Aldo, seorang mahasiswa pendiam yang sedang berjuang menyelesaikan skripsinya, tiba-tiba terjebak dalam taruhan gila bersama teman-temannya: dalam waktu sebulan, ia harus berhasil mendekati Alia, gadis paling populer di kampus.
Namun, segalanya berubah ketika Alia tanpa sengaja mendengar tentang taruhan itu. Merasa tertantang, Alia mendekati Aldo dan menawarkan kesempatan untuk membuktikan keseriusannya. Melalui proyek sosial kampus yang mereka kerjakan bersama, hubungan mereka perlahan tumbuh, meski ada tekanan dari skripsi yang semakin mendekati tenggat waktu.
Ketika hubungan mereka mulai mendalam, rahasia tentang taruhan terbongkar, membuat Alia merasa dikhianati. Hati Aldo hancur, dan di tengah kesibukan skripsi, ia harus berjuang keras untuk mendapatkan kembali kepercayaan Alia. Dengan perjuangan, permintaan maaf, dan tindakan besar di hari presentasi skripsi Alia, Aldo berusaha membuktikan bahwa perasaannya jauh lebih besar daripada sekadar taruhan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orionesia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan yang Dinanti
Alia menatap layar ponselnya dengan jantung yang berdebar kencang. Suara Rio masih terngiang di kepalanya. "Kita harus bicara. Sekarang." Kata-kata itu menyiratkan sebuah urgensi yang membuatnya waspada. Di depannya, Aldo duduk tegang, menunggu tanggapannya.
“Gue harus pergi,” kata Alia, suaranya bergetar sedikit.
Aldo menatapnya tajam. “Lo yakin? Ini bisa berbahaya.”
Alia mengangguk perlahan. “Gue nggak punya pilihan lain, Do. Kalau gue nggak pergi, dia bakal makin curiga.”
Aldo menghela napas dalam. “Oke, tapi hati-hati. Kita nggak tahu apa yang dia rencanakan.”
Alia berdiri dan mengambil tasnya. Pikirannya bergejolak antara ketakutan dan tekad. Dia tahu Rio mungkin sudah mencium ada yang tidak beres, tapi dia juga tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk mengetahui lebih banyak tentang apa yang Rio sembunyikan. Ia harus tenang dan tidak membuat kesalahan.
Sebelum pergi, Aldo menarik lengannya dengan lembut. “Kalau ada yang aneh atau mencurigakan, kabarin gue langsung. Jangan ambil risiko terlalu besar, Alia.”
Alia mengangguk, berusaha tersenyum meski cemas. “Tenang aja, gue nggak akan gegabah.”
Dengan itu, dia bergegas keluar dari kafe dan menuju tempat yang Rio minta untuk mereka bertemu. Di sepanjang perjalanan, pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan. Apakah Rio tahu bahwa dia sudah mulai menyelidiki? Atau apakah ini hanya obrolan biasa seperti yang sering mereka lakukan? Namun, insting Alia mengatakan bahwa kali ini berbeda.
Ketika Alia tiba di tempat yang Rio sebutkan—sebuah kafe kecil yang sepi di sudut kota—Rio sudah duduk di salah satu meja, mengenakan jaket hitam dan tampak serius. Biasanya, Rio selalu menyambutnya dengan senyum hangat dan canda, tapi kali ini ekspresinya kaku, tegang, dan tidak seperti biasanya.
“Duduklah,” ujar Rio begitu Alia mendekat. Suaranya terdengar datar, seolah menahan sesuatu di balik nada tenangnya.
Alia menuruti, duduk di depannya dengan jantung yang masih berdegup kencang. Dia berusaha mengendalikan ekspresinya, mencoba terlihat santai meskipun ada kegelisahan yang menghantui.
Rio menatap Alia dengan mata yang tajam. “Gue denger kabar kalau lo udah mulai banyak nanya-nanya soal gue.”
Alia terdiam. Pikirannya langsung melesat, berusaha mencari alasan yang masuk akal. “Maksud lo apa, Rio?”
Rio berbicara pelan. “Jangan pura-pura nggak tau, Alia. Gue tahu lo udah ngomong sama Aldo, dan lo mulai cari tahu tentang ‘bisnis’ gue.” Dia menyebut kata ‘bisnis’ dengan nada sinis, seakan mengejek.
Alia merasa detak jantungnya makin kencang. Dia tahu bahwa Rio telah mengetahui sesuatu, tapi dia tetap berusaha tenang. “Rio, gue cuma—”
“Simpan alasan lo,” potong Rio dingin. “Gue udah kasih tau lo sebelumnya kalau ada beberapa hal dalam hidup gue yang lo nggak perlu tahu. Tapi lo tetap maksa, dan sekarang lo ngebahayain diri lo sendiri.”
Alia menatapnya dengan kaget. “Maksud lo apa? Apa yang lo sembunyikan, Rio? Gue hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.”
Rio bersandar ke kursi, menatap Alia dengan tatapan yang sulit diartikan. “Lo pikir lo bisa selamat setelah menyelidiki gue dan orang-orang gue? Lo nggak tau, ya, apa yang sedang lo hadapi?”
Alia merasa seluruh tubuhnya menegang. Ketakutannya kini terasa semakin nyata. Apa yang sebenarnya Rio sembunyikan? Dan seberapa dalam dia terlibat dalam hal ini?
“Rio, gue nggak mau ada masalah. Gue cuma ingin tahu kenapa lo berubah. Kenapa semua ini terjadi?” Suara Alia terdengar memelas, tapi dia tahu bahwa ini adalah saatnya untuk bersikap cerdas, bukan menunjukkan kelemahan.
Rio tertawa kecil, tapi tanpa humor. “Lo udah terlalu dalam sekarang, Alia. Ini bukan soal lo atau perasaan lo. Ini soal apa yang gue butuhin buat bertahan.”
Alia menatap Rio dengan perasaan campur aduk antara kebingungan, marah, dan takut. “Lo bicara seolah-olah ini lebih dari sekadar bisnis biasa. Apa yang sebenarnya terjadi, Rio?”
Tiba-tiba, ponsel Rio berdering. Dia melirik layarnya, dan ekspresinya langsung berubah. Dia berdiri dengan cepat, menatap Alia dengan serius. “Gue harus pergi. Tapi gue saranin lo berhenti nyari tahu soal gue, sebelum lo bikin hidup lo lebih rumit dari sekarang.”
Alia menatap Rio dengan rasa takut yang kini sulit ia sembunyikan. “Lo nggak akan bilang apa pun ke gue?”
Rio tidak menjawab, hanya menatapnya dengan dingin sebelum berbalik dan berjalan keluar dari kafe, meninggalkan Alia sendirian dengan pikirannya yang berkecamuk.
Malam itu, Alia tidak bisa tidur. Setiap kata yang keluar dari mulut Rio terngiang di kepalanya, membuatnya semakin yakin bahwa dia telah terjebak dalam sesuatu yang jauh lebih besar dari yang dia bayangkan. Ada begitu banyak hal yang belum dia pahami, tapi satu hal yang jelas: Rio bukan lagi orang yang ia kenal sebelumnya. Ada rahasia besar yang disembunyikannya, dan Alia kini terjebak dalam dilema antara mencari kebenaran atau melindungi dirinya sendiri.
Saat ia merenung di kamarnya, tiba-tiba ponselnya berdering. Nama Aldo muncul di layar.
“Alia, gue punya informasi baru,” kata Aldo tanpa basa-basi begitu Alia menjawab. “Nisa baru aja dapet info dari orang dalam. Rio dan orang-orangnya terlibat dalam sesuatu yang lebih besar. Lo harus ketemu gue sekarang. Ini soal hidup dan mati.”
Alia merasakan darahnya berdesir. Suara Aldo begitu tegas dan mendesak, membuatnya langsung sadar bahwa apa pun yang sedang terjadi, itu bukanlah hal sepele.
“Gue akan ke sana sekarang,” jawab Alia, suaranya bergetar.
“Cepat, Alia. Gue tunggu lo di tempat biasa.”
Ketika telepon berakhir, Alia merasa perutnya bergejolak. Dia tahu bahwa apa pun yang Aldo temukan bisa mengubah segalanya—dan mungkin juga membuatnya semakin dalam terlibat dalam bahaya yang ia bahkan tidak sepenuhnya pahami. Tapi dia harus tahu. Ini tentang hidup dan mati, dan dia tidak bisa mundur sekarang.
Dengan langkah cepat, Alia keluar dari kamarnya, bersiap menghadapi apa pun yang akan datang. Alia bergegas keluar dari apartemennya dengan jantung yang berdetak kencang. Udara malam yang dingin tak mampu menenangkan kegelisahan yang terus merayapi dirinya. Langkah kakinya semakin cepat seiring pikirannya yang berkecamuk. “Apa yang sebenarnya ditemukan Aldo? Seberapa besar masalah yang sedang dihadapi Rio?” Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalanya tanpa henti.
Setibanya di tempat biasa—sebuah taman kecil yang tersembunyi di sudut kampus—Alia melihat Aldo sudah menunggunya di bangku panjang di bawah pohon. Wajah Aldo tampak serius, lebih tegang daripada biasanya. Tidak ada tanda senyum, hanya tatapan penuh kekhawatiran yang langsung membuat Alia merasakan ketegangan di udara.
“Apa yang lo temuin, Do?” tanya Alia langsung, tanpa basa-basi. Dia tidak bisa lagi menahan rasa ingin tahunya.
Aldo menatapnya sejenak sebelum menarik napas dalam. “Rio... dia bukan hanya terlibat dalam bisnis ilegal biasa, Alia. Ini jauh lebih besar. Dia terhubung dengan jaringan kriminal internasional yang selama ini kita kira hanya rumor.”
Alia membeku, seolah-olah dunia di sekelilingnya tiba-tiba berhenti. Jantungnya berdetak semakin cepat. "Jaringan kriminal internasional? Maksud lo...?"
Aldo mengangguk pelan, kemudian mengeluarkan selembar foto dari saku jaketnya dan menyerahkannya pada Alia. “Ini bukti awalnya. Mereka udah lama diincar polisi, dan Rio ada di tengah-tengahnya.”
Alia menatap foto itu dengan gemetar, matanya membelalak saat menyadari wajah yang ada di sana. Tapi sebelum dia sempat berbicara, suara langkah kaki terdengar mendekat. Alia dan Aldo langsung terdiam, saling berpandangan dengan waspada.
“Siapa itu?” bisik Alia, suara hatinya penuh kecemasan.