Nindya seorang sekertaris yang sangat amat sabar dalam menghadapi sikap sabar bosnya yang sering berubah suasana hati. Hingga tiba-tiba saja, tidak ada angin atau hujan bosnya dan keluarganya datang ke rumahnya dengan rombongan kecil.
Nindya kaget bukan main saat membuka pintu sudah ada wajah dingin bosnya di depan rumahnya. Sebenarnya apa yang membuat bos Nindya nekat datang ke rumah Nindya malam itu, dan kenapa bosnya membawa orang tuanya dan rombongan?
Ayo simak kelanjutan ceritanya disini🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon VivianaRV, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14
"Kenapa pernikahannya tetap masih dilanjutkan sih ayah?" tanya Kaivan dengan raut wajah tidak terima.
"Ya mau bagaimana lagi saat ini kandungan Nindya sudah memasuki minggu ke tujuh kalau pernikahannya tidak dipercepat nanti keluarga kita malah bertambah malu" ucap Bara.
"Apa! Tujuh Minggu? ayah enggak salah lihat laporan pemeriksaan Nindya kan?" ucap Kaivan dengan tidak terima.
"Ayah jelas tidak salah melihat hasil laporan ini, nih kalau enggak percaya kamu bisa melihat dan membacanya sendiri" Bara memberikan selembar kertas itu kepada Kaivan, Kaivan langsung menerimanya.
"Bagaimana ini bisa terjadi?!" ucap Kaivan dengan kaget dan tidak percaya, Nindya yang penasaran pun juga ikut melihat laporan pemeriksaannya tadi.
"Loh kok aku hamil?" ucap Nindya juga ikut kaget setelah membacanya.
"Ya kamu memang saat ini sedang hamil nak, kenapa kamu malah kaget seperti itu?" ucap Eni.
"Bagaimana ini bisa terjadi?" ucap Nindya masih tidak percaya.
"Nindya bisa kita bicara sebentar di luar" ucap Kaivan.
"Kalian mau membicarakan apa?" tanya Leli.
"Ada hal penting yang perlu saya bahas dengan Nindya buk."
"Baiklah nak kalau begitu" Leli memberikan izin.
Kaivan lalu menggeret pelan tangan Nindya untuk mengikutinya. Mereka berdua berhenti di samping parkiran. "Kamu bisa jelaskan ini semua? Kenapa bisa hasil pemeriksaan kamu positif hamil?"
"Saya juga enggak tahu pak bagaimana laporan pemeriksaanku bisa menyatakan bahwa saat ini saya sedang hamil."
"Kamu berucap dengan benarkan? Kamu mengirimkan pesan pada saya bukan karena kamu hamil dengan laki-laki lain dan menuduh saya agar saya mau bertanggung jawab?" tuduh Kaivan dengan menyelidik.
"Astaga tidak mungkin saya berperilaku seperti itu pak, didalam perut saya ini enggak ada bayi sama sekali adanya makanan saja."
"Awas saja kalau yang saya tuduhkan tadi benar terjadi, saya tidak akan segan-segan memberikan kamu pelajaran yang tidak akan kamu lupakan. Tapi kamu berani jamin kalau dalam perutmu itu tidak ada bayi sama sekali kan?"
"Tentu saya bisa menjaminnya pak, bagaimana saya bisa hamil kalau dari lahir sampai saat ini saya tidak memiliki pacar sama sekali."
Ucapan terakhir Nindya tadi hampir membuat Kaivan tertawa tapi untung saja Kaivan bisa menahannya jadi tawanya tidak sampai meledak. Bisa mencak-mencak sekertarisnya itu kalau sampai Kaivan tertawa. Kaivan kira hanya kisah percintaannya saja yang mengenaskan ternyata ada yang lebih mengenaskan darinya.
"Kenapa wajah anda seperti itu pak? Anda sedang menahan tawa ya setelah mendengar ucapan saya tadi?"
Ditanyai seperti itu tawa Kaivan langsung menyembur seketika, dia tertawa sampai terbahak-bahak. Nindya yang melihat Kaivan tertawa lepas seperti itu pun terpesona karena Nindya kira Kaivan tidak bisa tertawa sama sekali.
"Anda kalau tertawa ternyata tampan sekali pak" ucapan Nindya langsung membuat Kaivan tersedak ludahnya sendiri.
"Ekhm..." Kaivan berusaha untuk tetap stay cool walaupun didalam hati Kaivan entah kenapa merasa berbunga-bunga.
"Anda tidak apa pak?"
"Tidak papa, saya baik-baik saja. Kita kita masuk ke dalam" Kaivan berjalan terlebih dulu tanpa menyamakan langkahnya dengan Nindya. Setelah itu mereka kembali duduk ke tempat semula.
"Jadi apa yang kalian bahas tadi selama ngobrol berdua?" tanya Eni.
"Bukan apa-apa bu, hanya hal kecil saja" Eni pun menanggapi dengan 'oh' saja.
"Nindya, Kaivan para orang tua sudah berdiskusi tadi saat kalian berdua tengah ngobrol berdua tadi. Kami para orang tua sudah memutuskan untuk menikahkan kalian seminggu lagi" ucap Bara dengan raut muka serius.
"Kenapa tanggal pernikahannya dimajukan begitu cepat?" ucap Kaivan.
"Mau bagaimana lagi? Kalau nikahnya kalian satu bulan lagi pasti perut Nindya akan terlihat jelas kalau sudah mengandung, jadi untuk meminimalisir itu kami semua sepakat untuk memajukan pernikahan" ucap Bara menjelaskan kepada Kaivan.
Kaivan akan menjawab ucapan ayahnya tapi Nindya segera menghentikannya dengan memegang lengan Kaivan. Dia menganggukkan kepalanya agar Kaivan tetap diam dan tidak menjawab ucapan Bara lagi.
"Mau tidak mau kalian akan tetap menikah seminggu lagi" putus Bara tanpa mau mendengarkan penolakan dari Nindya dan Kaivan.
Setelah ada keputusan itu, semua orang pun pulang dari restoran. Nindya pulang bersama dengan Kaivan karena kata para orang tua Kaivan harus belajar menjaga Nindya mulai saat ini. Di dalam perjalanan pulang Nindya mengajak Kaivan untuk menepi sebentar membeli bakso mercon.
"Pak tolong berhenti sebentar disini saya ingin memakan bakso dulu baru pulang."
"Ngapain makan bakso lagi? Memang kamu belum belum kenyang saat makan tadi?"
"Belum pak, saya mana bisa makan kenyang karena ada pak bara dan bu Eni yang juga ada di sana juga."
"Ngapain kamu enggak kenyang kalau ada orang tua saya?"
"Aku enggak puas makannya pak, nanti kalau saya makan banyak saya takut dikira perempuan rakus sama orang tuamu pak."
"Orang tua saya tidak mungkin berpikiran seperti itu."
"Saya hanya takut pak, jadi sekarang tolong berhentikan mobil disini ya pak saya mohon."
Kaivan memberhentikan mobil di tepi jalan, "nah saya sudah memberhentikan mobil jadi sekarang ayo cepat turun nanti kita pulangnya keburu malam dan takutnya orang tuamu berpikir yang tidak-tidak kalau saya mengantar pulang kamu kemalaman."
"Iya ayo pak kita turun" Nindya berucap sambil melepas seatbelt.
"Saya tidak turun, saya menunggu didalam mobil saja."
"Kenapa tidak turun pak?"
"Saya tidak berminat saja untuk turun."
"Padahal saya berniat mentraktir anda pak malam ini, kalau anda mau turun dan merasakan bakso disini pasti anda tidak akan menyesal karena rasa bakso disini enak banget pak."
"Memang seenak apa sih?"
"Makanya ayo anda turun pak dan merasakan bakso disini agar anda tidak penasaran."
Atas bujuk rayu Nindya dan karena penasaran juga, akhirnya Kaivan pun tergoda untuk merasakan bakso ditempat itu. Kaivan dan Nindya pun turun dari mobil secara bersama-sama. Sampai kedai kaki lima penjual bakso, Nindya segera memesan bakso serta minuman untuknya dan Kaivan.
"Ayo pak kita duduk terlebih dahulu sambil menunggu pesanan kita selesai dibuat."
Nindya mengajak Kaivan untuk duduk di meja kosong yang belum ada yang menempati. Kaivan menurut saja sambil melihat ke sekeliling kedai.
"Kenapa pak lihatin kedai ini seperti itu?"
"Saya hanya mengamati kebersihan kedai ini saja, saya takutnya nanti makanan yang tersaji tidak steril."
"Tenang saja pak tidak perlu cemas karena walaupun berada di pinggir jalan kedai ini sangat mengutamakan kebersihan, anda bisa lihatkan di sekeliling sini tidak ada lalat sama sekali?"
"Iya sih memang tidak ada lalat tapikan kedai ini berada di pinggir jalan."
"Ya enggak papa sih pak, memang kenapa kalau berada di pinggir jalan? Bukannya yang terpenting kebersihannya terjaga ya?"