingnya, taman belakang rumah ini memang sangat cocok dijadikan tempat mengobrol, sejuk karna ditanami banyak tumbuhan.
"serahkan saja semuanya sama yang di atas non, kita manusia hanya bisa menebak-nebak" Bi Wati seperti biasa, selalu menjadi yang paling mengerti.
"Ara takut Bi, tapi Ara juga nggak bisa apa-apa. Semua hal di hidup Ara mereka yang ambil kendali" sungai kecil itu akhirnya terbentuk di pipi Ara.
"Yang sabar non, neraka yang selama ini non Ara alami di rumah ini, kita doakan saja tidak akan terjadi lagi setelah menikah. semoga calon suami non Ara adalah laki-laki baik yang bertanggung jawab"
Ara mengamini dalam hati. semoga saja.
Ara memang paling menyukai waktu mengobrol dengan Bi Wati, dia seperti menemukan sosok seorang Ibu yang tidak pernah Ara rasakan kehadirannya. Ia bisa membicarakan apa saja dengan Bi Wati. Ara tidak tau apakah dirinya akan masih ada sampai hari ini jika Bi Wati tidak datang dan bekerja di rumah ini.
Setelah dirasa udara malam semakin menusuk dikulit, Ara dan Bi Wati memutuskan untuk masuk ke dalam rumah. Beristirahat di kamar masing-masing karna malam sudah sangat larut.
...****************...
Di hari minggu yang cerah ini, tiba-tiba Ara dihubungi calon mertuanya yang memintanya untuk bersiap-siap karna akan dijemput oleh supir yang akan mengantarkannya ke kediaman sang calon mertua. Ia diajak makan siang bersama. Ini adalah kali pertama Ara datang ke rumah keluarga calon suaminya.
Ara kemudian bersiap-siap memakai pakaian selayak mungkin. Ara juga sudah mengirim pesan ke Mamanya, untuk memberi tahu. Ara takut Mamanya marah kalau Ara pergi tanpa sepengetahuan beliau.
Setelah sopir yang hendak menjemputnya datang Ara segera berangkat menuju kediaman calon mertuanya, tidak terlalu jauh ternyata hanya sekitar dua puluh menit.
Sesampainya Ara segera turun dari mobil, Ara langsung di buat takjub dengan kemegahan rumah di hadapannya, rumah Papanya Ara juga termasuk megah namun masih kalah jika di bandingkan dengan rumah di depannya. Ada berapa orang yang tinggal di sini? tanya ara dalam hati
Suara pintu yang terbuka menyadarkan Ara dari keterpukauannya akan rumah ini.
"eh sudah sampai toh, kenapa nggak masuk? ayo masuk" senyum ramah di depannya juga mengundang senyum di wajah Ara.
"iya tante" Ara pun memasuki rumah bersama Tante Ayana.
"ayo duduk, tadi di jalan macet?" tanya tante Ayana sambil menepuk sofa di sebelahnya, memberi kode agar Ara duduk di sana
"enggak terlalu tante" jawab Ara setelah ia duduk
"gimana kabar kamu?"
"baik tante, tante sendiri?"
"tante juga baik. Sebentar lagi Dean sampai kita tunggu sebentar ya"
"iya tante"
"Oh iya tante panggil Om dulu ya, tante tinggal sebentar nggak apa-apa kan?"
"nggak apa-apa tan" jawab Ara sambil tersenyum
Sepeninggalan Tante Ayana, Ara hanya duduk sambil sesekali memutar matanya mengagumi keindahan interior ruang tamu ini. Ruangan dengan desain klasik yang terlihat mewah, yang di dominasi warna beige serta beberapa furniture yang melengkapi kesan mewah. Perpaduan warnanya sangat cantik, sangat klasik.
Tante Ayana belum kembali sudah sekitar sepuluh menit, tapi Ara mendengar ada suara langkah kaki dari arah pintu depan, seperti ada yang baru masuk.
Karna merasa bosan Ara akhirnya memutuskan untuk bermain ponsel sambil menunggu Tante Ayana.
Saat Ara sedang begitu fokus memperhatikan layar ponselnya, tiba-tiba seseorang datang dan duduk di sofa tepat di seberang Ara. Ara yang mengetahuinya pun segera mengangkat wajahnya untuk melihat, seorang laki-laki tampan yang kini tengah menatap Ara dengan intens, laki-laki yang beberapa hari lagi akan menjadi suaminya.