Dipinang adiknya, tapi dinikahi kakaknya. Loh!! Kok bisa? Terdengar konyol, tapi hal tersebut benar-benar terjadi pada Alisya Mahira. Gadis cantik berusia 22 tahun itu harus menelan pil pahit lantaran Abimanyu ~ calon suaminya jadi pengecut dan menghilang tepat di hari pernikahan.
Sebenarnya Alisya ikhlas, terlahir sebagai yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan tidak dapat membuatnya berharap lebih. Dia yang sadar siapa dirinya menyimpulkan jika Abimanyu memang hanya bercanda. Siapa sangka, di saat Alisya pasrah, Hudzaifah yang merupakan calon kakak iparnya justru menawarkan diri untuk menggantikan Abimanyu yang mendadak pergi.
*****
"Hanya sementara dan ini demi nama baikmu juga keluargaku. Setelah Abimanyu kembali, kamu bisa pergi jika mau, Alisya." ~ Hudzaifah Malik Abraham.
Follow ig : desh_puspita
******
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23 - Merusak Suasana
"Dia tadi manggil Alisya apa?" tanya Azkara memastikan, mana tahu salah pendengaran.
"Sayang tuli, Sayang!! Telingamu pakai, jangan cuma jadi hiasan!!" timpal Om Zean penuh penekanan, seakan tengah berusaha menyadarkan Azkara bahwa putranya tidak secupu itu.
"Kasar banget sih, Om Zean ... orang cuma nanya juga."
Hanya dengan kata-kata keramat yang dia lontarkan dari bibirnya, bisik-bisikan ghaib mulai terdengar. Tidak hanya Azkara yang meragukan pendengarannya, tapi hampir semua.
Suasana yang tadi riuh masih bertahan sehening itu. Tidak ada ledekan spontan, mereka yang kemarin menjadikan Hudzai bahan candaan seketika terperanga lantaran dibuat terkejut akan keadaan.
Keyakinan mereka terpatahkan, tidak ada Hudzai yang cupu sebagaimana ungkapan Sean. Pembawaan Hudzai yang begitu natural, ditambah lagi Alisya juga seolah sudah biasa membuat pertunjukan itu kian sempurna.
Panggilan sayang dari Hudzai memang baru kali ini mereka dengar, tapi bagi Alisya tidak. Sebelumnya juga sudah pernah hingga dia tidak berpikir sang suami bersikap demikian demi memperbaiki citra di depan keluarga besar, Om Sean terutama.
Pun dengan cara bicaranya juga sama seperti tengah berdua, hanya sedikit tambahan dimana pria itu menyebut dirinya sendiri dengan panggilan Aa' hingga semakin terdengar manis di telinga.
Tak hanya ucapan yang terdengar manis, tapi tindakannya juga demikian. Usai mengambil nasi untuknya sendiri, Hudzai juga mengambilkan untuk sang istri.
"Segini cukup?" tanya Hudzai amat lembut, tak ketinggalan sembari menatap lawan bicaranya.
"Kebanyakan, A' ... Neng masih agak kenyang soalnya."
Alisya menjawab cepat sekaligus meminta dikurangi nasinya karena memang Hudzai tidak tanggung-tanggung mengambilkan nasi untuk sang istri, persis porsi tukang gali.
"Segini?"
"Iya segitu."
"Wajar tipis begitu badannya ... banyakan juga makan Miwon," gumam Hudzai sembari menggeleng pelan dan seketika saja dia teringat akan kucing kesayangan kakak sepupunya.
Setelah sebelumnya sarapan harus dibantu, Hudzai beranggapan demikian. Dia bergumam sangat pelan, tapi karena jarak mereka memang begitu dekat jelas saja sedikit banyak akan terdengar oleh oleh sang istri.
"Aa' bilang apa barusan?"
Hudzai tersenyum simpul, entah kenapa terasa lucu sekali di telinganya. "Ah? Tidak, lupakan ... kamu mau bagian mana?"
"Itu kan sayap semua, A'," celetuk Alisya pada sang suami hingga membuat Hudzai terkesan asal bertanya.
"Bwahahaha!! Maksudnya yang mana? Kecil atau besar?"
"Kecil saja."
Sesuai perintah, Hudzai memenuhi keinginan sang istri. Mereka berinteraksi seadanya, karena di sisi lain Mama Syila dan beberapa tantenya sudah mulai menikmati makanan masing-masing.
Pun jika membicarakan Alisya dan Hudzai, mereka akan menggunakan kode lewat kedipan mata dan senyum karena sadar bukan waktunya untuk membahas hal itu di meja makan.
Berbanding terbalik dengan para saudara sepupunya yang sampai tidak bisa fokus sebentar saja. Tangan kemana, mata kemana dan otak juga memikirkan apa, tidak ada yang sinkron.
Sampai-sampai, Habil sama sekali tidak sadar nasinya kini sudah menggunung karena sejak awal memang hanya ambil nasi tanpa berpikir ambil yang lain.
Bukan hanya Habil, Haura yang juga benar-benar tidak menyangka bahwa sang kakak bisa bersikap manis juga tidak jauh berbeda. Jika piring Habil penuh diisi nasi, maka piring Haura isinya full ayam dan baru terhenti tatkala Hudzai menyadarkannya.
"Haura, Habil ...."
"Heum? Iya, Kak?" timpal mereka secara bersamaan.
"Kalian baru bebas dari penjara ceritanya?"
"Ih sembarangan!! Kenapa Kakak nanya gitu?" tanya Haura tak terima sembari terus menggenggam centong sayur dan bermaksud untuk mengambil buncis di sebelahnya.
Dengan bibir yang kini mau beberapa senti, Haura tampak sebal pada Hudzaifah, begitu juga Habil.
"Tahu nih, sembarangan banget kalau ngomong."
"Lalu, kenapa piring kalian menggunung begitu?"
"Heih?"
Sontak Habil dan Haura mengembalikan nasi dan lauk yang sudah telanjur diambil untuk diri sendiri itu.
Suasana makan malam yang tadi sempat hening pasca Hudzai unjuk gigi, kini kembali riuh dengan alasan lain. Bukan karena menertawakan Hudzai lagi, tapi kelakuan dua cucu Mikhail tersebut.
"Haura bikin papa malu, nanti dikira tidak pernah dibeliin ayam di rumah tahu?"
"Ih, piring Papa juga penuh banget itu kulihat," celetuk Haura tak mau kalah dan terpojok sendirian karena faktanya, piring sang papa juga sama menggunungnya.
"Ha-ha-ha!! Iya ... saking bangganya sama putra kesayangan papa jadi tidak fokus," aku Papa Zean secara terang-terangan karena memang dia sebangga itu pada Hudzai malam ini.
Terlebih lagi, melihat semua orang yang sampai meragukan kejantanan putranya seketika terdiam. "Hudzai, jempol untukmu!!" lanjut Papa Zean memberikan kedua jempol ke arahnya.
Hal tersebut seketika membuat Hudzai tersenyum tipis, pengakuan sang papa memang Hudzai butuhkan sebagai validasi bahwa tindakannya tidak salah.
Siapa sangka, beberapa orang di sana justru terkejut dengan tanggapan Papa Zean. Bukan tanpa alasan, karena biasanya pria kerap tidak menyukai tindakan anak-anaknya bahkan berakhir marah.
"Om tidak marah?"
"Kenapa harus marah, Azka? Apa Hudzai melakukan kesalahan di sini?" tanya Papa Zean balik dengan nada bicara persis ngajak perang saudara.
"Tidak sih, tapi 'kan biasanya Om begitu."
"Begitu? Begitu gimana?"
"Ya begitu, Om 'kan doyan marah."
"Untuk yang kali ini tidak!! Hudzai dengarkan Papa ... Papa bangga sekali akan sikapmu, tetap begitu dan kalau bisa lebih romantis lagi, My Sweetie!!" seru Papa Zean yang membuat kesan lakik Hudzai seketika berkurang.
Cara Papa Zean mengungkapkan rasa bangga tak ubahnya seperti yang sudah-sudah, kurang lebih sama seperti membanggakan Hudzai di sekolah. "Huft, benar-benar merusak suasana!! Harusnya cukup di hadapan Om Sean saja ... tidak perlu di hadapan Papa juga."
.
.
- To Be Continued -
...Assalamualaikum, selamat pagi semua ... Mohon maaf atas dua hari yang menghilang sebelumnya. Momen idul Adha kali ini sedikit berbeda, Author tidak up bukan karena malas atau bagaimana. Hanya saja, ingin menikmati kebersamaan sepenuhnya hingga ambil libur dua hari full tanpa nulis di NT (Sebelah juga sama). Belajar dari pengalaman, di karya sebelumnya Author terkadang sampai menjadi anti sosial hanya demi pekerjaan, tapi nyatanya Author kehilangan banyak waktu bersama orang-orang yang Author sayangi dan ketemunya mungkin hanya setahun sekali. Mohon maaf jika membuat tidak nyaman dan menunggu, terima kasih untuk yang sudah bersabar dan tetap baik selama menunggu. ...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Salam hangat - Desy Puspita ...