dibaca aja ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggun juntak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
menutup pintu kegelapan
Di dalam kuil kuno yang dipenuhi dengan simbol-simbol yang telah memudar oleh waktu, Arka dan Maya berdiri di hadapan batu besar yang terukir dengan tanda-tanda aneh. Sekeliling mereka terasa sunyi, hanya ada suara detak jantung mereka yang bergema di ruang yang penuh ketegangan itu. Pria tua yang telah memperkenalkan dirinya sebagai penjaga Pintu Kegelapan, berdiri diam di samping mereka, matanya penuh dengan harapan dan kecemasan yang tercampur.
"Apakah kalian siap?" tanya pria itu dengan suara dalam yang penuh makna.
Arka mengangguk perlahan. "Kami siap. Tapi kami tidak tahu apa yang akan terjadi."
Maya memandang Arka, mencari jawaban yang lebih dalam. "Kita tidak bisa mundur sekarang. Apa pun yang terjadi, kita harus melakukannya."
Pria tua itu mengangkat tangannya, memunculkan cahaya dari batu yang berada di tengah ruangan. Cahaya itu mulai berputar perlahan, membentuk lingkaran yang semakin besar. "Ingat," katanya, "hanya dengan menghadapi kegelapan yang ada dalam diri kalian, pintu ini bisa ditutup. Jika kalian ragu, atau jika salah satu dari kalian menghindar dari kegelapan itu, semuanya akan gagal."
Arka merasakan ketegangan yang semakin menekan. Ketakutan itu mulai muncul bukan dari luar, tetapi dari dalam dirinya sendiri. Ia tahu, menghadapi Pintu Kegelapan bukan hanya tentang melawan musuh yang tampak, tetapi tentang melawan dirinya sendiri.
Maya menghela napas, lalu melangkah maju, mendekat ke batu yang memancarkan cahaya itu. "Kegelapan itu ada dalam diri kita semua," katanya. "Kita harus menghadapi apa yang telah kita sembunyikan."
Arka mengikutinya, meski hatinya berdebar lebih kencang. Ketika mereka berdua berdiri di samping batu itu, cahaya dari batu mulai memancar lebih terang, menyoroti wajah mereka, menyoroti ketakutan, penyesalan, dan kebingungan yang tersembunyi di kedalaman jiwa mereka.
Tiba-tiba, suara yang dalam dan bergema terdengar dari batu tersebut, seperti suara yang berasal dari zaman kuno. "Siapakah kalian yang berani membuka dan menutup Pintu Kegelapan? Apa yang kalian cari?"
"Jalan untuk menutupnya," jawab Arka dengan suara tegas, meskipun ia merasa jantungnya hampir keluar dari dada. "Kami tidak ingin dunia terpecah oleh kegelapan ini. Kami ingin kedamaian, tetapi kedamaian yang sejati tanpa bayangan yang menguasai."
Suara itu tertawa pelan. "Kedamaian? Seperti apa kedamaian itu jika tidak ada kegelapan? Tanpa kegelapan, terang tidak akan pernah bisa ada. Tanpa rasa takut, keberanian tidak akan lahir. Tanpa kehilangan, tidak akan ada arti dalam menemukan."
Maya merasakan sesuatu yang berat dalam kata-kata itu. Ia menatap Arka, dan untuk sesaat, ada keheningan di antara mereka. Apakah benar kedamaian yang mereka cari dapat tercapai tanpa menghadapi kegelapan dalam diri mereka sendiri? Apakah mungkin untuk melawan ketakutan mereka yang paling dalam?
Pertarungan dengan Diri Sendiri
Tiba-tiba, suasana di sekitar mereka berubah. Kegelapan yang dalam dan tebal mengisi ruang itu, seolah menghisap cahaya yang ada. Arka dan Maya mulai merasakan ketakutan yang mereka sembunyikan selama ini terbangun, mengisi setiap sudut pikiran mereka. Wajah mereka dipenuhi bayangan dari masa lalu kenangan yang mereka pilih untuk lupakan.
Bagi Arka, itu adalah gambaran dari rasa takut akan kegagalan. Selama ini, ia selalu merasa tidak cukup kuat untuk menyelesaikan perjalanannya, bahwa dunia ini lebih besar darinya. Bayangannya sendiri muncul di hadapannya, dengan wajah yang penuh dengan keraguan. "Kamu tidak akan bisa menghadapinya, Arka. Kamu hanya seorang penjelajah. Apa yang bisa kamu lakukan?"
Maya berdiri di sampingnya, merasakan ketakutan yang sama. Wajahnya penuh dengan bayangan dari masa lalunya, kenangan pahit yang tak pernah ia ceritakan kepada siapa pun. Bayangan itu berbisik, "Kamu selalu lari dari kenyataan, Maya. Kamu takut untuk menerima dirimu sendiri."
Arka merasakan hawa dingin merayap ke tulang-tulangnya. Namun, ia tahu bahwa ini adalah ujian. Ini adalah bagian dari kegelapan yang harus dihadapi. Dengan tekad yang kuat, ia melangkah maju, menyatukan hatinya dengan keinginan untuk mengubah nasib dunia ini. "Aku bukan hanya penjelajah," katanya pelan, namun dengan penuh keyakinan. "Aku adalah orang yang memilih untuk berjuang, bahkan ketika dunia terasa menentang."
Maya mengikuti, melangkah dengan penuh keberanian. "Aku bukan takut dengan kegelapan itu. Aku hanya perlu menghadapi diriku sendiri dan aku siap untuk itu."
Menutup Pintu
Cahaya yang ada di ruang itu semakin terang, membasahi kegelapan dengan sinar yang murni. Suara yang bergema tadi mulai menghilang, dan Pintu Kegelapan mulai terbuka perlahan. Namun, alih-alih menyemburkan kegelapan, yang keluar dari pintu itu adalah cahaya hangat yang mengalir seperti aliran sungai. Waktu kembali bergerak dengan normal, dan bayangan yang mereka hadapi menghilang.
Pintu Kegelapan akhirnya menutup, menghilang ke dalam ruang yang jauh dari jangkauan manusia. Kegelapan yang semula mengancam dunia kini hilang, tak tersisa.
Arka dan Maya berdiri di tengah kuil yang sekarang dipenuhi dengan cahaya. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka belum selesai, tetapi kemenangan kecil ini memberi mereka harapan. Mereka telah berhasil menghadapi kegelapan yang ada dalam diri mereka dan dunia, dan dengan itu, mereka telah menemukan sedikit kedamaian.
"Tidak ada yang akan sama lagi," kata Maya, matanya menyapu sekeliling ruangan yang sekarang terang benderang. "Tapi setidaknya kita tahu, kita bisa menghadapinya."
Arka mengangguk, merasa bahwa beban yang mereka bawa lebih ringan. "Dunia ini memang penuh dengan kegelapan, tetapi kita juga membawa cahaya. Dan itu, itu yang akan kita bawa ke masa depan."
---
Menatap Masa Depan
Kuil yang sebelumnya penuh dengan kegelapan kini berkilauan dengan cahaya lembut, memancar dari batu-batu yang terukir. Suasana yang tadinya mencekam kini terasa penuh dengan kedamaian, seperti alam yang telah menemukan keseimbangannya kembali. Arka dan Maya berdiri di sana, terdiam sejenak, merasakan perubahan yang baru saja terjadi bukan hanya pada dunia di sekitar mereka, tetapi juga pada diri mereka sendiri.
Pintu Kegelapan telah tertutup, namun perjalanan mereka belum selesai. Mereka tahu bahwa meskipun dunia ini tampak lebih terang, tantangan baru menanti di luar sana. Arka menoleh ke arah Maya, yang tampak termenung.
"Apakah kita sudah siap untuk melangkah ke depan?" tanya Arka, matanya menyelidik wajah Maya.
Maya menghela napas, seakan-akan beban yang berat telah terlepas dari pundaknya. "Siapa yang tahu? Dunia ini tidak pernah memberi jaminan bahwa kita akan aman," jawabnya dengan sedikit tawa, meski ada keraguan dalam suaranya. "Tapi aku rasa, dengan apa yang sudah kita hadapi, tidak ada yang lebih menakutkan daripada menghadapi ketakutan kita sendiri."
Arka tersenyum, sedikit lega mendengar kata-kata Maya. "Benar. Kegelapan itu ada, tapi kita telah belajar cara untuk menghadapinya. Sekarang, mungkin kita harus mencari tahu apa yang benar-benar kita inginkan dalam hidup ini."
Maya mengangguk. "Aku sudah lama tidak memikirkan itu. Terlalu sibuk dengan ketakutan dan harapan yang tak pasti. Mungkin, setelah ini, kita bisa menemukan jalan kita jalan yang lebih jelas."
Dengan langkah yang lebih pasti, mereka keluar dari kuil yang kini penuh cahaya. Dunia di luar tampak seperti tempat baru yang mereka belum pernah jelajahi sebelumnya. Udara terasa lebih segar, dan langit yang tadinya gelap, kini dihiasi dengan warna-warna cerah dari matahari yang mulai terbit. Dunia ini, meskipun penuh dengan misteri, tampaknya memberi mereka kesempatan untuk memulai sesuatu yang baru.
---
Menghadapi Dunia Baru
Setelah berhari-hari berkelana di sekitar kuil, Arka dan Maya memutuskan untuk kembali ke dunia yang mereka kenal. Namun, saat mereka melangkah keluar dari hutan menuju peradaban yang lebih besar, mereka mendapati bahwa banyak hal telah berubah. Dunia luar tidaklah sama dengan dunia yang mereka tinggalkan. Perubahan itu tidak hanya terasa pada lingkungan, tetapi juga pada orang-orang yang mereka temui.
Di kota yang mereka tuju, mereka melihat banyak orang yang merasa terperangkap dalam rutinitas kehidupan yang monoton. Terkadang mereka menemukan orang-orang yang tampaknya terjebak dalam keraguan dan ketakutan mereka sendiri, sama seperti mereka dulu. Arka dan Maya merasa bahwa meskipun mereka telah berhasil menutup Pintu Kegelapan, ada banyak pintu lain yang masih terbuka di dunia ini pintu-pintu yang mengarah pada tantangan baru, yang harus mereka hadapi dengan cara yang berbeda.
"Aku rasa kita bisa membantu mereka," kata Maya pada suatu malam, ketika mereka duduk berdua di luar sebuah kedai kopi, mengamati keramaian kota.
Arka mengangkat alis. "Membantu mereka? Maksudmu, orang-orang di sini?"
"Ya," jawab Maya dengan mata yang penuh tekad. "Kegelapan itu bukan hanya ada di dalam diri kita. Ada begitu banyak orang yang belum menemukan cara untuk menghadapi ketakutan mereka, yang terjebak dalam bayang-bayang masa lalu mereka. Mungkin, setelah perjalanan ini, kita bisa memberi mereka sedikit cahaya."
Arka terdiam sejenak, merenung. "Mungkin kamu benar. Kita mungkin tidak bisa mengubah dunia dalam satu malam, tapi setidaknya kita bisa memberi orang-orang itu kesempatan untuk melihat sedikit lebih jelas."
Dengan tekad yang baru, mereka mulai berbicara dengan orang-orang yang mereka temui, berbagi cerita tentang perjalanan mereka, tentang bagaimana mereka menghadapi kegelapan dalam diri mereka dan dunia mereka. Perlahan, mereka melihat perubahan kecil senyum-senyum yang mulai muncul di wajah orang-orang yang sebelumnya penuh dengan kekhawatiran. Terkadang, hanya mendengarkan dan menunjukkan jalan keluar dari kegelapan bisa memberikan lebih banyak daripada yang mereka bayangkan.
---
Titik Balik
Namun, tidak semua orang siap untuk perubahan. Beberapa orang yang mereka temui, meskipun tampaknya telah terbuka, masih berpegang pada ketakutan dan keraguan yang mendalam. Dunia mereka masih dilingkupi bayangan, dan meskipun mereka ingin berubah, jalan menuju kedamaian masih terasa kabur.
Suatu hari, saat mereka sedang menjelajahi sebuah desa yang terletak jauh di pedalaman, mereka bertemu dengan seorang wanita tua, yang tampak sangat bijaksana. Wanita itu mengundang mereka masuk ke rumahnya yang sederhana dan memberi mereka teh hangat.
"Aku tahu kalian datang untuk mencari jawaban," kata wanita itu setelah beberapa saat. "Tapi ingatlah, jawaban yang kalian cari tidak selalu datang dalam bentuk yang kalian harapkan."
Arka dan Maya saling pandang. "Apa maksudmu?" tanya Arka, penasaran.
"Ketika kalian menutup Pintu Kegelapan, kalian hanya menghapus satu kegelapan. Tapi dunia ini penuh dengan pintu-pintu lain yang akan terus terbuka. Kegelapan itu tidak hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam setiap hati manusia," jawab wanita itu, suaranya lembut namun penuh dengan kebijaksanaan.
"Jadi, apakah ini semua sia-sia?" tanya Maya dengan nada yang hampir putus asa.
Wanita tua itu tersenyum lembut. "Tidak. Itu bukan tentang menutup setiap pintu kegelapan yang ada. Itu tentang belajar menerima bahwa kegelapan dan cahaya adalah dua sisi dari mata uang yang sama. Kalian harus menerima bahwa dunia ini akan selalu berisiko. Tetapi, dengan menerima keduanya kegelapan dan cahaya kalian akan menemukan kedamaian dalam perjalanan yang tak terhindarkan ini."
---
Menerima Dunia
Kata-kata wanita tua itu mengusik pikiran Arka dan Maya sepanjang perjalanan mereka kembali ke dunia yang lebih luas. Mereka menyadari bahwa meskipun mereka telah menghadapi banyak rintangan dan mengatasi banyak kegelapan, dunia ini tidak akan pernah sepenuhnya bebas dari tantangan. Namun, kedamaian yang sejati datang bukan dari menghindari kegelapan, tetapi dari cara mereka menghadapi dunia yang penuh dengan ketidakpastian.
Mereka tahu bahwa perjalanan mereka belum berakhir. Kegelapan dan cahaya akan selalu menjadi bagian dari dunia ini, dan mereka harus siap untuk menghadapinya kapan pun itu datang. Tetapi sekarang, mereka tahu bahwa mereka tidak sendirian. Mereka memiliki kekuatan untuk memilih bagaimana menghadapi dunia, dan itu adalah kebebasan terbesar yang bisa mereka miliki.
Dengan langkah yang mantap, Arka dan Maya melanjutkan perjalanan mereka, tidak lagi mencari jalan yang sempurna, tetapi mencari cara untuk hidup dengan ketidakpastian, untuk terus maju, meskipun dunia ini penuh dengan misteri yang tak terpecahkan.
---
Bersambung...