Ciara lemas setengah mati melihat garis dua pada alat tes kehamilan yang dipegangnya. Nasib begitu kejam, seolah perkosaan itu tak cukup baginya.
Ciara masih berharap Devano mau bertanggung jawab. Sialnya, Devano malah menyuruh Ciara menggugurkan kandungan dan menuduhnya wanita murahan.
Kelam terbayang jelas di mata Ciara. Kemarahan keluarga, rasa malu, kesendirian, dan hancurnya masa depan kini menjadi miliknya. Tak tahan dengan semua itu, Ciara memutuskan meninggalkan sekolah dan keluarganya, pergi jauh tanpa modal cukup untuk menanggung deritanya sendirian.
Di jalanan Ciara bertaruh hidup, hingga bertemu dengan orang-orang baik yang membantunya keluar dari keterpurukan.
Sedangkan Devano, hatinya dikejar-kejar rasa bersalah. Di dalam mimpi-mimpinya, dia didatangi sesosok anak kecil, darah daging yang pernah ditolaknya. Devano stres berat. Dia ingin mencari Ciara untuk memohon maafnya. Tapi, kemana Devano harus mencari? Akankah Ciara sudi menerimanya lagi atau malah akan meludahinya? Apakah Ciara benar membunuh anak mereka?
Apapun risikonya, Devano harus menerima, asalkan dia bisa memohon ampunan dari Ciara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yeni Erlinawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pikiran Kalut
Ciara terperanjat kaget saat tubuh sang sahabat muncul tiba-tiba didepannya.
"Astaga. Untung aku gak punya riwayat penyakit jantung," ucap Ciara sembari mengelus dadanya.
"Hehehe ya maaf, tadi khilaf." Ciara memutar bola matanya malas. Sedangkan Olive sudah masuk kedalam toko Ciara sebelum sang empu mempersilahkan.
Olive mendudukkan tubuhnya di salah satu kursi tunggu yang terdapat di dalam toko tersebut.
"Gak ada kelas hari ini?" tanya Ciara heran karena biasanya Olive akan disibukan dengan jadwal kuliah dan juga urusan cafe.
"Enggak. Kan aku tinggal ujian skripsi aja Ci," ucap Olive sembari membuka paper bag yang tadi ia bawa.
"Nih kamu pakai. Gak ada penolakan!" Ciara membelalakkan matanya saat melihat ponsel keluaran terbaru dengan gambar apel tergigit seperempat yang Olive berikan kepadanya.
"Ini buat aku?"
Olive berdecak, "Gak. Itu buat calon ponakan aku."
"Yang bener Liv."
"Udah tau itu buat kamu masih aja tanya," tutur Olive.
"Tapi ini kan mahal banget lho Liv," ucap Ciara dengan muka polosnya.
"Ya terus?"
"Buat kamu aja deh. Aku gak berani nerima ini." Ciara menyodorkan kembali ponsel baru tersebut kehadapan Olive.
"Ck aku tadi kan udah bilang gak ada penolakan. Toh aku juga udah punya buat apa nambah hp lagi. Pakai atau aku buang aja ke tong sampah. Itu juga buat jaga-jaga kalau kamu ada apa-apa, kan enak kalau punya hp bisa langsung hubungi aku atau langsung ke nomor darurat lainnya. Dah deh jangan protes dan nolak lagi!" ucapnya final tanpa harus diganggu gugat lagi.
Mau tak mau Ciara akhirnya menerima pemberian dari Olive walaupun dengan berat hati.
"Ya udah deh aku terima. Makasih ya," tutur Ciara.
"Nah gitu dong dari tadi, jadi kan aku gak usah ribet-ribet ngasih petuah panjang kali lebar."
"Eh btw, kamu masak apa Ci? Laper nih," sambung Olive dengan cengiran di bibirnya.
"Ayam kecap. Makan aja sana gih!" tanpa menimpali ucapan Ciara, Olive segera beranjak dari duduknya dan menuju ke rumah utama lebih tepatnya ke arah dapur untuk menikmati masakan Ciara.
Sedangkan Ciara menggelengkan kepalanya melihat sang sahabat yang seperti orang kelaparan.
Sesaat setelah hilangnya Olive dari hadapannya, terdengar bunyi lonceng yang menandakan ada pembeli pun berbunyi. Ciara segera menyambut pembeli tersebut dengan ramah tak ketinggalan dengan senyum manisnya yang selalu terpancar dari wajah cantiknya itu dan ia segera melayani pembeli tersebut dengan sabar dan telaten.
...*****...
Di sisi lain, terlihat seorang pria yang baru sadar dari pingsannya akibat mual dan muntah yang selalu ia derita selama beberapa bulan belakangan ini bahkan mual dan muntahnya kini semakin parah yang membuat semua keluarga besarnya khawatir. Anehnya saat ia memeriksakan diri ke rumah sakit bahkan sampai ke dokter spesialis penyakit dalam, ia tak mendapat informasi tentang penyakit yang dideritannya dan semua dokter yang pernah menangani dirinya pun hanya menjawab kalau dia tengah kelelahan saja. Sungguh aneh tapi nyata.
Devano mengerjabkan matanya dan melihat sekelilingnya. Aroma obat-obatan langsung menusuk ke indra penciumannya dan sudah dipastikan kini ia tengah berada dirumah sakit.
Devano berdecak kala ia mengangkat tangan kanannya yang telah terpasang infus.
"Eh anak Mom udah sadar. Gimana sayang udah baikan?" tanya Mommy Nina yang baru keluar dari toilet diruang inap Devano.
"Seperti yang Mom lihat. Kenapa harus dirawat disini sih Mom? Toh Dev cuma mual dan muntah biasa aja gak sampai muntah darah," ucap Devano.
Mommy Nina yang berada disamping Devano langsung memukul mulut sang anak. "Mulut kamu tuh Dev. Dijaga ih omongannya jangan kayak gitu gak baik," tegur Mommy Nina.
"Ck iya-iya," ucap Devano.
"Eh Mom. Kalau pagi-pagi gini makan mangga muda seger kali ya." Mommy Nina yang sedang menyiapkan sarapan untuk Devano pun langsung menghentikan aktivitasnya dan menatap Devano yang juga tengah menatapnya.
"Jangan mulai aneh-aneh ya Dev. Pagi tuh harusnya makan yang hangat-hangat kayak bubur ayam kek atau soto dan lain sebagainya bukan malah cari yang asam-asam," gerutu Mommy Nina.
"Tapi Mom, Dev beneran pengen ini." Mommy Nina menepuk dahinya.
"Bener-benar kamu tuh lagi ngidam Dev. Mom yakin ini pasti kamu hamilin anak orang. Iya kan!" Devano diam sesaat karena setiap kali ia meminta sesuatu yang aneh-aneh sehabis mual dan muntah. Mommynya pasti langsung mengaitkan hal tersebut dengan ngidam. Aslinya Devano juga tengah memikirkan hal ini setelah ketiga sahabatnya dan juga Mommynya terus menuduh dia dengan kata ngidam dan hamilin anak orang dan itu membuat dirinya semakin lama semakin tertekan dan bayang-bayang akan malam itu kembali berputar karena ia hanya melakukan one night stand tanpa pengaman hanya pada Ciara saja kalau dengan perempuan lain ia selalu bermain aman.
"Nah kan kamu diam. Berarti yang Mom curigai selama ini benar Dev?" kilatan amarah telah terpancar dimata Mommy Nina saat ini.
Devano yang awalnya terdiam pun kini kembali sadar, "Ck Mom apa-apa sih. Cuma karena Dev mau makan yang aneh-aneh aja langsung dikaitkan sama hamilin anak orang. Dah lah biar Dev sendiri yang cari apa yang Dev mau."
Devano segera mencabut jarum infus dari tangannya dan bergegas meninggalkan ruang inap berserta sang Mommy yang menatap dirinya dengan tatapan kesal.
"Aku kan cuma tanya. Kenapa dia sewot gitu? Dasar anak laknat," gerutu Mommy Nina.
Devano kini telah berada di dalam mobil yang telah diantarakan oleh anak buahnya tadi. Dengan pikiran kalut dan bercabang, mobil tersebut melaju hingga kesebuah rumah yang dulu ia singgahi untuk mengantar seorang gadis karena tak kunjung dijemput oleh sopir pribadinya.
Ia menatap nanar rumah tersebut yang nampak sepi tak berpenghuni. Tangan Devano kini meraih ponselnya dan menatap foto Ciara dari media sosial pribadi Ciara.
Entah apa yang membuat hatinya terasa sakit saat melihat senyum yang mengembang di bibir Ciara. Dan kini pikirannya kembali ke ucapan Ciara, para sahabatnya dan juga Mommy Nina. Apakah benar ia saat ini tengah merasakan morning sickness sama seperti Daddynya dulu yang juga mengalami ketika sang Mommy mengandung dirinya? Dan morning sickness ini muncul karena Ciara tengah hamil anaknya? Apakah benar Ciara benar-benar hamil anaknya? Begitulah kira-kira pertanyaan yang sering melintas di pikiran seorang Devano saat ini. Dan jika benar anak yang dikandung Ciara adalah darah dagingnya sendiri maka sungguh kejam seorang Devano Belvix Rodriguez yang telah memaki-maki bahkan merendahkan harga diri Ciara dan lebih parahnya lagi ia mengucapkan dengan lantang untuk mengugurkan bayi yang belum sempat melihat dunia dan jangan lupa dia tak mengakuinya sama sekali, batin Devano.
"Arkh bangsat Lo Dev. Gue harus temuin Cia sekarang buat mastiin semuanya," ucap Devano saat mata hatinya sedikit terbuka dan mengakui jika dirinya adalah laki-laki yang benar-benar brengsek didunia ini.