Di hancurkan berkeping-keping oleh suaminya dan juga ibu mertuanya, kehidupan Laras sangat hancur. selain harus kehilangan anak keduanya, Laras di serang berbagai ujian kehidupan lainnya. Putranya harus di rawat di rumah sakit besar, suami mendua, bahkan melakukan zina di rumah peninggalan orantuanya.
Uluran tangan pria tulus dengan seribu kebaikannya, membawa Laras bangkit dan menunjukkan bahwa dirinya mampu beejaya tanpa harus mengemis pada siapapun. Akan dia balaskan semua rasa sakitnya, dan akan dia tunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya.
Sehebat apa luka yang Laras terima? apakah dia benar-benar membalaskan rasa sakitnya?
Yuk simak terus ceritanya sampai habis ya 🤗🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permainan Bayu
Jefri pulang dari kantornya dengan wajah berantakan, tubuhnya lelah karena harus lembur dan banyak pekerjaan pula yang tidak bisa ia tinggalkan.
"Ibu, Jefri pulang!" Seru Jefri dari luar.
Tidak ada jawaban dari ibunya, mungkin sedang di kamar pikir Jefri. Dia berjalan menuju arah ruang tamu, Jefri menjatuhkan bobotnya di atas sofa. Tak seperti biasanya di rumahnya sepi, jika biasanya ia pulang di sambut oleh wajah teduh Laras dan bisa mandi air hangat, kini tak lagi. Sejak kepergian anak keduanya, Laras pergi bersama kakaknya dan Jefri pun di urus oleh ibunya yang rasanya pun berbeda.
Sejenak Jefri memejamkan matanya, bayangan wajah Langit dan Laras seperti sebuah film yang berputar di dalam benaknya, senyum manis anak dan istrinya di dalam kesederhanaan yang selalu menyambutnya dengan ceria. Jefri akui, Laras adalah wanita baik ya g tak pernah mengeluh dalam mengurus Langit begitupun dirinya. Namun sekarang tidak lagi, Jefri sudah melepaskan keduanya begitu saja demi orang baru, ia juga tak segan-segan melakukan kontak badan di rumah peninggalan orangtua Laras dan di saksikan pula oleh Laras.
Jefri menghela nafasnya panjang, entah mengapa sejak perceraiannya dengan Laras hatinya menjadi gelisah. Untuk itu, Jefri lebih banyak menyibukkan dirinya dengan bekerja. Tak ingin pusing dengan berisiknya kepala, Jefri berjalan menuju kearah kamarnya.
"Den, mau bibi masakin apa?" Tanya seorang pembantu yang bekerja di rumah Jefri.
"Masak nasi goreng aja, Bi. Oh ya, Ibu kemana ya bi? Kok, dari tadi aku gak lihat Ibu? Padahal biasanya Ibu nyambut aku pulang." Jawab jefri, tak lupa ia juga bertanya pada pembantunya karena sejak ia datang tak melihat Ibunya yang biasanya berkeliaran di rumah.
"Bibi kurang tahu, Den. Mungkin Ibu lagi ada urusan atau apalah gitu, soalnya tadi Bibi sama Mang Tono di suruh belanja sekalian beli perlengkapan buat berkebun di belakang." Jawab Bi Sutinah.
"Yasudah, Bibi boleh kembali bekerja." Ucap Jefri sambil melanjutkan langkahnya, badannya sudah terasa lengket dan juga pegal.
Saat Tuti pergi ke Jakarta, dia sendirian tanpa memberitahu pada Jefri. Dania menunggu di rumahnya bersama putrinya, saat Tuti berhasil membawa Langit secara paksa, dia menelpon pembantu dan juga satpam yang berjaga di rumah untuk pergi berbelanja agar dia bisa leluasa menyekap Langit. Tuti takutnya pembantu dan penjaganya buka mulut pada Jefri, walau bagaimanapun Langit tetaplah darah daging Jefri yang pastinya tidak akan setuju dengan aksi yang di lakukannya.
Kondisi rumah rapih tidak seberantakan sebelumnya, sehingga Jefri tidak mencurigai apapun. Sehabis membersihkan tubuhnya, Jefri keluar dari dalam kamarnya dan menyantap masakan pembantunya.
Selesai menyantap makanan, Jefri keluar membawa rokok dan juga korek apinya. Biasanya setiap selesai makan, pria itu akan meluapkan rasa lelahnya dengan merokok yang mana membuatnya bisa lebih tenang. Salah seorang tetangganya berjalan menghampiri Jefri, beliau terlihat marah diikuti oleh ibu-ibu lainnya.
"Hey, pak Jefri. Jangan mentang-mentang kalian kaya, kalian bisa seenaknya menculik anak kecil dan menyekapnya!" Seru Ibu-ibu bertubuh gempal.
"Iya, kami dengar dari warga yang lain pak Jefri ini udah cerai sama istrinya. Pak, saya seorang ibu! Saya gak terima kalau Ibu anda menyiksa anak kecil." Seru Ibu berambut gimbal.
Kening Jefri mengernyit, dia tidak paham sama sekali apa yang di bicarakan oleh ibu-ibu yang datang menodongnya dengan berbagai tuduhan.
"Hei, Ibu-Ibu. Kalian ini kenapa sih? Saya tuh baru juga pulang kerja, capek Bu, Capek! Kalo gak ada kepentingan lagi mending pada bubar aja deh, ngomong gak jelas bikin pusing aja!" Sewot Jefri berdiri berkacak pinggang dengan sebelah tangannya memegang rokok yang masih mengeluarkan asapnya.
"Kami lihat Bu Yuti sama tunangan kamu di bawa ke kantor Polisi, kata Pak Rt Bu Tuti nyekap cucunya sendiri yang di bawa paksa dari Jakarta." Tutur seorang pria.
Degh.
Apa benar yang di katakan oleh tetangganya, kenapa pula pihak polisi tidak menghubunginya. Tubuh Jefri seketika membeku mendengar kembali penjelasan dari Pak Rt yang ikut mendatangi Jefri, walau bagaimana pun mereka masih memiliki hati, banyak kabar miring juga mengenai Jefri dan Dania.
Dari kejauhan, Bayu tersenyum melihat dramanya akan segera di mulai. Jika Laras mendapatkan hinaan, bahkan saat datang ke acara tunangan Jefri di usir dan di fitnah oleh Dania dan juga Tuti, tak sedikit warga yang datang pun ikut menilai buruk Laras. Maka saat ini, Bayu akan memberikan hal yang sama pula sebagai balasannya.
"Pak Jefri, saya sebagai ketua Rt disini memperingatkan, jika anda masih melakukan kontak badan dengan wanita yang bukan mahram, maka kami tidak segan-segan mengusir anda sekeluarga. Kami tidak mau tempat kami di jadikan tempat berzina!" Tegas Pak Rt.
"Jangan sok suci Pak, banyak juga tuh yang udah nabung duluan. Kenapa gak di usir juga malahan bisa ngelahirin anaknya sampai gede, gak adil dong. Sebagai pemimpin tuh harusnya adil, jangan berat sebelah! Kenapa sekarang di permasalahkan?" Jefri tak terima, enak saja dia mau di usir dari tempat tinggalnya, sudah cukup ia di permalukan di tempat tinggal Laras dulu.
Jefri pun beradu mulut dengan kaum ibu-ibu yang tidak terima kampungnya di jadikan tempat ena-ena, dan sebagian lagi tidak terima karena Tuti menyekap Langit. Para warga pergi setelah salah seorang pria datang melerainya, melihat siapa yang datang membuat nyali Jefri menciut.
"Papa kecewa sama kamu! Sebagai laki-laki dimana tanggung jawab kamu sebagai seorang ayah, hah! Kamu tahu, Langit tadi di bawa ke rumah sakit tempat Papa bekerja, dia mengeluhkan dadanya sakit gara-gara Ibumu dan juga tunanganmu yang durjana itu! Kalau sampai terjadi sesuatu pada cucuku, maka bersiaplah kau mati di tanganku!" Daryono berniat mengunjungi Jefri dan bertanya dengan baik-baik padanya, dia juga tidak mungkin membiarkan Tuti berlaku lebih jauh lagi pada cucu kesayangannya.
"Pa! Jefri gak tahu apa-apa, Pa. Mereka tiba-tiba datang menodong Jefri yang masalahnya pun Jefri gak tahu, si Larasnya aja gak becus jaga anak. Seharusnya dia biarin aja Langit di bawa kesini, toh Ibu juga neneknya." Ucap Jefri.
"Dasar bodoh! Kalau ibumu memintanya dengan baik, maka Laras pun tidak akan menghalanginya dan berfikir seperti apa yang kamu pikirkan. Buka matamu! Buka juga pemikiran kamu, jefri! Tuti menculik anakmu dan menyekapnya, dimana hati nurani kamu yang malah membenarkan apa yang Tuti lakukan, hah! Bicara denganmu sama saja dengan membunuhku secara perlahan." Daryono semakin dibuat murka dimana anaknya malah menyalahkan Laras, ingin sekali dia meninju wajah Jefri yang malah dengan santainya mengepulkan asap dari mulutnya.
"Lebih baik kau cek cctv, lalu temui dua wanita jahat itu di kantor polisi." Ucap Daryono kemudian berbalik meninggalkan Jefri sendirian.
Bayu semakin tersenyum lebar melihat kedatangan Daryono, ini baru langkah awal dia akan memberikan hal yang lebih mengejutkan lagi.
"Ayo, kita bermain." Seringai Bayu dengan tangan bersidekap.
...****************...
Upnya satu dulu ya, lagi ada kesibukan dulu 🙏