"The Secret Behind Love." adalah sebuah cerita tentang pengkhianatan, penemuan diri, dan pilihan yang sulit dalam sebuah hubungan. Ini adalah kisah yang menggugah tentang bagaimana seorang wanita yang bernama karuna yang mencari cara untuk bangkit dari keterpurukan nya, mencari jalan menuju kebahagiaan sejati, dan menemukan kembali kepercayaannya yang hilang.
Semenjak perceraian dengan suaminya, hidup karuna penuh dengan cobaan, tapi siapa sangka? seseorang pria dari masa lalu karuna muncul kembali kedalam hidupnya bersamaan setelah itu juga seorang yang di cintai nya datang kembali.
Dan apakah Karuna bisa memilih pilihan nya? apakah karuna bisa mengendalikan perasaan nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jhnafzzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19. Perasaan?
Pagi itu terasa seperti hari biasa bagi Karuna dan Ethan. Mereka berjalan bersama menuju lokasi proyek tempat Karuna bekerja. Ethan yang penuh energi selalu berlarian dengan riang, meski Karuna sering kali mengingatkannya untuk berhati-hati. Namun, anak sekecil Ethan sering kali tidak mengerti bahaya yang mengintai di sekitarnya.
Saat mereka menyeberang jalan menuju proyek, sebuah mobil melaju dengan cukup kencang. Karuna tidak mendengar suara kendaraan itu datang, terlalu fokus menjaga agar Ethan tidak terlalu jauh darinya. Tiba-tiba, tanpa peringatan, Ethan melangkah ke jalan tanpa melihat mobil yang semakin dekat.
“Ethan, hati-hati!” teriak Karuna panik, namun saat itu semuanya terjadi begitu cepat.
Ethan yang sedang asyik berlari tiba-tiba menoleh, namun ia tidak melihat mobil yang melaju ke arahnya. Karuna langsung terkejut dan tanpa berpikir panjang, ia berlari ke arah anaknya, mencoba menariknya kembali ke trotoar.
Namun, dalam kecepatan itu, Karuna justru terhantam oleh kendaraan yang datang. Tubuhnya terdorong keras, dan ia terjatuh ke trotoar dengan posisi yang sangat tidak wajar, terluka di beberapa bagian tubuhnya. Ethan yang melihat kejadian itu, langsung terjatuh di tempat, menatap ibunya dengan wajah ketakutan.
“Ma! Mama!!” teriak Ethan, panik, sambil menangis histeris. Ia berlari ke arah ibunya yang tergeletak tak bergerak di trotoar.
Karuna merasa tubuhnya terasa sangat sakit, namun tidak bisa berbuat banyak. Rasanya seluruh tubuhnya nyeri, dan pusing begitu hebat. Ia mencoba untuk bergerak, namun matanya mulai kabur, pandangannya mulai gelap, dan dalam hitungan detik, kesadarannya pun hilang.
Saat itulah suara rem mobil yang keras menggema di telinganya. Mobil Dirga yang kebetulan baru saja tiba di depan gedung proyek berhenti mendadak, membuat suara karet rem yang mencium aspal terdengar sangat jelas. Dirga, yang baru saja keluar dari mobil, melihat kejadian itu dalam sekilas pandang—Karuna terjatuh di trotoar, dan Ethan menangis di sampingnya.
“Dammit!” teriak Dirga dengan cemas, suara panik yang hampir tak terucap. Ia berlari secepat mungkin menuju Karuna dan Ethan.
Tanpa memperhatikan apa pun di sekelilingnya, Dirga hanya fokus pada satu hal—menyelamatkan mereka berdua. Ia berhenti tepat di samping Karuna yang tergeletak tak bergerak, dan dengan cepat memeriksa kondisinya. “Karuna! Karuna, kamu nggak apa-apa, kan?” teriaknya, berusaha membangunkan Karuna yang masih tergeletak dengan napas tersengal-sengal.
Ethan yang masih menangis di samping ibunya, mencoba memeluk Karuna yang terjatuh, "Mama... Mama, bangun, dong!" serunya dengan suara penuh ketakutan.
Dirga meraih tubuh Karuna, mengangkatnya perlahan. “Tenang, Ethan. Mama kamu cuma pingsan. Kita bawa ke rumah sakit, ya?” kata Dirga dengan suara yang sangat lembut, meski hatinya cemas luar biasa. Tangannya gemetar saat mengangkat Karuna, memastikan agar tubuhnya tidak terguncang terlalu keras.
Dirga dengan cepat membawa Karuna ke dalam mobilnya, sementara Ethan duduk di kursi belakang, masih menangis dan menggenggam tangan ibunya yang terasa dingin. Di dalam mobil, suasana tegang dan penuh kecemasan. Dirga terus menatap ke arah Karuna yang terkulai lemah, berharap ia segera sadar.
Mobil melaju cepat menuju rumah sakit, dengan Dirga berusaha menjaga ketenangannya meskipun kekhawatiran terus menghantuinya. Ketika mobil tiba di rumah sakit, Dirga segera membawa Karuna ke ruang gawat darurat.
Dokter dan perawat segera bertindak, memeriksa kondisi Karuna dengan cepat. Sementara itu, Ethan yang masih menangis dengan tersedu-sedu, dipeluk oleh salah satu perawat yang berusaha menenangkannya.
“Ethan, sayang, kamu harus tenang, ya. Ibu kamu cuma pingsan. Dokter akan membuatnya merasa lebih baik,” ujar perawat itu dengan suara lembut, berusaha menenangkan anak kecil yang masih terisak.
Setelah beberapa saat yang terasa seperti seumur hidup, akhirnya dokter keluar dari ruang gawat darurat. Dirga segera mendekat, menunggu kabar dari dokter dengan penuh kecemasan.
“Bagaimana kondisinya, Dok?” tanya Dirga, suaranya tegang.
Dokter tersenyum lembut, meskipun ada keprihatinan di matanya. “Nona Karuna mengalami beberapa memar ringan di tubuhnya dan sedikit cedera dibagian kepala akibat benturan yang keras. Tapi untungnya, tidak ada cedera serius. Kami akan memantaunya sebentar, dan ia bisa sadar dalam beberapa jam ke depan.”
Dirga menghela napas panjang, lega, meskipun masih merasa khawatir. “Terima kasih, Dok.”
Setelah itu, Dirga masuk ke ruang perawatan, tempat Karuna terbaring. Ia duduk di samping tempat tidur, menatap wajah Karuna yang masih terlelap. Ethan duduk di kursi kecil di sampingnya, matanya masih sembab dan penuh kekhawatiran.
“Ma… bangun, Ma…” bisik Ethan, memegang tangan Karuna dengan erat.
Dirga menatap Karuna dengan penuh perhatian, seolah ada perasaan yang tidak bisa ia ungkapkan. Sejak pertama kali bertemu, ada rasa ingin melindungi Karuna dan Ethan yang tumbuh dalam dirinya. Melihat Karuna terluka seperti ini, hatinya merasa begitu sakit.
Tidak lama kemudian, Karuna perlahan membuka matanya. Pandangannya masih kabur, namun ketika matanya bertemu dengan Dirga yang duduk di sampingnya, ia tersentak.
“Dirga?” suaranya parau, lemah. “Ethan… Di mana Ethan?”
Ethan segera mendekat, dan dengan suara serak ia berkata, “Mama, Ethan di sini… mama nggak apa-apa, kan?”
Karuna tersenyum lemah, mencoba menenangkan anaknya yang terlihat sangat khawatir. “M-mama… nggak apa-apa, sayang,” jawabnya dengan suara pelan, meskipun rasa sakit masih terasa di tubuhnya. “Mama cuma… sedikit pusing.”
Dirga menatap Karuna dengan tatapan lembut, namun juga penuh kekhawatiran. “Kamu benar-benar nggak apa-apa, Karuna?” tanyanya, suaranya penuh perhatian.
Karuna hanya mengangguk, meskipun rasa sakit masih terasa di tubuhnya. Namun, yang lebih penting, ia merasa bersyukur—bahwa Ethan selamat, dan bahwa Dirga ada di sana untuk membantu mereka. Sebuah perasaan yang membuatnya bingung.
Malam itu, suasana di rumah sakit terasa sunyi. Karuna terjaga, terbaring di tempat tidur rumah sakit dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Rasanya, tubuhnya masih terasa pegal dan nyeri akibat benturan tadi, namun yang lebih terasa adalah ketegangan di dalam hatinya. Ia memandangi anaknya yang tertidur dengan lelap di sampingnya. Ethan yang kelelahan karena menangis dan cemas, kini tertidur pulas, dengan tubuh kecilnya yang nyaman terbaring di samping Karuna.
Dengan hati-hati, Karuna mengelus rambut Ethan, merasakan hangatnya nafas anaknya yang tenang. Dalam keheningan malam itu, Karuna merasa haru. Meskipun hari-hari mereka penuh kesulitan, meskipun hidup terasa sangat berat, Ethan selalu menjadi alasan untuk terus bertahan. Di balik senyumannya yang tulus, Karuna merasa seolah ia bisa melewati apa pun.
Namun, perasaan itu bercampur dengan keraguan yang mendalam. Ia memikirkan kejadian tadi—Dirga yang datang, yang dengan cepat melindungi mereka. Dirga yang tanpa ragu berlari ke arahnya, yang bahkan memastikan ia mendapatkan perawatan yang tepat, meskipun segala hal yang telah terjadi di masa lalu. Perasaan Karuna terguncang. Ia tahu Dirga baik, lebih baik dari yang ia bayangkan, namun perasaan itu masih sulit untuk ia terima. Sebuah perasaan yang mengingatkannya pada kenangan lama yang tidak mudah dilupakan.
Tiba-tiba, pintu kamar rumah sakit itu terbuka perlahan, dan Dirga masuk ke dalam ruangan. Karuna sempat terkejut, meski sudah menduga bahwa Dirga mungkin akan datang untuk memeriksa keadaan mereka. Namun, ia segera menarik selimut lebih rapat, berpura-pura tertidur, mencoba menutupi perasaan yang tidak ingin ia tunjukkan.
Dirga berjalan pelan mendekat ke tempat tidur, matanya menatap Karuna yang terbaring dengan mata tertutup. Tanpa berkata apa-apa, Dirga duduk di kursi samping tempat tidur Karuna. Beberapa detik terdiam, hanya mendengarkan suara detak jam yang terdengar jelas di ruangan itu, sebelum akhirnya Dirga menatap wajah Karuna dengan penuh perhatian.
Lalu, dengan hati-hati, Dirga meraih tangan Karuna yang terletak di samping tubuhnya. Tangannya terasa hangat dan lembut saat ia memegang tangan Karuna, seolah ingin memberinya kenyamanan, meskipun tidak ada kata-kata yang diucapkan. Namun, seiring waktu, hati Dirga tak bisa lagi menahan perasaannya.
Dirga menunduk, mendekatkan wajahnya ke Karuna yang terbaring, dan dengan perlahan, ia mencium kening Karuna dengan lembut. Ciuman itu singkat, namun mengandung banyak makna yang dalam, seperti sebuah doa yang terpanjat dalam hati. Dirga tidak bisa menahan dirinya lebih lama.
"Karuna," bisiknya lembut, meski suaranya hampir hilang dalam keheningan malam. “Aku tahu ini tidak mudah untukmu, apalagi setelah semua yang terjadi antara kita. Tapi aku masih mencintaimu, Karuna. Aku tidak pernah berhenti mencintaimu, bahkan setelah semua penolakan itu. Aku mengerti, kamu memilih Damian saat itu. Aku tidak bisa memaksamu untuk memilihku. Tapi… aku masih di sini, jika kamu membutuhkan aku. Aku ingin kita mulai lagi, meskipun aku tahu itu sulit.”
Dirga menarik napas dalam-dalam, menatap wajah Karuna yang tetap tertidur dengan tenang.
“Tapi aku tahu aku tidak bisa memaksamu. Aku hanya ingin kamu tahu, jika ada kesempatan, aku akan selalu berjuang untuk kalian berdua,” lanjut Dirga, suara yang lebih rendah dan penuh harapan.
Sejenak, suasana menjadi hening kembali, hanya terdengar suara napas Karuna yang teratur. Dirga tetap duduk di sana, menunggu, menatap wajah Karuna dengan penuh harap dan rasa cinta yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Setelah beberapa saat, Dirga perlahan berdiri dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia menatap Ethan yang masih terlelap tidur di samping ibunya. Ia menghela napas, menyadari betapa dalam perasaan yang mengikat dirinya dengan keluarga kecil ini.
"Semoga kamu bisa merasa lebih baik besok, Karuna," katanya pelan, sebelum akhirnya meninggalkan ruangan dengan langkah yang berat. Pintu kamar rumah sakit tertutup perlahan, meninggalkan Karuna yang masih terbaring dengan perasaan yang bercampur aduk di dalam dada.
Setelah Dirga pergi, Karuna membuka matanya perlahan. Ia tahu Dirga telah meninggalkan kata-kata yang tidak bisa ia lupakan, namun hati Karuna masih terasa penuh keraguan. Perasaan itu kembali muncul—rasa takut dan bingung—apakah ia siap membuka hati untuk seseorang yang pernah terluka oleh pilihannya sendiri. Tapi saat matanya kembali memandang Ethan yang tidur dengan tenang, Karuna tahu satu hal: ia akan berjuang, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk Ethan, apapun yang terjadi di masa depan.
Namun, perasaan yang ditinggalkan Dirga malam ini tetap terngiang di telinganya. "Aku masih mencintaimu..." Perkataan itu terus berputar di pikirannya, membuat hatinya semakin gamang.