"Aku mencintai Humairah, gadis cantik yang mempunyai suara indah dan merdu itu."
Shaka begitu bahagia saat kedua orangtuanya akan menjodohkannya dengan gadis yang dia kagumi. Dia merasa takdir benar-benar menyatukannya dengan Humairah, gadis sholeha, yang memiliki wajah cantik tersembunyi dan hanya dia yang beruntung mendapatkannya.
Gabungan: Sahabatku Ambang Pernikahanku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon skyl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
part 14
Dikarenakan tidak ada makanan di rumah, Shaka mengajak Humairah makan di luar. Awalnya Humairah tak ingin tapi Shaka memaksanya.
Shaka memasangkan helm di kepala istrinya. Lalu menyuruhnya naik ke atas motornya. Kali ini dia tidak memakai motor ninjanya tapi Vario agar Humairah bisa duduk perempuan.
Setelah Humairah sudah diatas motor, Shaka pun menjalankannnya.
"Mau makan apa?" tanya Shaka.
Shaka berniat menghibur gadis itu agar melupakan sejenak masalah orang tuanya.
"Terserah."
Itulah perempuan, jika ditanya maka jawabannya adalah terserah, Shaka menghela napas panjang.
"Makan bubur ayam mau?" tanya Shaka.
"Mau..."
Shaka pun mencari penjual bubur ayam yang biasa berada dipinggir jalan. Walaupun anak orang kaya, Shaka sering kali makan dipinggir jalan jika tak sempat sarapan di rumah.
"Turunnya pelan-pelan, awas pakaian kamu." Shaka menuntut Humairah turun.
Humairah hanya diam dan menurut, hatinya terasa nyaman, Shaka begitu perhatian padanya walaupun kadang pake nada kasar.
"Mas buburnya dua mangkok, ya."
"Oke."
Mereka berdua duduk di kursi yang sudah disiapkan.
Keadaan mendung membuat suasan begitu sejuk. Apalagi dingin-dingin gini makan bubur ayam, semakin enak deh.
Humairah mengusapkan kedua tangannya, agar merasakan hangat. Padahal saat ini, Shaka memakaikannya jaket milik suaminya itu.
"Selamat menikmati makanannya."
Shaka tersenyum lalu mengangguk. Dan hal itu tak lumput dari perhatian Humairah.
Ternyata wajah judes, dingin itu. Mempunyai sikap baik dan ramah juga.
"Mau makan di rumah aja?" tanya Shaka karena melihat Humairah kesusahan.
"Kamu makan aja, nanti milik aku makan di rumah," jawab Humairah.
"Yaudah tunggu." Shaka memakan bubur ayamnya, dan Humairah hanya melihatnya.
Usai menghabiskan bubur ayamnya, mereka pun pulang agar Humairah makan sampai di rumah.
Shaka sudah berjanji pada dirinya sendiri, walaupun pernikahan ini belum ada dalam benaknya, tapi dia akan berusaha membahagiakan Humairah, dan perlahan dia akan membuat Humairah menerima pernikahan ini.
Mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Shaka sibuk dengan layar laptopnya, lelaki itu giat belajar, sebab sebentar lagi akan ujian sekolah.
Sedangkan Humairah yang memang jadwal belajarnya tidak ada pun membuka al-quran dan membacanya dalam hati, takut menganggu waktu belajar Shaka.
Shaka menoleh ke arah Humairah, dia menutup laptopnya.
"Kenapa enggak ada suaranya?" tanya Shaka.
Humairah menoleh.
"Nanti ganggu kamu belajar."
"Enggak, gue mau dengar suara lo." Shaka duduk di depan Humairah.
Humairah tersenyum, dia pun perlahan mengaji membuat hati Shaka tenang.
Shaka hanya memperhatikan istrinya itu. Suaranya sangat indah, Shaka sangat suka suara Humairah.
"Kak Shaka mau ngaji?"
"Gue belum terlalu lancar, malu sama lo."
Humairah tertawa kecil mendengar hal itu membuat hati Shaka berdebar-debar.
"Ayo enggak usah malu, namanya juga lagi belajar."
Shaka menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal.
"Ambil air wudhu dulu."
Shaka beranjak ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu sebelum duduk kembali di depan Humairah.
"Ayo."
Kini giliran Humairah yang memperhatikan Shaka mengaji.
"Nanti tegur ya kalau ada yang salah."
Humairah mengangguk, Shaka pun mulai mengaji.
"Kalau dibagian ini enggak usah dipanjangin nada kak Shaka."
Shaka mengangguk, Shaka pun kembali mengulanginya hingga benar.
Shaka bahagia bisa melihat tawa Humairah, setidaknya melupakan kejadian tadi yang membuat perempuan tercantiknya itu sedih.
"Kamu ternyata pelawak ya. Padahal waktu pertama ketemu kamu cuek, judes banget."
Bukannya marah mendengar ucapan Humairah, Shaka malah terkekeh. Dia tidak bisa lagi untuk berpura-pura judes kepada perempuan yang berada di depannya.
"Itu berarti lo udah bisa luluhin gue." Shaka mengacak rambut Humairah membuat Humairah mendengus pelan.
"Humairah..." Shaka meraih tangan lentik tersebut membuat Humairah diam.
"Gue tau pernikahan ini bukan keinginan bersama, tapi lo mau kan kita berusaha untuk saling mencintai? Seperti ucapan lo, pernikahan itu bukan main-main, dan gue cuma ingin menikah satu kali seumur hidup."
Humairah menghela napas panjang. "InsyaAllah kak Shaka. Aku juga cuma ingin menikah sekali seumur hidup, walaupun sebenarnya target untuk menikah itu bukan sekarang, tapi aku baru sadar jika memang takdirku memang begini aku harus menerimanya."
Shaka mengangguk lalu tersenyum tipis mendengar ucapan Humairah.
"Gue bisa meluk lo?" tanya Shaka.
Dengan ragu Humairah mengangguk. Shaka pun langsung memeluknya.
"Jangan kencang-kencang, kecekek ini."
Shaka terkekeh, dia melepaskan pelukannya lalu mencubit pipi Humairah.
Agar suasana tidak canggung, mereka bercerita hal random.
"Kak Shaka sama Arvi itu enggak mirip."
"Iyakah?"
Humairah mengangguk. Shaka menaikan satu alisnya.
"Kak Shaka tuh judes sedangkan Arvi baik, ramah, mudah ber-"
"HUMAIRAH."
Humairah terkekeh melihat wajah kesal suaminya, rasanya seru juga menjahilinya, padahal ucapannya itu benar adanya.
"Tukan marah, judesnya kelihatan."
"Mana ada."
Humairah tertawa terbahak-bahak membuat Shaka mendengus bete, dia mengelitik perut Humairah.
"Ih kak Shaka." Humairah semakin dibuat ketawa karena kegelian.
Shaka menghentikan aksinya lalu membawa perempuan itu kepada pelukannya.
"Shaka kok jadi kek gini?"
"Kek gini gimana?"
"Biasanya cuma marah-marah aja sama aku."
"Iyakan udah sepakat, mau saling mencintai. Kalau gue marah-marah mulu, kapan lo luluhnya coba?"
"Tukan marah-marah."
"Enggak marah Humairah."
"Yaudah jangan pake lo-gue dong. Kesannya kak Shaka tuh marah-marah, enggak sopan."
"Emang iya?"
Humairah mengangguk.
"Yaudah sekarang gue-"
"Tukan gue lagi, aku tau kamu tuh jaksel banget tapi enggak usah pake gue di depan aku, aku enggak suka."
"Oh jadi sekarang udah mau ngatur nih?"
Humairah terdiam, dia menyadari sikapnya.
"Maaf." Perempuan itu menunduk, dia lupa jika Shaka itu orangnya gimana.
"Aku cuma bercanda Humairah, kok minta maaf?"
"Kamu kan marah soalnya aku ngatur-ngatur."
"Kata siapa? Aku suka diatur tapi diaturnya cuma boleh sama kamu dan mommy."
Akhirnya Humairah tersenyum kembali hal itu membuat Shaka gemes.
Shaka menatap bibir Humairah, ia menundukkan kepalanya menciumnya membuat Humairah tersentak.
"Kak Shaka!"
"Kenapa? Kan udah sah."
"Tapi..."
"Tapi kenapa?"
"Kata mommy Arika jangan cium-cium dulu, nanti hamil. Kan masih sekolah."
"Cium enggak buat kamu hamil, Humairah."
"Sama aja, kalau cium-cium terus ada setan?"
"Tinggal pukul, suruh pergi. Jangan di ajak join." Shaka kembali mencium bibir Humairah berulang kali.
"Mesum. Kak Shaka ternyata orangnya mesum, suka cium-cium orang."
Shaka menyentil kening istrinya itu.
"Sembarangan, aku baru cium kamu!"
"Emang iya? Mantan kak Shaka?"
"Enggak punya mantan, aku enggak pernah pacaran."
"Bohong."
Shaka jadi gemes sendiri, dia mencium bibir Humairah lagi.
"Mancing keributan lagi satu ciuman."
"Mana bisa gitu."
"Bisa."
Shaka mengajak Humairah ke ranjang. Shaka memeluk istrinya itu, mencium tengkuk leher Humairah.
Arvi baru saja pulang sekolah dan lewat depan kamar mereka lalu tak sengaja melihatnya.
"Begini nih pengantin baru, mesraan tapi pintu enggak di kunci. Sok-sokaan nolak-nolak padahal
sama-sama mau."