Deskripsi:
Di sebuah ruang sunyi yang dihiasi mawar merah dan lilin-lilin berpendar redup, seorang pengantin dengan gaun merah darah duduk dalam keheningan yang mencekam. Wajahnya pucat, matanya mengeluarkan air mata darah, membawa kisah pilu yang tak terucap. Mawar-mawar di sekelilingnya adalah simbol cinta dan tragedi, setiap kelopaknya menandakan nyawa yang terenggut dalam ritual terlarang. Siapa dia? Dan mengapa ia terperangkap di antara cinta dan kutukan?
Ketika seorang pria pemberani tanpa sengaja memasuki dunia yang tak kasat mata ini, ia menyadari bahwa pengantin itu bukan hanya hantu yang mencari pembalasan, tetapi juga jiwa yang merindukan akhir dari penderitaannya. Namun, untuk membebaskannya, ia harus menghadapi kutukan yang telah berakar dalam selama berabad-abad.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29: JALAN MENUJU KEGELAPAN
Kabut semakin tebal, menyelimuti mereka seperti selimut berat yang menekan setiap langkah. Jalan menuju pusat kekuatan kegelapan itu tidak hanya penuh dengan rintangan fisik, tetapi juga dengan teror psikologis. Suara-suara aneh terdengar dari segala arah, bisikan halus yang tampak berusaha menanamkan rasa ragu di hati mereka.
"Kalian tidak akan pernah sampai ke sana," suara itu berbisik, terdengar di telinga masing-masing. "Kegelapan adalah bagian dari kalian. Kalian tidak bisa menghindarinya."
Raka mengabaikan suara itu, menggenggam pedangnya lebih erat. Ia tahu bahwa suara itu adalah bagian dari kegelapan yang mencoba menggoyahkan tekad mereka. Namun, hatinya masih berat dengan rasa takut yang tidak bisa ia hilangkan. Ia memandang teman-temannya—wanita penjaga yang kini terlihat lelah, pria tua yang tetap berjalan meskipun tubuhnya gemetar, dan dua orang tambahan yang bergabung dengan mereka beberapa hari yang lalu, seorang pria pendiam bernama Lando dan wanita muda bernama Ilya.
"Kita harus terus maju," kata Raka dengan suara yang lebih tegas daripada perasaannya sendiri. "Ini satu-satunya cara untuk mengakhirinya."
Mereka melanjutkan perjalanan, langkah demi langkah menuju pusat kabut yang tampaknya semakin jauh meskipun mereka sudah berjalan lama. Jalanan berubah, dari reruntuhan kota menjadi lorong-lorong gelap yang terasa tidak nyata. Batu-batu besar dengan ukiran-ukiran aneh muncul di sepanjang jalan, memancarkan cahaya samar yang membuat suasana semakin menyeramkan.
"Ini tidak seperti tempat biasa," gumam Ilya, matanya memandang ukiran-ukiran itu dengan ngeri. "Seolah-olah ini adalah dunia lain."
"Karena memang begitu," jawab pria tua itu sambil memeriksa salah satu ukiran. "Ini adalah ruang antara. Tempat di mana batas antara dunia kita dan dunia kegelapan saling bertemu."
Wanita penjaga menoleh dengan tatapan khawatir. "Apa artinya itu? Kita semakin dekat atau semakin jauh dari tujuan kita?"
Pria tua itu tidak menjawab, hanya melanjutkan perjalanan dengan lebih hati-hati. Namun, sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, suara langkah berat terdengar di kejauhan. Langkah-langkah itu menggema, semakin mendekat, dan dari balik kabut muncul makhluk besar berbentuk aneh, dengan tubuh seperti bayangan yang terus bergerak.
Makhluk itu menatap mereka dengan mata merah menyala, dan tanpa peringatan, ia melompat menyerang.
"Awas!" teriak Raka, mendorong Ilya ke samping sebelum makhluk itu menghantam tanah tempat mereka berdiri.
Pertempuran pun dimulai. Raka dan wanita penjaga langsung menghadapi makhluk itu, sementara Lando dan Ilya mencoba melindungi pria tua yang mulai membaca mantra. Makhluk itu bergerak dengan cepat meskipun tubuhnya besar, menyerang dengan cakar-cakar tajam yang mampu menghancurkan batu dengan mudah.
Raka menyerang dengan pedangnya, tapi serangannya hanya melewati tubuh makhluk itu seperti menusuk udara. "Ini tidak mungkin!" teriaknya, melihat bahwa makhluk itu tidak terpengaruh oleh serangannya.
"Makhluk ini bukan dari dunia kita," kata pria tua itu, suaranya terdengar panik. "Kalian tidak bisa melawannya dengan cara biasa. Aku butuh waktu untuk membuka jalan!"
"Berapa lama?" tanya wanita penjaga, menghindari serangan cakar makhluk itu dengan susah payah.
"Beberapa menit!"
"Kita tidak punya beberapa menit!" teriak Ilya, mengarahkan panahnya ke arah makhluk itu. Panahnya pun sama tidak efektifnya, hanya menembus tubuh makhluk itu tanpa memberikan kerusakan.
Namun, meskipun mereka berada di bawah tekanan, mereka tidak menyerah. Raka berusaha memancing perhatian makhluk itu, memberikan waktu bagi pria tua itu untuk menyelesaikan mantranya. Makhluk itu berbalik ke arah Raka, matanya yang merah menyala penuh dengan kebencian. Ia melompat ke arahnya, dan Raka hanya bisa melindungi dirinya dengan pedangnya, berharap bisa bertahan cukup lama.
Sementara itu, pria tua itu akhirnya menyelesaikan mantranya. Sebuah cahaya terang muncul di udara, membentuk lingkaran besar yang tampaknya membuka jalan baru di depan mereka. "Cepat! Masuk ke dalam lingkaran itu!"
Mereka semua berlari menuju lingkaran, sementara makhluk itu mencoba menghentikan mereka. Wanita penjaga adalah yang terakhir melompat masuk, tepat sebelum makhluk itu bisa menangkapnya. Begitu mereka semua berada di dalam lingkaran, cahaya itu memudar, dan mereka menemukan diri mereka di tempat yang berbeda.
---
Di dalam pusat kabut.
Tempat itu jauh lebih menyeramkan daripada apa yang mereka bayangkan. Langit di atas mereka gelap tanpa bintang, sementara tanahnya terbuat dari sesuatu yang terlihat seperti abu. Di kejauhan, mereka bisa melihat sebuah bangunan besar, seperti istana yang terbuat dari batu hitam.
"Itu pasti pusat kekuatannya," kata pria tua itu, suaranya penuh dengan kekhawatiran. "Kita harus masuk ke sana dan menghancurkannya."
Namun, sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, mereka merasakan kehadiran lain di sekitar mereka. Dari bayangan di tanah, muncul sosok-sosok menyeramkan—makhluk-makhluk bayangan yang tampak seperti manusia tetapi tanpa wajah. Mereka tidak bergerak seperti manusia, tetapi meluncur di atas tanah dengan kecepatan yang mengerikan.
"Mereka datang lagi!" teriak Lando, mengangkat senjatanya.
Pertempuran berikutnya lebih brutal daripada sebelumnya. Makhluk-makhluk bayangan itu menyerang tanpa henti, membuat mereka semakin lelah. Namun, di tengah kekacauan itu, Ilya menemukan sesuatu yang aneh—sebuah batu kecil dengan ukiran yang mirip dengan yang mereka lihat di jalan sebelumnya.
"Apa ini?" tanyanya, memungut batu itu. Begitu dia menyentuhnya, makhluk-makhluk bayangan itu tampak terhenti untuk sesaat, seperti terganggu oleh sesuatu.
Pria tua itu menoleh dengan cepat. "Itu adalah fragmen dari kekuatan mereka! Gunakan itu untuk melawan mereka!"
Dengan batu itu, Ilya menemukan bahwa ia bisa melukai makhluk-makhluk bayangan itu. Satu per satu, mereka mulai mundur, meskipun perlahan. Namun, mereka tahu bahwa ini hanyalah permulaan. Di depan mereka, istana hitam itu tampak seperti raksasa yang menunggu untuk menghancurkan mereka.
"Kita harus masuk ke sana," kata Raka, suaranya tegas meskipun lelah. "Ini satu-satunya cara untuk mengakhiri semua ini."
Mereka melangkah maju, menuju istana hitam yang tampak seperti jantung dari kegelapan itu sendiri. Kabut semakin pekat, tetapi mereka tidak mundur. Dengan setiap langkah, mereka mendekati akhir dari perjalanan mereka—atau mungkin, awal dari sesuatu yang lebih mengerikan.