Dalam rumah tangga, CINTA saja tidak cukup, ... Masih diperlukan kesetiaan untuk membangun kokoh sebuah BIDUK.
Namun, tak dipungkiri TAKDIR ikut andil untuk segala alur yang tercipta di kehidupan FANA.
Seperti, Fasha misalnya; dia menjadi yang KEDUA tanpa adanya sebuah RENCANA. Dia menjadi yang KEDUA, walau suaminya amat sangat MENCINTAI dirinya. Dia menjadi yang KEDUA, meski statusnya ISTRI PERTAMA.
Satu tahun menikah, bukannya menimang bayi mungil hasil dari buah cinta. Fasha justru dihadapkan kepada pernikahan kedua suaminya.
Sebuah kondisi memaksa Samsul Bakhrie untuk menikah lagi. Azahra Khairunnisa adalah wanita titipan kakak Bakhrie yang telah wafat.
Tepatnya sebelum meninggal, almarhum Manaf memberikan wasiat agar Bakhrie menikahi kekasihnya yang telah hamil.
Wasiat terakhir almarhum Manaf, akhirnya disetujui oleh Bakhrie dan keluarganya tanpa melihat ada hati yang remuk menjadi ribuan keping.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAM DELAPAN BELAS
"SEMUA INI KARENA MU, GANTARA!"
Inginnya mencengkeram kerah Gantara yang membuat Bachrie cemburu dan menciptakan semua celah ini. Tapi, tubuhnya yang lunglai tak lebih mampu menghalau dorongan lelaki itu.
Fatima berteriak. Hari ini, dia menyaksikan bagaimana putranya dihakimi berkali- kali setelah beberapa bulan menduakan Fasha.
Di atas lantai basement, Bachrie dalam kondisi yang tidak baik sama sekali, Bachrie tergelak renyah, antara menangis dan menertawakan kesialannya sendiri.
Disiram bahan bakar tidak lebih sakit dari pada dipisahkan dari Fasha. Kemarin, saat Fasha pulang ke Indonesia, dia masih bisa tenang- tenangan karena dia tahu, Fasha akan kembali padanya.
Namun hari ini, rasanya harapannya bisa kembali melihat Fasha telah dipupuskan sebab Fasha, mungkin takkan pernah lagi dijumpainya setelah permasalahan ini diketahui keluarga posesif, Fasha.
"Kenapa kau membuat kami bertengkar sehebat ini, hah!!" Bachrie berteriak serampangan, pikirnya entah ke mana, tapi, lagi- lagi tangisnya dikeluarkan.
"Aku sempat merelakan namanya hilang dari waktu- waktu sepertiga malam ku, ... Dan kau tahu itu kenapa, hm?" Mata Gantara berkaca- kaca saat mengatakannya.
"Karena aku tahu, dia sangat mencintai mu. Tapi jangan salahkan takdir, kalau setelah ini, aku tidak mundur untuk menyebut namanya kembali di sepertiga malam ku."
"Dia milikku, GANTARA!" Gantara masuk ke dalam mobil bersama Izzul setelah berhasil membuat Bachrie mengumpat.
Dosen yang juga montir handal itu diundang ke acara syukuran kehamilan Fasha, tentu saja karena dia masih mengajar di kampus Millers corpora.
Yah, setelah sekian lama tak menampakkan diri di kegiatan yang berhubungan dengan Fasha, malam ini Gantara dibuat khilaf untuk ikut campur urusan pribadi Fasha.
Sekuat hati Gantara menolak pergi ke tempat ini, tapi pada akhirnya mantap untuk datang karena otaknya terus memikirkan kata- kata keceplosan Fasha di Rumah Sakit waktu itu.
Rupanya, kedatangan Gantara di sini hanya untuk menyaksikan bagaimana wanita kesayangannya diperlakukan tidak baik oleh Bachrie.
Dulu di Al-Azhar, Bachrie dan Gantara sempat satu fakultas walau berbeda angkatan lebih dulu Bachrie yang usianya terpaut dua tahun lebih tua dari Gantara.
Mereka sama- sama cerdas. Bedanya, Bachrie didukung uang- uang orang tua, sementara Gantara hanya mengandalkan beasiswa yang disiapkan Millers corpora.
Sebagaimana gantinya, Gantara harus mengajar di salah satu sekolah atau bahkan kampus yang disediakan Millers corpora.
Setiap kali ada libur kuliah, Gantara pulang ke Indonesia, menggantikan ayahnya sebagai sopir Fasha. Dari sanalah benih- benih cintanya tumbuh untuk sang Nona muda.
Sayang seribu sayang, dia hanyalah pungguk yang merindukan rembulan. Yah, rembulan yang terjatuh karena sang langit menyia- nyiakan keindahan dan kemurniannya.
"BRENGSEK!!" Bachrie meneriaki mobil Gantara yang berlalu darinya. Sementara Fatima dan Jatmiko segera membujuknya untuk masuk ke dalam mobil miliknya.
Azahra tak bisa berkata- kata. Ternyata sebegitu dicintainya seorang Fasha yang bahkan tidak bisa berinovasi soal ranjang.
Yah, Azahra pernah bertanya iseng saat Bachrie memuji service pertamanya. Soal, apakah Kak Fasha pernah melakukan hal yang dia lakukan kala itu pada Bachrie, dan Bachrie menggelengkan kepalanya.
Rasanya tak pantas, wanita yang hanya modal cantik ditangisi sedemikian hebohnya. Wanita yang tak memiliki keunggulan apa pun, entah itu di dapur atau di kasur.
"Kita perlu istirahat, Bachrie." Sudjatmiko mengusap punggung bungsunya yang telah lunglai, putra pewaris yang akhirnya hanya tinggal satu satunya setelah Manaf wafat.
"Fasha istriku, Abah," rengek Bachrie. "Fasha belahan jiwa ku, Bah."
Jatmiko mengangguk pelan. "Semua sedang kacau. Nanti setelah cukup terkondisi. Kita bicara baik- baik lagi dengan keluarga King."
...][∆°°°°^°°∆°°^°°°°∆][...
Dua hari kemudian.
Yang ditakutkan oleh Fasha terjadi, yaitu tidak adanya kesempatan Bachrie untuk memilih tawarannya lagi. Bachrie dan Fasha akan dipastikan berpisah setelah ini.
Sebelumnya, Fasha sempat menunda waktu memberitahu keluarganya. Karena, masih ada setitik harap baginya agar Bachrie mau memilih dirinya dan melepaskan Azahra.
Namun, sampai di akhir, Bachrie masih tetap kekeuh bahwa Azahra adalah tanggung jawabnya. Yah, Fasha akui, Bachrie sedang bertanggung jawab terhadap wanita yang dinikahinya.
Karena bagaimana pun, Azahra sudah istri sah suaminya. Azahra boleh mendapatkan hak atas Bachrie, tapi masalahnya, ada pada diri Fasha yang tak pernah mampu diduakan.
Andai Bachrie bisa adil, Fasha bahkan sudah ikhlas dimadu. Nyatanya, semenjak menikah lagi Bachrie tak pandai membagi waktu dan tanggung jawabnya.
Entah kapan terakhir kali Bachrie mengajak dirinya nonton film bersama. Bahkan hanya sekedar mengajaknya makan malam di luar saja, Bachrie tak pernah melakukannya.
Sudah dikatakan, cinta saja tidak cukup untuk membangun sebuah biduk. Masih diperlukan kesetiaan dan bahan lainnya.
Di kediaman keluarga King Miller yang sudah lebih diperketat penjagaannya, Fasha dan kandungannya dirawat oleh dokter pribadi.
Syukurlah, meski sempat keram dan tidak keruan sakitnya. Bayi yang ada di dalam perut Fasha masih bisa bertahan sampai detik ini.
"Kamu tidak sendiri, Sayang. Kamu punya Mimi untuk cerita."
Meski Aisha sempat kesal karena kebungkaman Fasha, sekarang Aisha telah berdamai dengan keadaan ini.
Biar bagaimana pun, Fasha masih perlu dukungan seorang ibu setelah kemarin sang ayah hanya bisa menyelesaikan masalah dengan luapan amarah.
"Acha masih sangat mencintainya. Bahkan sulit diakhiri meskipun sudah berulang kali, Mas Bachrie menyakiti Acha, Mi."
Fasha dan air mata seolah sudah menjadi sahabat karib, kini. Terlalu mudah untuk tumpah dan merayapi pipinya.
"Sulit memang, tapi kalau kamu sendiri tidak pernah ikhlas dengan poligami ini, untuk apa kamu lanjutkan?" kata Aisha.
Fasha menghela napas. "Apa Acha terlalu egois? Apa ini akhir yang terjadi kalau Acha mencintai manusia lebih dari Tuhan Acha?"
"Ssstt..." Aisha paham kegelisahan Fasha, tapi bukan seperti itu yang Aisha tangkap dari duduk masalah yang terjadi. "Tidak begitu."
"Banyak kan wanita yang bisa dipoligami, Mi? Mereka hidup dengan damai bersama istri- istri muda suaminya. Lalu, kenapa Acha harus merasakan cemburu yang amat sakit sekali? Acha terlalu sulit untuk menormalisasi semua tanggung jawab, Mas Bachrie ke Azahra."
"Itu manusiawi." Aisha mengusap pucuk kepala putrinya. "Naluriah."
"Acha terlalu membosankan. Andai Acha tidak terlalu monoton, mungkin tidak akan pernah terbesit dalam pikiran, Mas Bachrie untuk menerima peranan wanita lain."
Aisha terenyuh mendengarnya.
"Acha terlalu nggak tahu apa- apa, makanya, Mas Bachrie terlena buat mencari hal baru yang nggak pernah Acha berikan."
"Jangan selalu menyalahkan dirimu," ucap Aisha kembali.
"Acha percaya kata cintanya tulus. Tapi, Acha nggak yakin kalau Acha mampu menciptakan surga untuk, Mas Bachrie sampai akhir. Dia juga perlu wanita multitalenta seperti Azahra."
Aisha masih melihat harapan kembali yang begitu besar dari kalimat putrinya. Tapi, Aisha lebih yakin, jika suaminya takkan pernah mengizinkan Fasha kembali pada Bachrie.
"Acha pasti bisa melewati ini semua." Sebagai seorang ibu, tak ada yang bisa Aisha lakukan selain menyemangati putrinya.
"Demi kebahagiaannya. Sekarang, Acha harus merelakan nama, Mas Bachrie hilang dari waktu- waktu sepertiga malam Acha."