Cinta Dalam Setumpuk Skripsi
"Katakan dengan lantang kalau kamu menyukainya, akui cintamu kepada orang yang kamu cintai" kalimat itulah yang selalu ada di pikiran Aldo, berputar-putar seperti rekaman yang rusak. Ia menatap kosong ke arah laptop yang terbuka di depannya, halaman skripsinya yang masih setengah jalan terpampang di layar, namun pikirannya sama sekali tidak berada di sana. Yang ada hanyalah bayangan Alia, seorang gadis yang selama ini hanya bisa ia pandangi dari kejauhan, gadis yang entah bagaimana caranya selalu membuat jantungnya berdebar lebih cepat setiap kali ia melewati lorong kampus atau melihatnya berbicara dengan penuh semangat di depan umum.
Alia bukanlah gadis biasa. Dia bukan hanya sekadar wajah cantik di kampus. Alia adalah ketua Badan Eksekutif Mahasiswa, pintar, penuh percaya diri, dan selalu menjadi pusat perhatian. Setiap kali dia melangkah ke dalam ruangan, semua mata tertuju padanya. bukan hanya karena penampilannya yang memukau, tetapi juga karena kharismanya yang kuat. Dia bisa berbicara tentang apa saja dengan semangat yang menular, entah itu mengenai kegiatan sosial kampus, politik, atau sekadar mengobrol santai di kafe bersama teman-temannya.
Bagi Aldo, Alia adalah definisi dari sesuatu yang tak terjangkau. Seorang bintang yang terlalu tinggi, terlalu jauh untuk disentuh. Dan meskipun begitu, ada sesuatu dalam dirinya yang tak bisa menahan perasaan yang tumbuh setiap kali dia melihat Alia. Perasaan yang perlahan tapi pasti merambat di dalam hatinya, menumbuhkan keinginan untuk lebih dari sekadar mengagumi dari jauh.
Namun, Aldo bukanlah tipe orang yang berani menyatakan perasaannya, apalagi kepada gadis seperti Alia. Ia lebih suka menyibukkan diri dengan skripsinya, tenggelam dalam buku-buku tebal dan data penelitian, mencoba melupakan betapa hatinya berdebar setiap kali ia melihat senyum Alia. Bagi Aldo, hidupnya yang tenang dan teratur jauh lebih mudah daripada harus menghadapi risiko penolakan atau rasa malu.
Tapi, hidup Aldo berubah total ketika teman-temannya, Rizky dan Doni, mencetuskan ide gila yaitu sebuah taruhan. “Bro, kamu harus akui kalau kamu naksir Alia!” kata Rizky dengan tawa kecil saat mereka sedang nongkrong di kantin kampus, di sela-sela waktu mengerjakan skripsi yang semakin menumpuk. "Udah lama banget, kan? Gak ada gunanya kamu cuma mandangin dia terus dari jauh. Coba deh, nyatain perasaan lo."
Aldo tertawa kering. “Ah, lu ngomong apa sih, Ky? Itu gak mungkin. Alia itu beda kelas, bro. Gak mungkin gue bisa deketin dia.”
“Kenapa gak mungkin?” Doni menimpali, penuh semangat seperti biasa. “Dia juga manusia biasa, bro. Jangan karena dia populer lo jadi minder. Coba lo keluar dari zona nyaman lo, Do. Selama ini lo terlalu main aman.”
“Main aman?” Aldo mengernyitkan dahi. “Maksud lo?”
Rizky menyikut Aldo. “Maksudnya, lo selalu memilih jalan yang paling gak berisiko. Gak pernah mau nyoba hal-hal baru yang bisa bikin lo gagal. Nah, coba kali ini lo ambil risiko. Kita taruhan. Dalam sebulan, lo harus bisa deketin Alia. Kalo enggak, lo yang traktir kita makan sepuasnya.”
Aldo terdiam. Ide itu terdengar konyol. Sangat konyol. Tapi di sisi lain, ia tak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa ada sedikit dorongan di dalam hatinya yang ingin menerima tantangan itu. Bagaimanapun, sudah terlalu lama ia memendam perasaannya terhadap Alia tanpa ada perkembangan apapun. Mungkin, ini saatnya dia melakukan sesuatu. Walaupun taruhan ini terdengar gila, mungkin ini bisa jadi alasan untuk mendekati Alia. Meskipun awalnya hanya karena taruhan, siapa tahu perasaan itu akan berkembang menjadi sesuatu yang lebih nyata?
“Lo serius nih?” Aldo menatap kedua temannya.
Rizky dan Doni mengangguk serempak. “Serius. Kita yakin lo bisa, bro. Lo cuma butuh dorongan aja.”
Aldo menghela napas panjang, mempertimbangkan berbagai skenario di kepalanya. “Gue gak yakin ini ide yang bagus, tapi…oke lah. Gue ikut taruhan kalian.”
Tawa meledak dari mulut Rizky dan Doni. Mereka saling bertukar pandang dengan tatapan penuh kemenangan. “Gue bilang juga apa! Aldo akhirnya mau ambil tantangan! Ini bakal seru.”
Malam itu, Aldo tidak bisa tidur. Dia memikirkan keputusan yang baru saja ia buat. Taruhan ini, meskipun terkesan remeh, adalah sesuatu yang bisa mengubah segalanya. Bukan hanya tentang perasaan kepada Alia, tapi juga tentang bagaimana dia menjalani hidupnya. Selama ini, Aldo memang selalu bermain aman, selalu menghindari segala bentuk risiko yang bisa membuatnya merasa malu atau gagal. Dia lebih memilih tenggelam dalam dunianya sendiri daripada dunia yang penuh dengan buku, penelitian, dan tugas-tugas kuliah yang rutin.
Tapi sekarang, ia dihadapkan pada sesuatu yang sama sekali di luar zona nyamannya. Mendekati Alia, gadis yang selama ini hanya bisa ia kagumi dari jauh, adalah langkah besar yang mungkin akan mengubah banyak hal. Rasa takut mulai menyelinap di hatinya, tapi di sisi lain, ada juga rasa penasaran dan antusiasme yang mulai tumbuh.
Keesokan harinya, Aldo berjalan menuju kampus dengan perasaan campur aduk. Setiap kali ia memikirkan Alia, ada rasa berdebar di dalam dadanya, tapi di sisi lain ada ketakutan yang begitu besar. Bagaimana kalau dia gagal? Bagaimana kalau Alia menolak atau malah mempermalukannya di depan umum? Pikiran-pikiran itu terus menghantuinya.
Namun, ketika ia sampai di kampus dan melihat Alia sedang duduk di bangku taman, berbicara dengan beberapa temannya, Aldo merasakan sesuatu yang berbeda. Kali ini, ada dorongan untuk tidak lagi hanya berdiri dari jauh dan mengamati. Untuk pertama kalinya, ia merasa harus melakukan sesuatu. Meski jantungnya berdebar kencang, Aldo menguatkan dirinya.
“Katakan dengan lantang kalau kamu menyukainya, akui cintamu kepada orang yang kamu cintai,” gumam Aldo pada dirinya sendiri, mencoba memberikan semangat.
Dia mengambil napas dalam-dalam, lalu melangkah mendekati Alia dan teman-temannya. Namun, sebelum dia bisa sampai, sesuatu yang tak terduga terjadi. Seorang cowok tinggi dengan rambut cepak tiba-tiba datang menghampiri Alia, berdiri tepat di depan Aldo.
“Alia!” seru cowok itu dengan suara penuh percaya diri. “Gue suka sama lo. Gue udah lama naksir, dan gue gak bisa lagi menyembunyikan perasaan ini.”
Aldo tertegun di tempat. Cowok itu berbicara dengan lantang, penuh keberanian, persis seperti yang seharusnya ia lakukan. Di depan matanya, cowok itu melakukan apa yang selama ini ia takutkan dengan mengungkapkan perasaan kepada Alia secara terbuka, tanpa rasa ragu atau takut. Dan Alia? Dia terlihat terkejut, tetapi kemudian tersenyum kecil, seolah menikmati momen tersebut.
Sementara itu, Aldo hanya bisa berdiri terpaku, menyaksikan momen yang seharusnya menjadi miliknya direnggut oleh orang lain. Keberaniannya menguap, dan ia merasa seperti orang bodoh. Bagaimana mungkin dia bisa bersaing dengan cowok itu? Dengan segala keraguannya dan rasa tidak percaya diri, Aldo merasa seperti telah kalah bahkan sebelum pertarungan dimulai.
Dia pun berbalik dan berjalan menjauh, meninggalkan taman dengan perasaan hampa di dalam dadanya. Tapi jauh di dalam hati, Aldo tahu bahwa ini bukan akhir. Ini baru permulaan, dan taruhan itu belum selesai. Jika cowok itu bisa melakukannya, maka dia juga harus bisa. Ini bukan soal siapa yang lebih cepat menyatakan cinta, tetapi siapa yang benar-benar serius memperjuangkannya.
Dengan tekad baru yang mulai tumbuh di dalam dirinya, Aldo berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan mundur. Taruhan ini bukan hanya soal membuktikan sesuatu kepada teman-temannya, tetapi juga kepada dirinya sendiri. Dan lebih dari itu, ini soal bagaimana ia akan menjalani hidupnya ke depan dengan lebih berani dan mengambil risiko, termasuk dalam urusan cinta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
ADZAL ZIAH
unik banget judulnya ☺ semangat menulis ya kak. dukung juga karya aku
2024-10-10
4