Siapa sangka, Vanya gadis cantik yang terlihat ceria itu harus berjuang melawan penyakitnya. Dokter mengatakan jika Vanya menderita penyakit ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis) yang terjadi akibat gangguan pada saraf motoriknya.
Segala pengobatan telah di upayakan oleh keluarganya, namun belum ada cara untuk bisa mengobati penyakit yang di derita Vanya. Ia yang sudah ikhlas menghadapi penyakit yang ia derita hanya bisa tersenyum di hadapan keluarganya. Walaupun begitu Vanya tetap melakukan aktivitas seperti gadis lainnya agar keluarganya tak terlalu mengkhawatirkan dirinya.
Siapa sangka pertemuannya dengan seorang pemuda bernama Shaka yang memiliki sikap dingin yang jarang berinteraksi dengan teman-temannya jatuh hati saat pertama kali melihat Vanya. Tanpa ia sadari wanita yang ia sukai sedang berjuang melawan penyakitnya.
Mampukah Shaka menjadi penyemangat Vanya di saat ia mulai down? Yuk nantikan kelanjutannya.
Siquel dari Novel yang berjudul "Cerita Kita"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
"Vanya, kamu keren banget bisa dekat dengan dua senior populer di kampus ini. Mana aku dengar mereka anak seorang CEO terkenal di kota kita lagi. Mau dong aku di kenalin dengan mereka. Bye the way, kalau kamu dekat dengan mereka berdua, berarti kamu juga dekat dengan yang satunya lagi dong. Wah, membayangkan bisa dekat dengan para cowok tampan dan populer itu, pasti bahagia banget deh rasanya."
Teman Vanya yang bernama Irena itu tak berhenti berbicara. Namun maksud dari perkataan Irena tak ia mengerti sama sekali. Memangnya dia dekat dengan siapa? Suara desas-desus pun terdengar di penjuru kampus, bahkan Vanya di gosipkan sebagai gadis bermuka dua. Di depan orang lain sok polos dan sok alim, namun kenyataannya dia tak lebih dari gadis penggoda.
"Wah, benar-benar si Vanya. Ternyata selain dekat dengan mahasiswa teknik itu, dia ternyata juga dekat dengan mahasiswa bisnis itu. Bagaimana caranya? Apa dia menjual tu..." belum selesai mahasiswi itu bergosip, Irena datang menyela.
"Heh, maksud kamu teh apa ngomong begitu. Coba lanjutin lagi omongan mu!" Bukannya Vanya yang marah, namun Irena yang mendengar, teman dekatnya di gosipkan yang tidak-tidak tentu saja kupingnya merasa panas.
"Siapa yang gosipkan teman kamu. Lagian jika berita itu tidak benar, tidak usah nyolot dong. Yuk guys, kita cabut." Mereka meninggalkan Irena yang tampak mengepalkan tangannya. Sedangkan Vanya tak ambil pusing mengenai gosip tersebut. Paling itu hanya kerjaan orang iseng saja.
Namun sebenarnya Vanya pun heran, kenapa semua orang bisa berasumsi seperti itu. Menurutnya ia tak pernah dekat dengan siapapun. Bahkan dengan ke tiga saudaranya saja ia menjaga jarak jika di kampus. Namun yang namanya gosip pasti dengan cepat menyebar. Apalagi sore itu Vanya tampak di hampiri oleh lelaki tak kalah populer seangkatan dengannya. Jadilah Vanya semakin menjadi bahan gosip para mahasiswi.
Shaka sore itu yang melihat Vanya berjalan kaki menuju gerbang kampus pun mengekor dari belakang. Sejak pertemuan pertamanya dengan Vanya saat membantu Vanya sudah membuat ia tertarik. Walaupun kini ia tahu jika Vanya lebih tua darinya, namun usia tak membuat ia goyah untuk bisa mendekati Vanya. Apalagi beberapa kali mereka bertemu.
Namun sikapnya dengan para mahasiswi yang lain yang berusaha mendekatinya begitu berbeda, ia begitu dingin dan cuek. Bahkan ia tak segan-segan berbicara ketus.
"Hai kak, kamu mau pulang?"
Vanya menoleh, ternyata Shaka yang menyapa dirinya. Namun kenapa tiba-tiba Shaka memanggil dirinya dengan sebutan kakak. Bahkan sebelumnya ia hanya memanggil nama saja, tadi pagi juga begitu.
"Kakak? kamu panggil aku kakak?" Vanya menunjuk dirinya sendiri. Merasa heran dengan sikap Shaka.
"Hehe iya, setelah aku pikir-pikir, tidak sopan rasanya jika aku memanggil kamu nama. Saat aku tahu jika kamu lebih tua dari aku. Tapi wajah kamu yang imut membuat semua orang percaya kalau kamu masih seusia maba yang lain, bahkan jika kamu memakai seragam SMA pun, pasti mereka tetap percaya."
Vanya terkekeh, ia memang ceria dan mudah tertawa, apalagi mendengar perkataan Shaka. Namun ia sama sekali tak baper atau merasa tersanjung di puji oleh lelaki yang bukan mahramnya. Ia masih tahu batasan.
Lagi-lagi Vanya menjadi bahan obrolan para mahasiswa yang melihat Vanya tertawa dengan Shaka.
"Eh, lihat si Vanya, apa benar ya gosip itu."
"Entahlah, tapi jika benar, parah banget. Padahal dia terlihat seperti wanita alim."
"Tadi sama dua senior tampan, sekarang sama si waiters. Ya walaupun sebenarnya dia juga idola aku, itu juga karena dia memang ganteng banget tahu."
Kembali suara-suara itu terdengar di telinga Vanya, bahkan Shaka mendengarnya. Shaka yang ingin menghampiri orang-orang yang berbicara buruk tentang Vanya dan membawa namanya merasa kesal. Ia yang ingin menghampiri mereka segera di tahan oleh Vanya.
"Dasar tukang gosip, tunggu sebentar ya!"
"Eh, kamu mau kemana. Udah biarin, jangan terpancing. Memangnya apa yang mereka katakan itu benar? Lagian aku yang mereka bicarakan, kamu pulang sana. Nanti semakin di gosipkan sama aku lagi."
Shaka tertegun dengan perkataan Vanya. Kenapa dia terlihat cuek dan baik-baik saja. Apa dia tidak tersinggung sama sekali? Shaka yang mendengarnya saja merasa kupingnya begitu panas.
"Kamu berharap apa? berharap mereka memahami pembalaan kamu? Percuma saja, Ali bin Abi Thalib pernah berkata, 'Tidak perlu menjelaskan tentang dirimu kepada siapa pun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak akan percaya itu.' So, cukup biarkan semuanya berlalu tanpa harus capek-capek membela diri. Nanti semua itu akan reda dengan sendirinya."
Setelah mengatakan itu Vanya tersenyum, ia kembali berjalan meninggalkan Shaka yang masih terbengong. Bahkan Vanya sudah berjalan jauh di depannya. Shaka kembali mengejar Vanya dan menyamakan jalan mereka.
Kenapa ada wanita yang setenang ini, bahkan di saat ia di bicarakan oleh orang lain tentang sesuatu yang belum tentu kebenarannya. Vanya masih tersenyum lembut menghadapi omongan orang-orang.
Bagi Vanya, hinaan itu tak ada apa-apanya bagi dia yang sedang berjuang melawan penyakitnya. Ia hanya perlu bertahan sebentar lagi, hingga ia kembali kepada-Nya. Menunggu kapan gilirannya bertemu Tuhannya. Ya, sudah seikhlas itu Vanya dalam hidupnya. Namun, bukan berarti ia menyerah akan hidupnya, ia masih berjuang demi keluarga yang mencintai dirinya. Tapi apa salahnya menyiapkan diri jika suatu saat di panggil oleh sang Khaliq.
"Oh iya Nya, kamu kenapa tidak pulang bareng Vanka kembaran kamu? Bahkan aku sempat pertikan kalian, kalian seolah tak saling mengenal."
Vanya terkekeh, "Kamu aneh, tadi katanya tidak sopan memanggil nama, sekarang kenapa malah memanggil nama lagi. Kamu tidak konsisten sama jawaban kamu."
Bukannya marah, justru Vanya merasa lucu. Shaka hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Tanpa ia sadari, sang kakek sedang memperhatikan cucunya tertawa lepas bersama Vanya, anak dari cucu almarhum sahabatnya. Ia mengamati dari dalam mobil, lalu memerintahkan sang supir untuk melanjutkan perjalanan. Semoga senyuman sang cucu bisa terus ia lihat seperti saat ini.
"Kok kamu tertawa sih!"
"Tidak, udah kamu sana pulang. Nanti di cariin kakek kamu lagi. Lagian kamu tidak takut di gosipkan yang tidak-tidak sama aku."
"Jangankan di gosipkan sama kamu, hidup bareng kamu saja sekarang aku mau Nya." Tentu saja hanya di dalam hati ia katakan. Shaka sendiri bingung, kenapa di saat ia bersama Vanya dan melihat senyuman itu, membuat ia merasa tenang dan nyaman. Ia sadar, sudah lama ia tak tertawa lepas seperti sekarang ini. Kehadiran Vanya mengubah hidupnya yang sudah bertahun-tahun lamanya tak merasakan kebahagiaan seperti saat ini.
"Yaudah, aku duluan ya! Bye kak Anya! Itu sepertinya jemputan kamu deh."
Shaka kembali ke dalam kampus, ia rela berjalan hingga ke gerbang hanya untuk bisa berjalan beriringan dengan Vanya. Ia memang sudah tertarik sejak awal, walaupun awalnya ia berusaha menepis rasa itu. Berusaha cuek dan tidak perduli, namun nyatanya semakin sering ia bertemu, semakin sulit menepis perasaan itu.
Ia tahu, ia masih begitu muda untuk mengenal cinta. Namun ia juga tidak bisa mengatur perasaannya sendiri. Bahkan perjodohan yang pernah di atur oleh sang kakek bahkan ia tolak mentah-mentah. Saking tak ingin dekat dengan siapapun saat ini. Namun kehadiran Vanya mengubah segalanya.
......................
...To Be Continued...
kalau shaka anak siapa ya thor?