ZUA CLAIRE, seorang gadis biasa yang terlahir dari keluarga sederhana.
Suatu hari mamanya meninggal dan dia harus menerima bahwa hidupnya sebatang kara. Siapa yang menyangka kalau gadis itu tiba-tiba menjadi istri seorang pewaris dari keluarga Barasta.
Zua tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam semalam. Tapi menjadi istri Ganra Barasta? Bukannya senang, Zua malah ketakutan. Apalagi pria itu jelas-jelas tidak menyukainya dan menganggapnya sebagai musuh. Belum lagi harus menghadapi anak kedua dari keluarga Barasta yang terkenal kejam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 18 Calon istriku
Wajah Zua merah padam, bayangkan betapa malunya dia. Pasti Ganra sedang mati-matian menertawainya dalam hati. Lihat wajah pria itu,
"Ternyata kau bukan anak kecil lagi." goda Ganra nakal.
"Aku bisa melihat sesuatu yang menonjol itu," tambahnya. Wajah Zua makin memerah.
"Keluar dari kamarku sekarang juga!" teriaknya dengan suara yang hampir pecah. Dia benar-benar tidak menyangka Ganra akan mengatakan kalimat yang membuat telinganya panas dan berujung malu seperti ini.
Ganra hanya menatap Zua dengan santai, bahkan sudut bibirnya masih melengkung dalam senyuman nakal yang menyebalkan.
"Kau yang buka pintu dalam kondisi seperti itu. Dan mataku sangat terang."
"Ganra!" Zua memekik sambil menunjuk pintu kamar.
"Keluar sebelum aku lempar sesuatu ke kepalamu!"
Ganra mengangkat kedua tangannya, seolah menyerah.
"Baiklah, baiklah. Jangan terlalu serius. Lagi pula yang lihat bukan orang lain, tapi calon suamimu sendiri. Nanti juga aku akan lihat semuanya."
Zua tak dapat berkata-kata lagi. Fix, Ganra adalah raja mesum. Dan dia sebentar lagi akan menikah dengan raja mesum ini.
"Aku ke sini untuk mengajakmu keluar besok sore," ujar Ganra sambil bangkit dari tempat tidur.
"Aku tidak bisa," tolak Zua langsung. Suara ketus dengan wajah memelototi pria itu.
"Aku tidak bertanya, aku hanya bilang. Kau tetap akan ikut bersamaku besok." nada bicara Ganra berubah tegas, begitu mendominasi.
Zua menatapnya tajam. Ganra mendengus, kemudian berjalan menuju pintu keluar namun menoleh belakang sekali lagi, melirik Zua.
"Besok jam empat. Kalau kau tidak keluar, aku akan masuk ke sini untuk menyeretmu."
Zua mendelik kesal.
"Aku tidak peduli! Pergi!"
Ganra terkekeh. Zua galak sekali. Pintu kamar gadis itu akhirnya tertutup, Ganra meninggalkan Zua yang masih berdiri dengan tangan melindungi dadanya. Ia langsung mengunci pintu kamar, lalu menghempaskan diri ke tempat tidur. Hatinya berdebar kencang karena rasa malu dan kesal bercampur menjadi satu.
"Pria itu benar-benar tidak tahu malu," gumamnya sambil menutup wajah dengan bantal. Ah, mana bagian yang menonjol dibalik piyama yang dia kenakan kentara sekali lagi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Keesokan harinya, tepat jam empat sore, Zua sudah rapi meskipun dengan setengah hati. Dia mengenakan kaus sederhana berwarna putih dan celana jeans biru, serta sepatu kets. Ia sebenarnya tidak ingin pergi, tapi ancaman Ganra yang akan menyeretnya ikut, membuatnya berpikir dua kali. Kan konyol kalau pria itu sudah menyeretnya.
Di ruang tamu, Ganra sudah menunggu. Pria itu mengenakan kaus hitam dengan jaket kulit, terlihat santai tapi tetap memancarkan aura berwibawa dan ketampanan pari purnanya. Ketika Zua muncul, pria itu menyapanya dengan seringai kecil.
"Kupikir kau tidak akan datang."
Zua memutar bola matanya malas, hendak membalas tetapi tidak jadi karena Leon, Dante dan Narin ikut muncul di ruang tamu dengan gaya kasual mereka.
"Kak Ganra, kakak kok ajak dia sih? Gak cocok tahu dia kumpul sama orang-orang kayak kita. Statusnya jauh banget. Kalo nanti teman-temannya kak Dante nanya, emangnya kak Ganra gak malu?" celetuk Narin jelas-jelas merendahkan Zua.
Zua tidak peduli pada kata-kata nyelekit cewek itu. Cewek itu kan memang sengaja mau ngerendahin dia.
"Narin, kamu ngomongnya kok gitu sih? Zua sebentar lagi jadi kakak ipar kamu. Harus sopan." tegur Leon tegas.
Narin memutar bola matanya malas. Kakak ipar? Amit-amit.
"Sekali lagi kau bicara kasar seperti itu, kau tinggal, tidak usah ikut." giliran Ganra yang angkat bicara. Ia menatap Narin tajam. Bahkan Zua cukup puas melihat pria itu bersikap tegas ke si cewek paling belagu di rumah ini.
"Ih, kakak Ganra kok malah belain dia sih?"
"Diamlah Narin." Dante angkat bicara, tak kalah tegas dari Ganra. Narin mau tak mau harus patuh. Dia menatap Zua dengan kesal. Tidak terima karena semua kakaknya malah bela cewek itu. Dia jadi merasa seperti adik tiri.
Beberapa menit kemudian, mereka keluar rumah menuju lapangan futsal. Zua naik mobil Ganra, Dante bersama Narin sedang Leon membawa mobil sendiri untuk menjemput teman wanitanya.
Saat sampai di lapangan futsal, di sana sudah ada tiga laki-laki bersama tiga perempuan cantik yang berdiri di sisi mereka. Salah satu dari ketiga perempuan itu menatap lurus ke mobil Ganra.
Hatinya berdebar-debar keras saat melihat pria itu turun dari mobil. Bahkan Ganra tidak sendiri, ada perempuan lain yang menyusul turun setelah dirinya.
Saat Ganra menatap lurus ke depan, tatapan mereka bertemu.
Bunga,
Ganra sedikit kaget melihat Bunga, mantan pacar yang sudah lama putus dengannya itu berdiri di sana. Tak ada perasaan apa-apa memang, karena waktu pacaran dulu kan dia memang tidak ada perasaan apa-apa pada Bunga. Ganra hanya tidak menyangka mereka akan bertemu kembali seperti ini.
"Kau gugup?" Ganra mendekati Zua dan berbisik pelan di telinga gadis itu sembari memegangi bahunya. Tindakannya membuat Bunga di ujung sana merasa tidak senang.
Ganra dekat dengan wanita?
Padahal dulu, memegang bahunya seperti itu saja pria itu tidak pernah.
Zua sendiri merasa tidak nyaman saat Ganra tiba-tiba mendekat dan berbisik di telinganya, karena di depan sana berdiri orang-orang yang tidak dia kenal.
"Siapa yang gugup?" balas Zua dengan suara pelan, mencoba melepaskan diri dari genggaman Ganra. Tatapannya tajam ke pria itu. Ganra terkekeh, tetap tidak melepaskan rangkulannya di bahu Zua.
Dante dan Narin berjalan di depan mereka. Leon juga baru sampai dengan teman wanitanya.
"Yo, Ganra! Lama tidak ketemu." Lucky berseru kuat. Sedang Ganra membalas dengan senyuman tipis. Ia melihat wanita di samping bunga terus mencuri-curi pandang padanya. Tapi pria itu cuek, tidak peduli sama sekali.
Di sisi lain, Bunga berdiri dengan tatapan yang sulit ditebak. Dia memerhatikan setiap gerakan Ganra, terutama bagaimana pria itu terlihat begitu santai bersama gadis turun dari mobilnya. Bunga tidak bisa menahan rasa tidak nyaman yang tiba-tiba menguasai hatinya.
Dia mendekat, sengaja menyapa Ganra dengan suara lembut.
"Ganra? Lama tidak bertemu."
Ganra menoleh dan hanya mengangguk singkat. Zua di samping pria itu berusaha menjauh tapi tidak di ijinkan oleh Ganra.
"Sepertinya dunia memang sempit," kata Bunga lagi, senyumnya terlihat manis tetapi penuh arti. Tatapannya sesekali melirik Zua yang berdiri di samping Ganra.
Zua tahu wanita itu sedang mengamatinya. Meskipun dia tidak tahu siapa wanita ini, ada sesuatu dalam cara wanita itu memandangnya yang membuatnya merasa tidak nyaman.
"Namanya Zua," Ganra berkata seolah tahu Bunga penasaran dengan gadis itu. Dia pun memperkenalkan.
"Calon istriku."
Perkenalan itu membuat Bunga kaget. Namun, dengan cepat dia memulihkan ekspresinya dan tersenyum.
"Oh, selamat, Ganra. Dia adalah gadis yang sangat beruntung bisa menikah denganmu." Padahal dalam hati Bunga sangat-sangat tidak senang.
Zua hanya tersenyum tipis, merasa canggung.
"Seorang Ganra yang aku kira akan melajang seumur hidup akhirnya akan menikah rupanya." Lucky mengangkat suara dan memberikan ucapan selamatnya, teman-teman yang lainnya juga.
Narin yang berdiri di dekat Dante memutar bola matanya malas.
"Kak Dante, main futsalnya kapan sih? Biar cepet-cepet kita ke puncak. Aku bosen." ujar Narin. Dia hanya ingin cepat-cepat ke puncak untuk berfoto-foto.