800 setelah perang nuklir dahsyat yang melibatkan Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok, dunia telah berubah menjadi bayangan suram dari masa lalunya. Peradaban runtuh, teknologi menjadi mitos yang terlupakan, dan umat manusia kembali ke era primitif di mana kekerasan dan kelangkaan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Di tengah reruntuhan ini, legenda tentang The Mockingbird menyebar seperti bisikan di antara para penyintas. Simbol harapan ini diyakini menyimpan rahasia untuk membangun kembali dunia, namun tak seorang pun tahu apakah legenda itu nyata. Athena, seorang wanita muda yang keras hati dan yatim piatu, menemukan dirinya berada di tengah takdir besar ini. Membawa warisan rahasia dari dunia lama yang tersimpan dalam dirinya, Athena memulai perjalanan berbahaya untuk mengungkap kebenaran di balik simbol legendaris itu.
Dalam perjalanan ini, Athena bergabung dengan kelompok pejuang yang memiliki latar belakang & keyakinan berbeda, menghadapi ancaman mematikan dari sisa-s
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33: Di Ambang Kehancuran
Medan perang yang dulunya dipenuhi semangat juang kini berubah menjadi kuburan penuh dengan puing dan mayat. Suara ledakan masih terdengar, meskipun kini lebih jarang, menggantikan sorakan pasukan yang sebelumnya begitu lantang. Pasukan revolusi yang dipimpin Athena kini terdesak di sudut medan pertempuran. Mereka terjebak dalam pertempuran yang tak seimbang, melawan pasukan Atlantis yang datang dengan kekuatan yang tak terhentikan.
Athena berdiri tegak di tengah kerusakan, wajahnya tercakup debu dan darah. Namun, di matanya masih ada kilatan semangat. Pasukan yang bertahan di bawah komandonya masih berusaha sekuat tenaga untuk melawan, meskipun mereka tahu bahwa hari ini adalah hari yang sangat berat. Mereka berhadapan dengan pasukan yang lebih terlatih dan lebih maju, namun tak ada satu pun dari mereka yang mundur.
"Kael!" Athena berteriak keras di tengah kekacauan, mencari sosok sahabatnya di antara pasukan yang berjuang. Kael muncul dari balik tumpukan reruntuhan, wajahnya lelah namun tekadnya tetap tak goyah.
"Athena," Kael menjawab, suaranya tegas meskipun jelas ada kelelahan di sana. "Pasukan kami hampir habis. Kami... kami tak bisa bertahan lebih lama."
Athena menatap Kael dengan tajam. Ia tahu bahwa mereka sedang berada di ambang kehancuran. Pasukan Atlantis sudah menyebar di seluruh medan perang, dan pasukan revolusi hanya tinggal sedikit. Namun, meskipun keadaan tampak tanpa harapan, Athena menolak untuk menyerah.
"Kita tidak bisa mundur, Kael. Jika kita mundur, maka perjuangan kita selama ini akan sia-sia," Athena berkata, suaranya penuh dengan tekad.
Kael menunduk sejenak, menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya mengangkat wajahnya dan memandang Athena. "Kau tahu itu tidak mudah. Tapi apa yang bisa kita lakukan sekarang? Pasukan Atlantis terlalu kuat."
Athena menggenggam pedangnya lebih erat, tatapannya mengarah ke langit yang kini gelap, dihiasi kilat dan awan-awan gelap yang bergerak cepat. "Kita tidak perlu melawan mereka sekarang. Kita hanya butuh waktu, Kael. Waktu untuk mengumpulkan kembali pasukan kita, untuk menguatkan tekad kita. Aku akan mengatur pertemuan dengan faksi-faksi lainnya."
Kael menatap Athena, melihat keyakinan yang ada di mata perempuan itu. Meskipun dunia mereka runtuh di sekitar mereka, Athena masih bisa melihat secercah harapan di tengah keputusasaan. "Apa yang kau rencanakan?" tanyanya dengan penuh harap.
"Aku akan berbicara dengan pemimpin-pemimpin faksi lainnya," jawab Athena. "Kita butuh aliansi, kita butuh lebih banyak dukungan. Jika kita terus bertarung sendirian, kita akan hancur. Namun jika kita bisa menyatukan kekuatan kita, mungkin kita bisa menghentikan tirani Atlantis."
Meskipun Kael meragukan apakah itu mungkin, ia tahu bahwa Athena adalah pemimpin yang tidak akan mudah menyerah. "Jika kau yakin, aku akan mendukungmu."
Athena mengangguk dengan penuh keyakinan. Namun, ia tahu bahwa rencananya tidak akan mudah. Pasukan Atlantis sudah sangat kuat, dan faksi-faksi yang masih ada di luar sana juga tidak semuanya berpihak pada mereka. Beberapa bahkan mungkin melihat Athena dan pasukan revolusi sebagai ancaman. Tetapi ia tak bisa berhenti sekarang.
"Kael, kita harus bertahan lebih lama. Kita akan membuat mereka tahu bahwa kita tidak akan pernah berhenti berjuang," katanya dengan suara penuh tekad.
Di tengah medan perang yang penuh kehancuran, Athena menarik Kael lebih dekat. "Aku akan memimpin pasukan revolusi ini menuju kemenangan, apapun yang terjadi."
Kael hanya bisa menatapnya, mencoba meresapi kata-kata itu. Namun, ia tahu bahwa pertarungan mereka baru saja dimulai. Jika mereka ingin mengalahkan Atlantis, mereka harus menggali kekuatan yang lebih besar dari sekadar pedang dan peluru. Mereka harus menyatukan dunia yang hancur ini, dan mencari cara untuk membangun aliansi dengan kekuatan-kekuatan yang tersembunyi.
Namun, di saat yang sama, pasukan Atlantis yang dipimpin oleh Jenderal Theron tidak tinggal diam. Mereka tahu bahwa revolusi Athena adalah ancaman besar, dan mereka akan mengirimkan lebih banyak pasukan untuk menghancurkan setiap gerakan yang mencoba bangkit melawan mereka. Atlantis sudah memutuskan untuk mengakhiri perjuangan ini sekali dan untuk selamanya.
Pagi hari berikutnya, pasukan revolusi yang tersisa memulai perjalanan mereka menuju kawasan terpencil di luar medan perang, meninggalkan medan yang penuh dengan mayat dan kehancuran. Mereka harus mencari aliansi, menemukan faksi-faksi yang masih setia dengan cita-cita mereka. Meskipun banyak yang kehilangan harapan, Athena tetap teguh dalam keyakinannya bahwa mereka bisa bangkit kembali.
Selama perjalanan mereka, mereka bertemu dengan beberapa kelompok yang selamat, namun sebagian besar dari mereka sudah terpecah belah dan lelah berjuang. Banyak yang meragukan kemampuan Athena untuk memimpin mereka, mengingat keadaan yang semakin sulit. Namun, Athena tahu bahwa jika mereka tidak bersatu, maka tak ada yang akan bertahan.
"Jangan biarkan mereka membunuh harapan kita," kata Athena kepada pasukannya yang setia. "Kita mungkin kalah di sini, tapi kita tidak akan kalah selamanya."
Pesannya mengalir seperti api yang menyala di hati para pejuangnya. Walaupun harapan mereka semakin tipis, semangat mereka tetap hidup. Dan selama Athena masih ada di depan mereka, mereka tahu bahwa mereka akan terus bertahan.
Namun, pasukan Atlantis tidak akan membiarkan revolusi itu berkembang. Mereka akan melanjutkan pengejaran mereka, mengirimkan pasukan lebih banyak, dan menekan setiap gerakan yang mencoba menghalangi kekuasaan mereka. Dan di atas itu semua, sebuah pertanyaan besar masih menggantung di benak Athena: Dapatkah mereka benar-benar mengalahkan Atlantis dan mengembalikan dunia yang telah hancur ini ke jalan yang benar?
Waktu akan menentukan jawabannya.