Hanya karena Fadila berasal dari panti asuhan, sang suami yang awalnya sangat mencintai istrinya lama kelamaan jadi bosan.
Rasa bosan sang suami di sebabkan dari ulah sang ibu sendiri yang tak pernah setuju dengan istri anaknya. Hingga akhirnya menjodohkan seseorang untuk anaknya yang masih beristri.
Perselingkuhan yang di tutupi suami dan ibu mertua Fadila akhirnya terungkap.
Fadila pun di ceraikan oleh suaminya karena hasutan sang ibu. Tapi Fadila cukup cerdik untuk mengatasi masalahnya.
Setelah perceraian Fadila membuktikan dirinya mampu dan menjadi sukses. Hingga kesuksesan itu membawanya bertemu dengan cinta yang baru.
Bagaimana dengan kehidupan Fadila setelah bercerai?
Mampukah Fadila mengatasi semua konflik dalam hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30.
Seminggu kemudian ....
Siang ini acara peluncuran produk terbaru dari perusahaan AR COMPANY akan di luncurkan. Perhiasan rancangan Fadila ini telah selesai di kerjakan. Bukan hanya rancangan Fadila saja, ada beberapa rancangan lainnya yang ikut di launcingkan juga.
Hanya saja yang rancangan Fadila sendiri di buat menjadi produk utama untuk peluncuran kali ini.
Di apartemen Arnan, seorang wanita masih sibuk saling kejar dengan anaknya yang sudah semakin bertumbuh. Anan sudah mulai ekspresif dan lebih ceria sejak kehadiran Arnan.
Bocah itu sudah mau berlari-larian layaknya anak kecil sesusianya. Bahkan semakin cerdas saja pemikirannya. Sampai terkadang Fadila bingung bagaimana menghadapinya.
"Anan! Pakai dulu bajunya, Nak."
Entah sudah berapa kali Fadila memanggil anaknya agar pakai baju. Tetap saja bocah itu tak mendengarkan dan asik berlarian keliling ruang tengah hingga dapur.
"Anan! Jangan lari-lari, sayang. Nanti kalau jatuh gimana?" Fadila masih saja mengikuti langkah Anan yang lincah.
"Ndak jatuh kok, Mi." Anan menyahut tanpa menghentikan langkahnya.
"Kalau jatuh Mami gak mau tolongin kamu, ya!"
Kaki bocah itu berhenti bergerak mendengar ucapan maminya yang tak pernah main-main.
"Jangan gitu, Mami. Nanti aku cakit gimana?" Polos Anan menatap Fadila dengan bibir di majukan.
Anan hanya belum bisa mengucapkan huruf R dan S dengan benar. Selebihnya bocah itu sudah bisa dan mengerti, walau terkadang bisa mengucapkannya juga.
"Biarin! Mami gak perduli kalau Anan sakit, anak nakal gak usah di temani."
Fadila meninggalkan Anan yang menatapnya, bukan bermaksud jahat atau kejam pada anaknya. Fadila hanya tidak ingin Anan sampai jatuh dan terluka. Hal itu bisa lebih melukai hatinya melihat luka di tubuh sang anak.
"Mami, jangan tinggalin aku." Anan berlari mengejar Fadila yang meninggalkannya sendirian.
"Aku janji gak nakal lagi, Mi. Jangan pelgi, aku cayang Mami."
Anan memeluk kedua kaki Fadila yang sudah berhenti melangkah. Bocah itu bahkan mulai menangis karena takut tak di perdulikan oleh maminya lagi.
Menyadari anaknya menangis, Fadila menghela napas dan menyudahi aksi marahnya pada Anan.
"Sayang, Mami gak akan pergi kok. Kemanapun Mami pergi, Anan pasti akan Mami bawa. Selain itu, Mami cuma gak mau kalau sampai anak Mami yang tampan ini terjatuh karena lari-lari seperti tadi. Nanti kamu juga yang merasakan sakitnya," ucap Fadila.
Ibu satu anak itu berjongkok dan mendekap tubuh berisi Anan. Menggendong tubuh itu dan berjalan menuju kamar mereka.
"Maafin aku, Mi." Fadila tersenyum mendengar permintaan maaf anaknya.
"Iya, sayang. Asal Anan gak melakukan hal yang bisa melukai diri Anan sendiri. Mami gak mau kamu terluka."
Kecupan sayang di berikan Fadila pada Anan yang berada di gendongannya. Saat akan membuka pintu kamar, pintu itu sudah lebih dulu terbuka dari dalam.
"Eh, Mas! Kamu sudah selesai?" Kaget Fadila.
Arnan yang membuka pintu secara terburu-buru dan tergesa hendak keluar juga di buat kaget dengan keberadaan anak istrinya.
"Astaga." Pria itu mengusap dadanya untuk menghilangkan kagetnya. "Maaf, Mas buat kamu kaget." Arnan mengusap kepala Fadila lembut.
Wanita itu tersenyum lembut pada suaminya. "Gak papa, Mas. Tapi kenapa kelihatan terburu-buru begitu?"
"Mas, gak ngelihat kalian berdua di kamar, jadi mau keluar untuk cari. Ternyata sudah nongol di depan pintu," ucap Arnan tersenyum garing.
"Tadi kejar Anan di ruang tengah, gak mau pakai baju," ucap Fadila.
Arnan dapat melihat posisi Anan memeluk Fadila seperti anak koala. Bahkan bocah kecil itu diam saja.
"Anan!" panggilnya.
Yang di panggil mengangkat kepala lalu menoleh. "Daddy." Anan mengulurkan kedua tangannya pada Arnan.
Dengan senang hati Arnan menerima tubuh anaknya. Di kecupnya wajah tampan Anan sembari menghapus air mata yang masih ada di wajah Anan.
"Kenapa nangis baby boy nya, Daddy?" Tanyanya.
"Aku nakal, Mami malah cama aku," sahutnya lirih sedih.
Arnan menatap Fadila yang hanya menghela napas pelan. Seperti biasa, Anan akan selalu mengadu pada Daddy nya tentang apapun yang di lakukan Fadila.
"Kalau begitu, anak Daddy yang hebat ini gak boleh nakal lagi. Karena sebenarnya anak nakal itu temennya hantu," ucap Arnan yang membuat Fadila melotot kaget.
Bagaimana tak kaget kalau sang suami malah mengatakan hal yang tak wajar. Sedangkan Anan menatap daddy nya serius.
"Hantu? Hantu itu apa, Daddy?" Tanya Anan dengan wajah polos dan penasaran.
"Hantu itu makhluk halus yang sangat jahat, sukanya sama anak-anak yang nakal dan gak nurut sama Mami Daddy nya," ucap Arnan.
"Tapi aku gak nakal kok, Daddy." Anan geleng kepala. " Kalau begitu, jangan pernah buat Mami marah atau pun menangis, oke baby boy?"
Arnan mengulurkan jari kelingkingnya pada Anan yang di sambut bocah itu.
"Oke Daddy, aku mau jadi supelman yang bica jagain, Mami." Anan tersenyum lebar sembari mengangkat kedua tangannya.
Fadila tersenyum manis melihat anaknya, begitupun dengan Arnan yang sangat bahagia dengan kehidupannya saat ini. Meski ia belum bisa memiliki sang istri sepenuhnya.
Bukan tidak ingin, Arnan hanya merasa belum wkatunya ia meminta. Mungkin nanti setelah resepsi. Pria itu ingin memanjakan Anan lebih dulu sebelum memanjakan maminya Anan.
Setelah beberapa saat kemudian, keluarga kecil itu sudah siap untuk berangkat. Jack sudah menunggu di mobil yang terparkir di lobi apartemen mewah itu.
"Daddy, aku mau cama Om Kliting di depan." Anan menunjuk kursi depan.
Anan yang awalnya kesulitan memanggil nama Jack. Memberi panggilan sendiri untuk Sekretaris merangkap asisten daddy nya. Om Kliting, seperti rambut Jack yang bagian belakangnya kriting.
Fadila sempat melarang panggilan Anan untuk Jack yang di rasanya kurang sopan. Tapi Jack malah sangat senang dengan panggilan itu. Akhirnya Fadila diam saja karena yang di panggil pun setuju.
"Baiklah, Baby Boy." Arnan dengan senang hati menuntun putranya ke depan dan mendudukkan Anan di sana.
Memakaikan sabuk pengaman agar Anan tak terjatuh saat banyak bergerak. Jack yang sudah menutup pintu mobil setelah semuanya naik segera melaju.
"Om Kliting, nanti di cana banyak makanannya ndak?" Tanya Anan yang cukup dekat dengan Jack.
"Banyak, Tuan Muda. Bahkan ada kue kesukaan Tuan Muda juga di sana," sahut Jack.
"Asik ... Ayo cepat Om, nanti kue nya habis." Semangat Anan menatap Jack.
"Oke, Tuan Muda. Pegangan yang erat, ya?"
Anan memegang sabuk pengaman di tubuhnya erat sesuai ucapan Jack. Seakan mereka akan melaju sangat kencang. Padahal mobil melaju seperti biasanya saja.
Fadila hanya diam di kursi belakang bersama Arnan yang merangkul bahunya. Mendengarkan cerita sang anak bersama Jack, membuat wanita itu mengulum senyum.
Anaknya sudah semakin banyak kemajuan dan lebih mau bergaul dengan orang lain yang baru di temuinya.