Alana, seorang gadis yang harus tinggal bersama keluarga Zayn setelah kehilangan kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan tragis, merasa terasing karena diperlakukan dengan diskriminasi oleh keluarga tersebut. Namun, Alana menemukan kenyamanan dalam sosok tetangga baru yang selalu mendengarkan keluh kesahnya, hingga kemudian ia menyadari bahwa tetangga tersebut ternyata adalah guru barunya di sekolah.
Di sisi lain, Zayn, sahabat terdekat Alana sejak kecil, mulai menyadari bahwa perasaannya terhadap Alana telah berkembang menjadi lebih dari sekadar persahabatan. Kini, Alana dihadapkan pada dilema besar: apakah ia akan membuka hati untuk Zayn yang selalu ada di sisinya, atau justru untuk guru barunya yang penuh perhatian?
Temukan kisah penuh emosi dan cinta dalam Novel "Dilema Cinta". Siapakah yang akan dipilih oleh Alana? Saksikan kisah selengkapnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nungaida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 9
Zayn yang baru bangun mengerjapkan matanya, melihat bangku Alana kosong. Menyisakan beberapa siswa yang mulai meninggalkan kelas sambil bergosip.
"Lana udah pulang duluan? Harusnya dia membangunkanku dulu," gumam Zayn, merasa sedikit kesal.
Beberapa hari ini, Alana sering terlihat bareng sama anak pindahan loh...
"Mereka dekat? Atau apa? Padahal mereka tidak cocok loh..." ujar salah satu siswa, diikuti gelak tawa teman-temannya.
"Padahal gosip tentang anak pindahan itu sangat parah... Melihatnya pun bikin aku merinding..." tambah yang lainnya.
Zayn mendengarkan gosipan teman sekelasnya, merasa tertarik karena ada nama Alana yang disebut-sebut.
malam harinya Zayn sibuk menulis tugas di meja belajar, pensilnya bergerak cepat di atas kertas. Sementara itu, Alana tampak santai, rebahan dengan posisi tengkurap di kasur Zayn dengan sebuah buku terbuka di tangannya. Sesekali, matanya melirik ke arah Zayn yang masih tenggelam dalam tugasnya.
"Hei, Zayn, akhir-akhir ini, aku tu lagi kepikiran sesuatu." ucap Lana dengan nada sok serius.
Zayn melirik Alana sebentar, "apa?"
Alana menatap kosong buku yang di pegangnya "Apa rasanya kalo suka sama seseorang tu... kayak gini ya? Walaupun pingin Deket sama dia..., malah jadi berantem. Tapi kalau nggak ketemu, malah jadi khawatir... "
"Deg!" Zayn tersentak, tangannya yang memegang pena tiba-tiba terhenti. Wajahnya yang serius mendadak kaku, alisnya berkerut bingung. Rasa perih menyengat hatinya, tetapi ia berusaha tenang. Bibirnya terkatup rapat, menahan kata-kata yang ingin ia ungkapkan. Dengan pelan, ia menoleh ke arah Alana, berusaha menangkap ekspresi di wajahnya.
"Kamu tahu Airin kan? Yang anak pindahan itu?" tanya Alana, sambil mengubah posisinya menjadi terlentang, menghadap langit-langit kamar.
Zayn mencerna kata-kata Alana sejenak, lalu ia menghela napas lega. "Airin anak pindahan, toh," batinnya. Rasa cemas yang menggelayuti hatinya mulai mereda, dan ketegangan di wajahnya perlahan mengendur.
Alana melanjutkan "Aku nggak tahu kenapa? tapi... aku penasaran banget sama dia, terus pengen mengenalnya lebih dekat gitu loh. Aku juga pengen lebih perhatian sama dia."
Zayn hanya diam, menyimak kata-kata Alana.
"Duh! Aku ngomong sama siapa sih?!" gerutu Alana, merasa frustrasi karena Zayn terus diam tanpa memberi respon apa pun.
"Iya...! aku udah terbiasa ngomong sendirian kok!" sindir Alana kesal.
Akhirnya, Zayn membuka suara, " kalau kamu pengen dekat sama dia, khawatir sama dia, kepikiran terus sama dia, ya... berarti kamu menyukainya."
“Iya kan? Padahal aku belum pernah mengalami itu sebelumnya...” Alana menatap Zayn, seolah mencari konfirmasi atas perasaannya.
"Alana" panggil Zayn.
Alana menoleh "Ehm?"
Zayn menatap intens wajah Alana. "Kamu tu... kenapa main tiduran dengan nyaman di kasur laki-laki?
"Hahaha... Di sini, mana ada sih yang namanya laki-laki? Kamu tuh kayak baru kenal aja! Dulu, waktu kamu ketakutan, kita kan pernah tidur dibalik satu selimut. Hahaha... Kamu nggak ingat ya?" tanya Alana dengan terkekeh.
Muka Zayn memerah. “Ka… kapan aku pernah kayak gitu?”
“Selimutmu tu wanginya enak, jadi aku suka. Oh ya Zayn, aku boleh tidur di sini bareng kamu nggak malam ini?” tanya Alana dengan santainya menatap Zayn penuh harap .
Zayn tiba-tiba terdiam jantungnya berdetak kencang. Matanya membelalak menatap Alana dengan campuran kaget dan tak percaya.
Alana mendengus kecewa. “Yaudah, kalau nggak mau... maaf kalau aku mencemari selimutmu." Ia pun melangkah pergi, meninggalkan kamar Zayn.
Kamu udah mau tidur? Tanya Zayn saat Alana membuka pintu.
"iya~"
"Good night Zayn..."
Zayn hanya diam menatap kepergian Alana hingga pintu tertutup.
Zayn menunduk, wajahnya memerah, dan dengan kikuk ia berbisik, "Selamat tidur... Alana."
Saat Zayn merebahkan tubuhnya di kasur, kata-kata Alana tentang tidur bersama terus terngiang di kepalanya. Ia menghela napas panjang, mencoba memejamkan mata, tetapi pikirannya justru semakin kacau.
"Sialan... aku nggak bisa tidur," gumam Zayn pelan, memutar posisi tubuhnya dan menarik selimut lebih erat, berharap itu bisa meredam perasaan yang membuncah di dadanya. Detik jam terasa lambat, seolah mengejek kegelisahannya. Entah sudah berapa lama ia menghitung setiap detakan, sampai akhirnya matanya perlahan tertutup, membawanya ke dalam tidur yang gelisah.
*
*
Keesokan paginya, Alana berbelanja di minimarket terdekat. Begitu ia melangkah masuk, suara pelayan langsung menyambut ramah, "Selamat datang di KPD Swalayan!"
Alana tersenyum tipis dan melangkah menuju rak minuman. Matanya tertuju pada susu coklat kesukaannya. Ia juga mengambil sebungkus snack sebelum berjalan menuju kasir.
Kasir menyeken belanjaan Alana. "Semuanya jadi 15.000 rupiah," ucap pelayan itu sambil menatap Alana.
Alana merogoh saku celananya untuk mengambil dompet, tapi kemudian tersentak. "Eh! Dompetku...?"
Panik, ia cemas dan terus merogoh saku jaket serta tasnya, namun dompetnya tetap tak ditemukan. Kasir sudah menatapnya dengan penuh harap, membuat Alana merasa semakin gugup.
"Sebentar ya...?" katanya dengan ragu.
"Iya," jawab kasir dengan datar.
Aduh, apa ketinggalan di rumah ya? Padahal, seingatku tadi udah kumasukin ke tas kok! Sedih banget sih, nggak jadi minum susu coklat. Batin Alana.
Tuk! Dua kaleng minuman mendarat di meja kasir. "Tolong hitung punya saya sekaligus punya dia," ucap Zidan tiba-tiba muncul dari belakang Alana. "Oh, sama... satu bungkus rokok Marlboro."
Alana menoleh, sedikit terkejut melihat Zidan muncul di waktu yang tidak terduga. Namun, dia segera menyambutnya dengan senyuman kaku. "Eh...! Hai..."
Zidan tersenyum kembali, "Hai, Alana!"
Suasana canggung di antara mereka terpecah oleh suara kasir yang tiba-tiba menghentikan percakapan. "Semuanya jadi 80.000 rupiah," ucap pelayan itu.
Zidan menyerahkan uang lalu keluar dari minimarket itu.
Alana yang mengekor dari belakang berusaha mengejar. "Terima kasih ya! Nanti aku ganti kalau sudah sampai rumah," ucapnya, sedikit kikuk.
Zidan menoleh saat hendak menyalakan rokoknya. "Ah... nggak usah, itu nggak seberapa kok. Jadi, nggak usah dipikirin," jawanya sambil tersenyum.
Alana merasa tak enak "Eh, tapi kan...?"
Tiba tiba Alana teringat sesuatu "oh iya! Kayaknya aku punya snack deh di tas... mau satu?" tawar Alana sambil merogoh tasnya. "Ini tu snack yang paling aku suka loh, rasanya enak banget, cobain deh, pasti ketagihan. "Ya, walaupun sudah Dibuka sih hehe."
Alana menyerahkan kotak Snack itu dengan sangat bangga, yah walaupun tak seberapa itu bisa buat nutupin rasa tak enaknya sementara ini.
Zidan menerima kotak snack yang cukup besar dari Alana dan membuka dengan penuh semangat. Namun, begitu melihat isinya, ia tak bisa menahan tawanya. Snacknya tinggal satu, kecil sekali, sebesar kelingking bayi.
"Pffft... HAHAHA! Astaga... Ini snack apa, sih? Kayaknya dia udah bertapa di dalam kotak ini!" Zidan tergelak sambil mengangkat snack itu.
Dengan ekspresi sangat serius, Zidan melanjutkan, "Terima kasih, selamat makan!" Sambil menahan tawa, ia mencoba tetap tenang, namun akhirnya tak bisa lagi. "Hahaha..." Ia tertawa keras, tak mampu menahan geli melihat betapa kecilnya snack itu.
"Astaga…! Malunya!” Alana menutup mukanya yang memerah. “Kapan sih aku menghabiskannya😭?! Sudahlah, dengan bangga ku pamerin tadi. Ishh...! Malu banget! Rasanya pengen masuk lubang saja!” gumamnya dalam hati.
Zidan melirik Alana dengan gemas, "Hahaha, enak banget loh ini!"
Alana berusaha menyembunyikan rasa malunya sambil menunduk sedikit. "Udah lah, jangan ketawa terus, aku malu," pintanya.
Zidan masih tertawa kecil. "Iya, habisnya kamu lucu banget. Kotaknya segede gitu, tapi isinya kecil. Aku bisa ketawa sampai sakit perut nih. Ternyata kamu punya sisi yang lucu juga, ya? Kamu bisa bikin aku ketawa," katanya sambil tersenyum manis ke arah Alana.
Alana tertegun sejenak, merasa terjebak dalam pesona senyum Zidan, tapi buru-buru tersadar. "Oh ya, anda tadi dari mana?"
"Wawancara," jawab Zidan dengan tawa ringan.
Alana mengerutkan kening, bingung. "Wawancara? Ini kan weekend?"
Zidan hanya tersenyum lagi, penuh misteri. "Entahlah..."
Saat mereka tiba di depan mansion, Zidan berhenti dan menatap pintu. "Masuklah, aku nanti aja," katanya pelan, membuat Alana merasa sedikit aneh tapi akhirnya ia tetap melangkah masuk.
"Iya, terima kasih ya," jawab Alana yang melirik Zayn dan bergumam dalam hati " dia mau merokok toh? Padahal dia selalu menyuruhku menjaga kesehatan, tapi dianya sendiri malah ngerokok."
Zidan yang merasa diawasi menoleh ke arah Alana.
"Astaga, dia liat sini lagi," gumamnya Alana, yang keciduk liatin Zidan.
Zidan melambai-lambaikan tangannya dengan tersenyum lebar ke arah alana "Dadah... Alana"
Alana langsung berlari keatas karena malu.