Karena tidak ingin menyakiti hati sang mama, Garren terpaksa menikahi gadis pilihan mamanya.
Namun baru 24 jam setelah menikah Garren mengajukan perceraian pada istrinya.
Tapi perceraian mereka ada sedikit kendala dan baru bisa diproses 30 hari kedepan.
Bagaimanakah kisahnya? Apakah mereka akan jadi bercerai atau malah sebaliknya?
Penasaran? Baca yuk! Mungkin bisa menghibur.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode empat.
Kini Garren dan Septy sudah pindah ke rumah baru mereka. Di rumah tersebut sudah ada tiga pelayan yang menjaga rumah ini.
Dan beberapa orang penjaga juga tukang kebun disediakan oleh Garren. Septy melihat rumah tersebut.
Besar dan mewah, Septy mendongak keatas terlihat ada tiga kamar dilantai atas dan beberapa kamar lagi dilantai bawah.
"Bik, bawa barang nyonya ke kamarnya!" perintah Garren.
"Baik Tuan!"
"Tidak usah Bik, biar aku saja. Lagian juga tidak berat," ujar Septy.
Septy membawa barangnya ke atas. Namun saat ia ingin masuk ke kamar Garren, Garren segera memintanya ke kamar sebelah.
"Maaf Mas, aku pikir kita akan satu kamar," kata Septy.
"Jika mama atau keluargaku yang lain datang, baru kamu pindah ke kamarku."
Septy hanya tersenyum saja. Ia harus tabah menghadapi semua ini. Asalkan Garren tidak ringan tangan dan tidak membentak, ia masih bisa bertahan.
Lagipula tidak lama kok, hanya satu bulan. Setelah itu ia akan bebas dan tidak akan terikat lagi dengan pernikahan ini. Pernikahan yang seperti mainan, Septy masuk ke kamarnya dan melihat kamarnya bersih dan rapi.
"Aku harus bertahan," batin Septy.
Septy mengeluarkan barang yang dibeli oleh Garren untuknya. Yaitu tas branded dan dompet yang belum dipakainya.
Kemudian menyimpannya di lemari pakaian. Tas pemberian Avariella pun masih bagus dan sering di pakainya ke perusahaan.
"Mas." Septy mengetuk pintu kamar Garren.
Tidak lama pintu pun terbuka. "Ada apa?"
"Cuma ingin membantu Mas membereskan pakaian. Pasti nanti akan berantakan," jawab Septy.
Septy pun menyusun pakaian Garren kedalam lemari. Sementara Garren hanya duduk memperhatikan saja.
Hingga semuanya selesai, Septy pun segera pergi. Setelah kepergian Septy, Garren pun berbaring di ranjangnya.
Ponselnya berdering, ternyata panggilan dari sang asisten. Garren segera menjawab panggilan tersebut.
"Ya ada apa?"
"Tuan, ada beberapa berkas penting yang perlu ditandatangani."
"Antar kemari, nanti aku kirim alamatnya."
Kemudian Garren mematikan sambungan teleponnya secara sepihak. Kemudian Garren mengirim alamat rumahnya.
Garren menunggu Tomi diruang tamu. Karena Tomi belum datang, iapun ingin minum dan berjalan ke dapur.
"Sedang apa kamu?"
"Masak untuk makan siang," jawab Septy.
"Percuma aku gaji pelayan jika masih kamu yang masak."
"Jika bisa dilakukan sendiri, mengapa tidak?"
Kata yang Septy ucapkan sering didengar olehnya melalui mamanya. Karena Lita juga tidak selalu bergantung kepada pelayan.
Meskipun mereka di gaji mahal, namun masalah memasak, tetap Lita yang turun tangan. Karena ia ingin memanjakan lidah suaminya.
"Terserah kamu lah, lakukan apapun yang menurutmu baik."
Septy melanjutkan pekerjaannya. Ia memasak makanan seperti yang ia inginkan. Septy melihat Garren seperti ingin sesuatu pun segera mengambilkan nya.
"Aku tidak minta air," katanya.
"Minum saja, aku buatkan memang untukmu suamiku."
Garren pun menyeruput kopi buatan Septy. Tidak berapa lama Tomi pun datang. Garren memintanya langsung ke dapur saja.
Tomi terkejut saat melihat Septy di rumah ini. Apalagi saat melihat Septy mengenakan celemek.
"Tuan?"
"Dia istriku, ingat jangan bocorkan ke perusahaan jika ingin bekerja lebih lama."
Tomi mengangguk, sumpah, dia benar-benar tidak tahu jika tuannya menikahi bawahannya.
Septy menyajikan minuman untuk Tomi, Tomi pun tersenyum dan berterima kasih.
Garren segera menandatangani berkas tersebut, kemudian meminta Tomi untuk segera pergi.
Tomi segera menghabiskan minumannya, kebetulan tidak terlalu panas. Jadi mudah untuk diminum.
Tomi permisi dengan membawa kembali map yang tadi ia bawa. Dan hanya dibalas anggukan oleh Garren.
"Kenapa gak diajak makan dulu, Mas? Aku sudah selesai memasaknya."
"Gak perlu!"
Septy tidak lagi bicara, ia hanya menghidangkan makanan diatas meja untuk makan siang.
"Maaf Mas, aku tidak tahu selera mu apa? Jadi aku masak seadanya saja."
Garren tidak menjawab, ia memperhatikan masakan yang dimasak oleh Septy. Kemudian ia makan tanpa berkomentar apa-apa.
Setelah selesai makan, Garren kembali kekamarnya. Tinggallah Septy yang membereskan sisa makanan diatas meja.
"Nyonya, mengapa Anda melamun?"
"Tidak apa-apa kok Bik, oya Bik, tolong aku cuci piring ini ya."
"Baik Nyonya."
Septy kembali ke kamar untuk beristirahat. Sebenarnya ia dengan sikap Garren. Kadang baik, kadang ketus dan macam-macam lagi.
"Sebenarnya karaktermu seperti apa sih Mas? Apa karena aku belum terlalu mengenali mu?" batin Septy.
Septy berusaha memahami sifat suaminya, namun belum bisa. Jika di kantor, Garren memang tegas kepadanya.
Sebenarnya bukan hanya padanya, namun pada semua karyawan. Dan sekarang mereka tinggal satu atap, tapi kedua seperti orang asing.
"Mungkin karena aku yang terlalu baperan, melihat sikap ketusnya saja aku rasanya tidak tahan. Sabar Septy, tidak akan lama lagi kok. Setelah ini kamu akan terbebas, meskipun menyandang status janda," gumam Septy menyemangati dirinya sendiri.
Septy teringat saat pertama kali ia masuk kerja. Ia sudah diberi pekerjaan yang tidak masuk akal.
Namun Septy dengan gigih menyelesaikan semuanya. Dan Septy tidak menyerah karena ia menganggap semua itu adalah ujian untuknya.
Septy kembali teringat saat ia bisa mendapatkan kerjasama dengan kliennya, Septy langsung di naikan gaji dan bahkan diberi sebuah mobil.
Dan sejak saat itu sikap Garren berubah baik padanya, namun tetap tegas. Septy mengerti, karena ia hanyalah bawahan.
Dan sekarang, sikap Garren kembali seperti waktu itu, itulah yang membuat Septy tidak mengerti.
"Apa karena aku menjadi orang ketiga? Tapi aku tidak pernah melihat dia berjalan dengan seorang wanita selain keluarganya," batin Septy.
Septy menghela nafas, kemudian ia menoleh saat pintu kamarnya diketuk. Septy segera membuka pintu dan ternyata adalah Garren.
"Mulai sekarang, aku ingin kamu yang masak untukku dan menyiapkan segala keperluan ku."
"Baik, karena itu memang tugasku sebagai seorang istri," ujar Septy. "Ya, meskipun seorang istri yang tidak dianggap." Dan kata-kata itu hanya Septy lanjutkan didalam hati.
Setelah menyelesaikan itu, Garren kembali ke kamarnya. Dan Septy segera keluar dari kamar. Ia menuju belakang rumah.
Septy melihat ada kawasan kosong, ia berencana ingin menanam sesuatu yang bisa dihasilkan. Seperti sayur dan sejenisnya.
Namun ia berpikir ulang, dia disini hanya sementara saja. Setelah cerai, tidak mungkin ia tinggal satu atap dengan mantan.
Septy hanya duduk termenung saja, pelayan datang membawa camilan dan minuman kehadapan Septy.
Septy mengerutkan keningnya, karena ia tidak meminta semua itu. Tapi pelayan membawakan nya.
"Maaf Nyonya, saya lihat Nyonya termenung. Jadi saya berinisiatif untuk membuatkan Nyonya minuman. Jika Nyonya ada masalah, mengadu lah pada Allah. Allah Maha Mendengar."
Septy tersenyum, meskipun sikap suaminya seperti roller coaster. Namun ia masih dikelilingi oleh orang-orang baik.
Seperti mertuanya dan pelayan dirumahnya ini. Setidaknya Septy tidak merasa sendiri.
"Terima kasih Bik, oya, Bibik sudah berkeluarga?"
"Saya janda Nyonya, anak satu. Tapi anak saya tinggal bersama orang tua saya. Karena harus sekolah."
Septy memegang tangan pelayan itu, dan ternyata Garren diam-diam melihat interaksi antara Septy dan pelayan itu.
Kemudian ia pergi agar tidak ketahuan oleh Septy karena mengintip.