Vherolla yang akrab disapa Vhe, adalah seorang wanita setia yang selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk kekasihnya, Romi. Meski Romi dalam keadaan sulit tanpa pekerjaan, Vherolla tidak pernah mengeluh dan terus mencukupi kebutuhannya. Namun, pengorbanan Vherolla tidak berbuah manis. Romi justru diam-diam menggoda wanita-wanita lain melalui berbagai aplikasi media sosial.
Dalam menghadapi pengkhianatan ini, Vherolla sering mendapatkan dukungan dari Runi, adik Romi yang selalu berusaha menenangkan hatinya ketika kakaknya bersikap semena-mena. Sementara itu, Yasmin, sahabat akrab Vherolla, selalu siap mendengarkan curahan hati dan menjaga rahasianya. Ketika Vherolla mulai menyadari bahwa cintanya tidak dihargai, ia harus berjuang untuk menemukan jalan keluar dari hubungan yang menyakitkan ini.
warning : Dilarang plagiat karena inti cerita ini mengandung kisah pribadi author
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jhulie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Manis yang Menjebak
Vherolla menyalakan lampu di kamar kosnya yang sederhana. Udara dingin dari pendingin ruangan perlahan meredakan emosi yang bergejolak di hatinya. Ia duduk di tepi ranjang, menatap ke luar jendela yang dipenuhi kilatan lampu kota. Angin malam yang sepoi-sepoi tak mampu menenangkan kegelisahan yang semakin besar di dalam hatinya.
Bayangan Romi masih menghantui pikirannya. Betapa tega dia, betapa kejam. Vherolla menutup wajahnya dengan kedua tangan, mencoba menghentikan air mata yang hampir jatuh. Tapi, seiring pikirannya kembali ke masa lalu, saat-saat awal yang penuh kebahagiaan, hatinya terasa semakin sakit.
"Kenapa bisa jadi begini?" gumam Vherolla, berbicara pada dirinya sendiri.
Dia ingat betul bagaimana semuanya bermula. Kenangan itu datang tanpa bisa dicegah. Semuanya begitu jelas di ingatannya, seperti film yang diputar ulang dalam kepalanya.
Dulu, semuanya dimulai begitu sederhana. Berawal dari sebuah pesan masuk di ponsel Vherolla, pesan dari seorang pria yang dia temui di aplikasi sosial media berwarna biru. Saat itu, Vherolla sedang dalam perjalanan pulang dari kantor. Rutinitas pekerjaan yang padat sering kali membuatnya mencari hiburan di dunia maya, dan di situlah pertama kali dia melihat profil Romi. Pria itu tampak menyenangkan, dengan senyuman ramah yang terpampang di foto profilnya.
Tanpa banyak berpikir, Vherolla memutuskan untuk menerima permintaan pertemanan Romi. Tidak ada ekspektasi yang berlebihan kala itu, hanya rasa ingin tahu tentang siapa pria ini. Hari itu, obrolan pertama mereka pun dimulai.
"Hai, apa kabar?" Romi memulai percakapan terlebih dahulu.
Vherolla pun menanggapinya dengan senyum ramah. "Baik, kamu?"
Percakapan sederhana itu terus berlanjut, diiringi dengan tawa dan canda. Romi begitu pandai membuat Vherolla tertawa. Tidak ada pembicaraan yang berat, semuanya terasa ringan dan menyenangkan. Hari demi hari, pesan dari Romi menjadi salah satu hal yang ditunggu-tunggu oleh Vherolla.
Dalam waktu singkat, mereka menjadi lebih akrab. Topik obrolan yang awalnya sederhana mulai berkembang. Romi mulai menceritakan tentang dirinya, tentang pekerjaannya sebagai seorang sales barng-barang elektronik, keluarganya yang tinggal di luar kota, dan mimpinya untuk sukses di masa depan.
Vherolla mendengarkan semua itu dengan antusias, terkesan dengan ambisi dan semangat Romi.
"Kayaknya dia beda dari cowok-cowok lain yang pernah aku kenal," pikir Vherolla saat itu. Baginya, Romi punya gaya berbicara yang membuatnya merasa istimewa.
Setelah hampir dua minggu penuh chattingan, Romi mengusulkan untuk bertemu secara langsung. Vherolla sempat ragu pada awalnya, tapi Yasmin, sahabat karibnya, memberi dorongan semangat.
"Kenapa nggak coba aja? Selama ini kamu nggak pernah keluar dengan siapa pun. Mungkin Romi bisa jadi orang yang tepat buat kamu," kata Yasmin sambil tersenyum jahil, mencoba membuat Vherolla lebih percaya diri.
Maka, dengan rasa gugup yang sedikit bercampur antusiasme, Vherolla setuju untuk bertemu dengan Romi. Hari itu datang, dan mereka sepakat untuk bertemu di sebuah kafe kecil yang nyaman di sudut kota.
Vherolla tiba lebih awal dari Romi. Ia duduk di salah satu meja dekat jendela, berharap angin sejuk bisa mengusir kegugupan yang semakin besar. Jantungnya berdegup kencang, dan setiap kali pintu kafe terbuka, ia melirik ke arah pintu, berharap Romi segera muncul.
Dan akhirnya, Romi datang. Dengan senyum lebar di wajahnya, pria itu melangkah masuk, terlihat lebih tampan dari yang dia bayangkan melalui foto. Romi memakai kemeja biru muda yang pas di tubuhnya, dan iris matanya yang berwarna coklat bersinar ketika melihat Vherolla.
"Vhe?" Romi menyapa dengan senyuman, dan hati Vherolla langsung berdebar lebih kencang.
"Mas Romi?" Vherolla mencoba bersikap tenang, meski dalam hati ia merasa canggung.
Pertemuan itu berlangsung lebih baik dari yang Vherolla bayangkan. Percakapan mereka mengalir dengan mudah disertai candaan pula.
Romi ternyata tidak hanya pandai berbicara melalui pesan, tapi juga memiliki pesona yang lebih kuat saat bertemu langsung. Selama beberapa jam, mereka bercerita tentang banyak hal, tentang pekerjaan, hingga hal-hal kecil yang membuat mereka tertawa tanpa henti.
"Serius kamu dulu pengen jadi pilot?" tanya Vherolla sambil tertawa kecil.
Romi mengangguk, ikut tertawa. "Iya, tapi karena mata aku minus, akhirnya gagal deh. Jadi sales aja, deh."
"Tapi sales juga keren kok," balas Vherolla, mencoba memberi semangat.
Obrolan mereka begitu seru sampai-sampai waktu terasa berlalu begitu cepat. Ketika akhirnya mereka harus berpisah, Romi menawarkan untuk mengantar Vherolla pulang. Meskipun sempat ragu, Vherolla akhirnya setuju. Malam itu, ketika mereka berjalan berdua menuju parkiran, Vherolla merasa hatinya mulai terisi oleh sesuatu yang baru.
Semenjak pertemuan itu, hubungan mereka semakin dekat. Romi semakin sering menghubungi Vherolla, bahkan setiap hari. Ada kalanya mereka berbicara berjam-jam di telepon, hanya untuk membicarakan hal-hal kecil yang tidak penting.
Namun, entah bagaimana, semuanya terasa begitu istimewa bagi Vherolla. Dia merasa bahwa akhirnya dia telah menemukan seseorang yang benar-benar bisa membuatnya bahagia.
Vherolla mulai membayangkan masa depan bersama Romi. Dia membayangkan bagaimana hubungan ini akan terus berkembang menjadi sesuatu yang lebih serius.
Yasmin sahabatnya, juga sangat mendukung hubungan mereka. Setiap kali Vherolla bercerita tentang Romi, Yasmin selalu tersenyum dan berkata, "Aku seneng banget liat kamu bahagia, Vhe. Semoga dia bener-bener serius sama kamu."
Vherolla hanya bisa tersenyum malu setiap kali Yasmin menggodanya. Dalam hatinya, ia berharap bahwa Romi memang orang yang tepat, seseorang yang akan selalu ada untuknya, sama seperti dia selalu ada untuk Romi.
Namun, seiring berjalannya waktu, Vherolla mulai menyadari bahwa hubungan mereka tidak selalu seindah yang ia bayangkan. Ada tanda-tanda kecil yang mulai muncul, tapi Vherolla memilih untuk mengabaikannya. Ia terlalu larut dalam kebahagiaan awal yang mereka rasakan.
Namun, tidak lama setelah hubungan mereka semakin serius, Romi mulai menunjukkan tanda-tanda membutuhkan bantuan. Suatu sore, ketika mereka sedang berjalan di taman, Romi tampak gelisah.
"Vhe, sebenarnya ada sesuatu yang sudah lama aku ingin ceritakan, tapi aku malu," kata Romi, suaranya terdengar pelan dan ragu-ragu.
Vherolla menatapnya dengan rasa khawatir. "Apa, Rom? Ada masalah?"
Romi menunduk, tampak tertekan. "Aku sebenarnya punya kerjaan, tapi... gajinya nggak jelas. Kadang dibayar, kadang nggak. Aku benar-benar kesal dengan bosku."
Vherolla terdiam sejenak mendengar pengakuan Romi. Dia bisa melihat betapa berat beban yang dipikul oleh pria itu, setidaknya itulah yang dia pikirkan. Romi selalu terlihat tenang dan bahagia, tapi kini Vherolla menyadari mungkin ada masalah yang disembunyikan.
"Aku nggak mau kamu khawatir, Vhe," lanjut Romi, suaranya semakin rendah. "Aku malu bilang ke kamu kalau aku masih nganggur. Pekerjaan yang aku bilang selama ini…."
Romi berhenti berbicara sejenak ....
"Sebenarnya bukan pekerjaan tetap. Aku cuma kerja serabutan, dan gajinya nggak jelas. Kadang dibayar, kadang nggak. Aku nggak mau kamu lihat aku nggak berguna."
Mendengar itu, hati Vherolla langsung terasa berat. Dia menatap Romi, yang kini tampak sangat rapuh di hadapannya. Romi selalu berusaha terlihat kuat, tapi kali ini, pria itu terlihat begitu memelas.
"Tapi Rom, kenapa kamu nggak cerita dari dulu? Kita kan pacaran. Kamu nggak perlu malu sama aku. Kalau ada apa-apa, bilang aja. Aku pasti bakal bantu kamu," ujar Vherolla, suaranya lembut dan penuh pengertian.
Romi tersenyum lemah, seperti seseorang yang baru saja melepaskan beban yang begitu berat. "Kamu baik banget, Vhe. Aku nggak tahu harus gimana tanpa kamu."
Lalu, dengan nada hati-hati, Romi melanjutkan, "Aku sebenarnya butuh bantuan kamu, tapi aku juga nggak enak ngomongnya. Aku beneran malu, Vhe. Ibu di rumah lagi butuh uang, dan aku pengen bantu, tapi aku nggak punya apa-apa."
Vherolla tertegun. Kata-kata Romi menghujam hatinya. "Apa yang bisa aku lakuin buat bantu kamu, Rom?" tanyanya dengan tulus, merasa iba pada situasi Romi.
Romi menunduk, seolah ragu-ragu untuk berbicara. "Vhe. Aku cuma… butuh sedikit uang buat kasih ke Ibu. Aku janji begitu dapat uang aku kembalikan ke kamu."
Mendengar Romi berbicara seperti itu, hati Vherolla semakin terenyuh. Bagaimanapun, ia ingin mendukung pria yang dicintai. Romi sudah banyak berusaha untuk membuat hubungan mereka bahagia, dan ini mungkin cara kecil untuk membalas semua kebahagiaan yang sudah dia berikan.
Tanpa berpikir panjang, Vherolla akhirnya berkata, "Rom, aku punya tabungan. Nggak banyak, tapi aku bisa bantu. Kamu butuh berapa?"
Romi menatap Vherolla dengan ekspresi penuh syukur. "Tiga juta aja, Vhe. Ini untuk Ibu, dan aku bakal balikin ke kamu secepatnya. Aku juga lagi cari kerja yang lebih stabil."
Vherolla tersenyum. "Nggak apa-apa, Rom. Uang bisa dicari lagi. Kalau untuk keluarga, aku nggak keberatan."
Tanpa ragu, Vherolla pun mengambil tabungannya dan memberikan uang sebesar tiga juta rupiah kepada Romi. Ia percaya, sebagai pria yang ia cintai, Romi pasti akan memanfaatkan uang itu dengan baik. Vherolla merasa bahwa ini adalah bagian dari pengorbanan cintanya untuk pria yang dia sayang.
Namun, apa yang tidak diketahui Vherolla adalah bahwa uang tersebut bukan untuk membantu ibunya. Romi menghabiskan uang itu tanpa pernah menggunakannya sesuai janji yang ia buat. Di belakang semua kepura-puraan, Romi sebenarnya masih terus berusaha mencari cara untuk memanipulasi Vherolla, memanfaatkan kepercayaan yang diberikan dengan mudah.
Halo sobat semua, terimakasih sudah mampir.. Maaf ya cerita ini update sehari 1 bab karena kesibukan author di real life