Ello, seorang dokter pediatri yang masih berduka atas kehilangan kekasihnya yang hilang dalam sebuah kecelakaan, berusaha keras untuk move on. Namun, setiap kali ia mencoba membuka hati untuk wanita lain, keponakannya yang usil, Ziel, selalu berhasil menggagalkan rencananya karena masih percaya, Diana kekasih Ello masih hidup.
Namun, semua berubah ketika Ello menemukan Diandra, seorang gadis misterius mirip kekasihnya yang terluka di tepi pantai. Ziel memaksa Ello menikahinya. Saat Ello mulai jatuh cinta, kekasih Diandra dan ancaman dari masa lalu muncul.
Siapa Diandra? Apakah ia memiliki hubungan dengan mendiang kekasih Ello? Bagaimana akhir rumah tangga mereka?
Yuk, ikuti ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Kecurigaan Keterkaitan
Di ruang kerjanya yang remang, Zion duduk sambil menatap berkas-berkas di mejanya yang baru saja diletakkan Pak Hadi, sebagian besar terkait penyelidikan perusahaan ekspor-impor keluarga Cahyono. Pak Hadi, yang sudah lama menjadi tangan kanannya, berdiri di depannya dengan wajah datar, sorot matanya tajam namun penuh kehati-hatian.
Zion akhirnya membuka suara, nadanya datar namun penuh ketegasan, “Apa yang sudah Bapak temukan tentang perusahaan itu?”
Pak Hadi menarik napas dalam, lalu menatap Zion. “Tuan, kecurigaan Tuan John benar. Penyelidikan menunjukkan bahwa Brata telah menggunakan perusahaan ekspor-impor itu sebagai kedok untuk bisnis gelap. Dia terlibat dalam jaringan mafia besar yang mengendalikan jalur distribusi dan barang-barang ilegal di pasar gelap.”
Zion mengepalkan tangannya. “Berarti perusahaan itu benar-benar telah jatuh ke tangan yang salah .…”
Pak Hadi mengangguk. “Benar sekali, Tuan. Mengingat situasinya, saya sangat menyarankan agar Tuan John dan Ello menarik investasi mereka dari perusahaan itu, tapi harus dilakukan secara halus dan penuh kehati-hatian. Kita tidak boleh menyinggung atau membuat masalah dengan Brata.”
“Apakah itu satu-satunya jalan?” Zion bertanya, matanya tajam dan waspada.
“Ya, Tuan,” jawab Pak Hadi, nada suaranya rendah namun tegas. “Keluarga Mahendra tidak akan mampu menghadapi kekuatan mafia seperti yang ada di belakang Brata. Jika kita sampai membuat permusuhan, itu akan menjadi ancaman besar, bukan hanya untuk usaha, tapi juga untuk keamanan keluarga Mahendra. Sebaiknya kita lepaskan keterlibatan kita tanpa menarik perhatian.”
Zion terdiam sejenak, memikirkan saran itu dengan penuh pertimbangan. Pak Hadi melanjutkan, “Saya akan membantu mempersiapkan rencana penarikan investasi tersebut agar tidak mencurigakan. Kita harus melindungi keluarga ini dari bayangan mafia.”
Zion menghela napas, kemudian mengangguk. “Baiklah, Pak Hadi. Lakukan apa yang perlu. Pastikan Ello dan John tahu bagaimana bertindak, dan jangan biarkan ini menimbulkan masalah untuk mereka.”
Pak Hadi membungkuk hormat, menunjukkan kesetiaannya yang teguh. “Saya akan segera menindaklanjuti, Tuan. Percayakan hal ini pada saya.”
Ruangan itu hening sesaat, hingga Zion kembali bersuara. "Pak Hadi, menurut Bapak, apa wanita yang mirip Diana itu...." Zion menggantung kata-katanya.
Pak Hadi menatap Zion sejenak sebelum menanggapi, "Tuan berpikir ada kemungkinan dia terhubung dengan Brata?"
Zion mengangguk, ragu-ragu namun yakin. "Iya, aku mulai mencurigai itu."
Pak Hadi mengangguk kecil. "Saya pun berpikir demikian, Tuan."
***
Di meja makan yang dipenuhi hidangan hangat, tawa dan canda menghiasi suasana malam itu. John, dengan senyumnya yang ramah, mengusap kepala Ziel yang duduk di sampingnya. Bocah itu tertawa kecil, menyadari kehadiran pamannya yang lama tak ditemuinya.
“Paman John, kenapa jarang datang lagi? Ziel rindu!” seru Ziel dengan ekspresi penuh kegembiraan.
John terkekeh sambil mengambil segelas jus di depannya. “Paman John juga rindu Ziel. Tapi kali ini Paman janji akan lebih sering datang, ya.”
Ziel mengangguk bersemangat, membuat seluruh meja tertawa. Elin menatap John sambil tersenyum. “Kami senang kamu bisa bergabung malam ini. Kau tahu sendiri, 'kan, Kak Zion jarang sekali mengundang orang ke rumah, kecuali memang orang yang dia anggap keluarga.”
Zion, yang duduk di samping Elin, tersenyum samar. “Yah, John memang selalu seperti saudara sendiri, 'kan?” Zion tak 'kan pernah lupa, selama lima tahun John telah melindungi anak dan istrinya saat terjadi kesalahpahaman antara ia dan Elin.
John tertawa, lalu menatap Zion penuh persahabatan. “Terima kasih, Zion. Rasanya seperti pulang ke rumah sendiri.”
Ello, yang duduk di seberang mereka, ikut tersenyum. “Nah, kalau gitu, mungkin Ziel bisa punya teman baru untuk berlatih karate. Paman John kelihatan bugar!” katanya sambil bercanda.
John menanggapi, "Oh, tentu. Paman ingin melihat sampai di mana perkembangan ilmu bela diri jagoan Paman ini. Jadi, sudah belajar apa saja, nih?” tanyanya sambil mengusap kepala Ziel dengan sayang.
Ziel mengangkat dagunya sedikit, bangga. “Aku belajar taekwondo dan karate, Paman. Katanya, biar bisa jaga Tante Diana juga kalau nanti ada yang jahat!”
John tersenyum lebar, kagum dengan tekad Ziel yang tulus. “Wah, hebat sekali. Kalau begitu, Paman jadi merasa aman, nih, ada Ziel yang kuat dan pemberani.”
Ello, yang duduk di dekat mereka, menambahkan sambil tersenyum, “Tapi jangan lupa, jagoan, seni bela diri itu buat melindungi dan menjaga orang yang kita sayangi, bukan buat cari masalah, ya.”
Ziel mengangguk penuh semangat, "Siap, Om Ello! Ziel janji!”
Suasana menjadi begitu hangat dan penuh canda, hingga akhirnya makan malam selesai. Mereka semua beranjak ke ruang keluarga, membawa minuman hangat dan melanjutkan percakapan di sana.
***
Di ruang keluarga, suasana terasa lebih tenang. Ziel akhirnya tertidur di pangkuan Elin, sementara Zion dan John duduk dengan sikap serius. Ello mendekat, siap mendengar penjelasan Zion tentang apa yang selama ini mengganggunya.
Zion memandang mereka satu per satu, lalu menghela napas. “Pak Hadi telah menyelidiki lebih dalam tentang perusahaan ekspor-impor keluarga Cahyono,” katanya dengan suara yang tegas. “Dan ternyata… setelah diambil alih oleh Brata, perusahaan itu tidak lagi beroperasi seperti dulu.”
Ello dan John saling berpandangan dengan ekspresi penasaran. John mengangguk pelan. “Maksudmu, Zion?”
Zion melanjutkan, suaranya rendah tapi serius, “Pak Hadi menemukan indikasi bahwa Brata telah membawa perusahaan itu ke arah bisnis ilegal, bahkan melibatkan dunia hitam dan jaringan mafia untuk melindungi kepentingannya.”
Wajah Ello mengeras, dan John terlihat terkejut mendengar penjelasan itu. “Jadi, Brata tidak hanya sekadar menguasai perusahaan itu secara finansial, tapi dia juga memperalatnya untuk hal-hal ilegal?” tanya Ello, berusaha mencerna apa yang baru saja didengarnya.
Zion mengangguk. “Betul. Itulah kenapa kita harus berhati-hati, terutama jika wanita yang kita temukan itu punya hubungan dengan Brata. Kita tidak tahu sejauh mana bahaya yang bisa datang dari latar belakangnya.”
John menggenggam tangannya erat, terlihat menimbang-nimbang. “Aku tidak menyangka Brata bisa sejauh itu. Keluarga Cahyono dulunya dikenal baik dan cukup dihormati.”
Elin, yang mendengarkan dengan penuh perhatian, mengelus kepala Ziel yang tertidur di pangkuannya. Ia mengangguk pelan, mendukung kekhawatiran suaminya. “Kita harus waspada. Ziel masih kecil, dan kita tidak ingin dia terjebak dalam situasi berbahaya.”
Zion mengangguk setuju. “Itulah sebabnya aku meminta kalian untuk menjaga jarak dari siapapun yang bisa membawa pengaruh buruk. Kita harus melindungi keluarga ini, tidak peduli apapun risikonya.”
Ello dan John menatap Zion dengan tegas, menunjukkan bahwa mereka siap untuk mendukung Zion dalam menjaga keselamatan keluarga.
Sesaat mereka terdiam, merenungi ucapan Zion. Namun tiba-tiba, suara Elin yang lembut namun penuh ketegasan memecah keheningan. “Jadi, menurut Kakak, wanita yang mirip Diana itu mungkin ada hubungannya dengan Brata?” tanyanya, dahi berkerut menatap suaminya.
Zion menghela napas panjang, lalu mengangguk pelan. “Kemungkinan itu ada, Elin. Terlalu banyak kebetulan dalam kasus ini, kemiripan dengan Diana, keadaan dia ditemukan, dan latar belakang yang sama sekali tidak terlacak di sini. Brata mungkin saja terlibat.”
Ello, yang sejak tadi memperhatikan dengan cermat, ikut menambahkan, “Bukan tidak mungkin wanita itu bisa dimanfaatkan untuk mengklaim harta keluarga Cahyono. Kalau itu terjadi, Brata mungkin akan mencoba menggunakan segala cara agar keinginannya terpenuhi.”
John, yang sejak awal mendengarkan dengan seksama, berdehem pelan. “Untuk berjaga-jaga, lebih baik kita sembunyikan wanita itu sampai kita tahu pasti siapa dia sebenarnya,” usulnya bijak. “Jika Brata memang ingin memanfaatkan dia, kita perlu lebih dulu mengamankan posisinya sebelum dia atau siapapun tahu keberadaan wanita itu di sini.”
Zion menatap John dan mengangguk setuju. “Kau benar, John. Sampai kita mendapatkan bukti yang jelas, lebih baik kita bermain aman. Aku tidak akan membiarkan keluarga ini terancam.”
Elin menatap suaminya, kekhawatiran tampak jelas di wajahnya. Namun, ia tetap menguatkan hati dan mengangguk pelan, mendukung keputusan Zion.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued